Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Laki-laki ‘Hidung Belang’ di Merauke, Papua, Tidak Mau Pakai Kondom

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ternyata kita adalah bangsa yang tidak bisa menarik hikmah dari pengalaman bangsa lain. Lihat saja yang terjadi di Merauke, Prov Papua ini: “Penularan penyakit infeksi menular seksual di kalangan pekerja seks komersial di kompleks lokalisasi Yobar Merauke, Papua meningkat akibat para pria hidung belang yang menjadi pelanggan tidak mau memakai kondom. Penyakit menular seksual yang tercatat meningkat yakni gonorrhea (GO).” (HIV/AIDS. Pria Hidung Belang Ogah Pakai Kondom, kompas.com, 5/8-2011).

Thailand dengan kasus HIV/AIDS pernah mendekati angka 1.000.000 bisa menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa. Thailand menjalankan program ‘wajib kondom 100 persen’ bagi laki-laki ‘hidung belang’ di lokalisasi pelacuran dan rumah bordir.

Germo diberikan izin usaha sebagai bukti regulasi. Secara rutin pekerja seks komersial (PSK) menjalani survailans tes IMS secara rutin. Kalau ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS, maka germo menerima sanksi mulai dari teguran sampai pencabutan izin usaha.

Cuma, di Merauke khususnya dan Indonesia umumnya hal itu tidak bisa dilakukan karena tidak ada lokalisasi pelacuran yang merupakan regulasi (pemerintah). Celakanya, pejabat, pemuka agama dan tokoh-tokoh di daerah yang tidak ada lokalisasi pelacuran yang bisa dilihat dengan mata telanjang menepuk dada: Daerah kami bebas pelacuran! Padahal, praktek pelacuran terjadi di mana-mana di daerah itu.

Sama juga halnya dengan Merauke. Apakah Yobar itu lokalisasi sebagai hasil regulasi berdasarkan hukum?

Kalau YA, maka Pemkab Merauke bisa menjalankan program seperti yang dilakukan Thailand. Tapi, apakah Pemkab Merauke bernyali menerapkan program seperti di Thailand di Merauke?

Persoalannya, Perda AIDS Kab Merauke hanya ’menembak’ PSK. Sudah ada beberapa PSK yang dibui. Tapi, tanpa disadari oleh Pemkab Merauke laki-laki, bisa saja penduduk asli lokal, yang menularkan HIV kepada PSK dan yang tertular HIV dari PSK menjadi mata rantai penyebaran HIV (Lihat: http://regional.kompasiana.com/2011/05/31/aids-di-merauke-papua-psk-digiring-ke-bui-pelanggan-suami-menyebarkan-hiv-ke-istri/).

Menurut Cindy, salah satu PSK lokalisasi Yobar: "Akhir-akhir ini beberapa tamu tidak mau pakai kondom, katanya tidak enak. Kalau saya jelas saya tolak, tetapi tidak tahu dengan teman-teman."

Selama yang dijadikan ‘sasaran tembak’ PSK maka selama itu pula laki-laki tidak akan mau memakai kondom. Kalau ada PSK yang menolak laki-laki akan mencari PSK lain atau meminta bantuan germo agar memaksa PSK meladeninya tanpa kondom.

Maka, karena posisi tawar PSK sangat lemah itulah sebabnya sanksi hukum seperti yang diatur perda bukan ditimpaka kepada PSK, tapi kepada germo (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/15/perda-aids-merauke-hanya-%E2%80%98menembak%E2%80%99-psk/).

Data KPA Merauke tercatat dari 538 PSK yang dites IMS mulai Januari-Juni 2011, 50 PSK(6,62 persen) terdeteksi mengidap GO. Jika laki-laki yang menularkan IMS kepada PSK itu juga mengidap HIV, maka ada risiko tertular HIV sekaligus.

Sayang, dalam Perda AIDS Prov Papua, lokalisasi pelacuran un disamarkan dengan ‘tempat berisiko’. Ini menggambarkan kemunafikan sehingga penanggulangan HIV/AIDS pun tidak bisa dilakukan secara konkret. ***[Syaiful W. Harahap]***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline