Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Di Cilegon, Banten: Anak Terdeteksi HIV Ayah Kabur

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sial nian nasib Ny. ‘X’ (bukan nama sebenarnya) ini. Anak terdeteksi HIV karena terular dari dirinya, dia sendiri tertular HIV dari suaminya, dan si suami pun kabur entah ke mana rimbanya.

Ketika anaknya dirawat pada usia tiga bulan tahun lalu di RSU Cilegon, Banten, dengan indikasi TB dokter menganjurkan agar anaknya menjalani tes HIV. Langkah dokter di rumah sakit itu tepat karena TB, apalagi pada bayi, erat kaitannya dengan infeksi HIV.

Ny ‘X’ mengizikan anaknya menjalani tes HIV. Hasil tes menunjukkan putranya itu tertular HIV (HIV-positif). Ny ‘X’, 20-an tahun, pun dianjurkan tes HIV. Hasilnya? Ya, setali tiga uang dengan anaknya: positif.

Hasil tes itu pun disampaikan Ny ‘X’ kepada suaminya. Celakanya, mendengar anak dan istrinya mengidap HIV si suami justru menghilang. Sampai sekarang Ny ‘X’, penduduk Kota Cilegon, itu pun tidak pernah lagi melihat batang hidung suaminya.

Dengan suara berat Ny ‘X’ berbagi kisah dengan wartawan pada acara orientasi penulisan berita AIDS di Klinik ’Flamboyan’ RSU Cilegon (25/10). Orientasi ini merupakan langkah untuk memberikan wawasan cara penulisan berita AIDS yang komprehensif kepada wartawan yang diselenggarakan oleh Media Relations Officer (MRO) di KPAD Prov Banten yang didukung oleh HCPI/AusAID.

Perempuan itu sangat ketakutan karena belum ada keluarganya yang mengetahui status HIV-nya. Bahkan, jika ada yang bertanya mengapa harus makan obat secara rutin, Ny ‘X’ sudah meminum obat antiretroviral (ARV), dia mengatakan itu adalah vitamin.

”Saya tidak bisa bayangkan apa yang terjadi pada diri saya jika orang tua tahu status HIV saya,” katanya dengan nada suara terbata-bata. Ny ‘X’ khwatir sikap keluarga terhadap dirinya akan keras karena mereka dari keluarga yang taat menjalankan agama.

Lagi-lagi sikap Ny ‘X’ itu menggambarkan pemahaman yang tidak adil di masyarakat. Ny ‘X’ tertular HIV dari suaminya sehingga dia adalah korban. Maka, Ny ‘X’ tidak perlu risau dan keluarga pun tidak pada tempanya menghukumnya.

Pengalaman konselor di Klinik VCT ’Flamboyan’ menunjukkan dukungan keluarga justru sangat besar artinya bagi seorang Odha (Orang dengan HIV/AIDS) dalam menjalani hidup.

Ny ‘X’ sendiri mempunyai anak dari suami pertama. Tapi, anak itu tidak mengidap HIV. Ini membuktikan Ny ‘X’ tertular HIV dari suaminya yang kedua. Suaminya seorang karyawan di Cilegon, tapi Ny ‘X’ sendiri mengaku tidak mengetahui perilaku suaminya di luar rumah.

Kini Ny ‘X’ tinggal dia bersama anaknya di rumah orang tuanya berjuang menggeluti hidup dengan HIV di dalam tubuh mereka.

Persoalan besar terkait Ny ‘X’ adalah sikap suaminya yang melarikan diri sehingga tidak bisa diketahui status HIV-nya. Suami Ny ‘X’ itu akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Memang, bisa saja suami Ny ‘X’ itu menjalani tes HIV di tempat lain. Itulah yang diharapkan Direktur RSUD Cilegon, dr H Zainoel Arifin, sehingga mata rantai penyebaran HIV melalui suami Ny ‘X’ itu bisa diputus.

Beberapa kasus HIV/AIDS yang terdeteksi di Klinik VCT ’Flamboyan’ (tempat tes HIV gratis) berawal dari bayi atau pasien dengan indikasi penyakit yang terkait dengan infeksi HIV/AIDS.

Pada priode Januari – September 2011 ada 574 orang yang konsultasi ke klinik ’Flamboyan’ dengan rincian 271 laki-laki dan 303 perempuan. Dari jumlah itu yang terdeteksi tertular HIV berjumlah 40 yang terdiri atas 25 laki-laki dan 15 perempuan. Kematian pada priode yang sama tercatat ada enam.

Yang masih rutin meminum obat antiretroviral (ARV) yaitu obat untuk menekan laju perkembangan HIV di dalam darah tercatat 24.

Semakin banyak kasus HIV/AIDS yang terdeteksi maka kian banyak pula mata rantai penyebaran HIV yang diputus. Untuk itulah Pemkot Cilegon, dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota Cilegon, harus menggencarkan penyuluhan agar kian banyak penduduk yang menyadari dirinya sebagai orang yang berperilaku berisiko tertular HIV.

Tahap selanjutnya yang merasa dirinya berisiko diharapkan menjalani tes HIV secara sukarela ke klinik ’Flamboyan’ yang menerapkan asas rahasia. Artinya, identitas yang dites akan dirahasiakan. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline