Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

AIDS di Kota Cimahi, Jabar, Menunggu Aksi Konkret untuk Meredam Penyebaran HIV

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Setiap bulannya satu orang warga Kota Cimahi, Jawa Barat, diketahui menderita penyakit HIV/AIDS, saat ini total seluruh penderita penyakit tersebut berjumlah 142 orang.” (Setiap Bulan Seorang Warga Cimahi Menderita HIV, Antara, 24/8-2011).

Pernyataan di atas mengesankan warga yang terdeteksi HIV/AIDS itu tertular HIV pada bulan yang sama. Inilah salah satu bentuk informasi yang tidak akurat. Yang benar adalah ‘setiap bulan terdeteksi satu kasus HIV/AIDS’.

Yang terdeteksi bisa saja tertular jauh sebelumnya. Secara medis seseorang terdeteksi HIV dengan reagentELISA, maka minimal dia sudah tertular HIV tiga bulan sebelumnya. Soalnya, tes HIV dengan ELISA yang dicari adalah antibodi HIV yang akan terbentuk di dalam darah setelah tertular tiga bulan. Jika seseorang terdeteksi HIV pada masa AIDS, maka ybs. sudah tertularHIV antara 5-15 tahun sebelumnya (Lihat Gambar).

Disebutkan: ”Dari total 142 orang penderita penyakit yang belum ada obatnya itu, 86 di antaranya berjenis kelamin laki-laki, 40 orang perempuan, dan 10 orang dikategorikan waria, ....”

Pernyataan ’penyakit yang belum ada obatnya’ juga menyesatkan karena AIDS bukan penyakit sehingga tidak (akan) ada obatnya. AIDS adalah kondisi fisik dan kesehatan seseorang yang sudah tertular HIV yang diukur dengan kadar CD4 di dalam darahnya. Sedangkan HIV sebagai virus belum ada obat yang bisa membunuh HIV. Semua virus yang menulari manusia, seperti virus flu, tidak bisa dibunuh di dalam tubuh.

Kalau saja wartawan yang menulis berita ini jeli melihat data ’10 orang dikategorikan waria’, maka berita ini akan menjadi pencerahan bagi masyarakat jika dibawa ke realitas sosial terkait dengan epidemi HIV. Banyak laki-laki, termasuk suami, yang menjadi pelanggan waria sebagai biseksual. Suami-suami itulah yang menjadi jembatan penyebaran HIV dari masyarakat ke waria dan sebaliknya. Kasus-kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu rumah tangga merupakan dampak dari perilaku suami yang menjadi pelanggan waria.

Wali Kota Cimahi Itoc Tochija, menginginkan: ” .... ada aksi nyata yang lebih konkrit dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan penanggulangan HIV/AIDS Kota Cimahi.”

Sayang, dalam berita tidak dijelaskan ’aksi nyata’ yang akan dilakukan Pemkot Cimahi dalam menanggulangi penyebaran HIV.

Di bagian lain disebutkan: ”Agar penderita AIDS tidak terus bertambah, pihaknya pun akan meningkatkan pengawasan terhadap pengguna kondom yang ada di Cimahi.”

Ini tidak jelas maksudnya. Kondom bukan barang terlarang karena kondom adalah alat kontrasepsi yang legal. Lalu, untuk apa Pemkot Cimahi mengawasi penggunaan kondom?

Jika yang dimaksud dengan ’pengawasan terhadap pengguna kondom yang ada di Cimahi’ adalah regulasi berupa pembatasan peredaran kondom, maka penyebaran HIV akan terus terjadi di Kota Cimahi.

Lain halnya kalau Pemkot Cimahi bisa menjamin tidak akan ada penduduk Cimahi yang melakukan perilaku berikut:

(a). Laki-laki dan perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti.

(b). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung (PSK di jalanan, cafe, pub, tempat hiburan, panti pijat, lokasi dan lokalisasi pelacuran, losmen, hotel melati dan hotel berbintang) dan PSK tidak langsung (’anak sekolah’, ’mahasiswi’, ’cewek SPG’, ’cewek pemijat’, ’ibu-ibu rumah tangga’, ’ABG;, dll.), serta perempuan pelaku kawin-cerai.

Tapi, kalau Pemkot Cimahi tidak bisa menjamin bahwa penduduk Cimahi tidak akan ada yang melakukan perilaku (a) dan (b), maka penyebaran HIV di Kota Cimahi akan menjadi ’bom waktu’ ledakan AIDS.

Disebutkan pula Asisten Deputi Bidang Pembinaan Wilayah Jawa-Bali KPA Nasional, Inang Winarso, mengatakan: ” .... sebanyak 3,1 juta penduduk Indonesia berjenis kelamin laki-laki diketahui menderita HIV/AIDS. Sedangkan 1,6 juta orang berjenis kelamin perempuan pun menderita penyakit yang dianggap paling mematikan tersebut.”

Kutipan pernyataan ini mengundang pertanyaan karena data yang dikeluarkan Kemenkes RI tanggal 27/7-2011 menyebutkan kasus AIDS di Indonesia 26.483 (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/08/22/april-%E2%80%93-juni-2011-dilaporkan-2005-kasus-aids-baru/).

Jika angka itu benar tentulah Indonesia sudah menjadi ’neraka AIDS’. Tidak ada satu pun negara di dunia yang melaporkan kasus HIV/AIDS sebesar itu. ***[Syaiful W. Harahap]***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline