Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Meredam Penyebaran HIV/AIDS di Ubud, Bali

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Angka kasus HIV/AIDS seakan tidak bermakna terhadap penyebaran HIV. Ini terjadi Karena realitas di balik angka itu tidak diungkapkan. Seperti kasus di Ubud, Kab Gianya, Bali, ini, misalnya. Ada 23 kasus HIV/AIDS yang dilaporkan, tapi tidak ada gambaran kaitan angka itu dengan penyebaran HIV di Ubud (23 Kasus HIV/AIDS Bayangi Kampung Turis Ubud, www.mediaindonesia.com, 28/7-2011)

Disebutkan: ”Perkampungan seniman Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali, kini dibayangi 23 kasus HIV/AIDS, sehingga memerlukan dukungan dan peran serta semua pihak agar tidak bertambah.”

Tanpa disasari pertambahan kasus HIV/AIDS sudah terjadi melalui 23 penduduk yang terdeteksi HIV/AIDS tsb.

Pertama, sebelum terdeteksi mereka sudah menularkan HIV kepada orang lain tanpa mereka sadari. Bagi yang beristri akan menularkan HIV kepada istrinya. Kalau istrinya hamil maka ada pula risiko penularan HIV kepada bayi yang dikandungnya kelak.

Kedua, kalau di antara 23 kasus itu ada pekerja seks komersial (PSK), maka laki-laki yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK berisiko tertular HIV.

Ketiga, laki-laki yang mengidap HIV akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di Ubud, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di di dalam dan di luar nikah.

Keempat, jika ada di antara 23 itu pengguna narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya) dengan jarum suntik maka ada jaringan pengguna yang berisiko tertular HIV. Biasanya, pengguna narkoba tidak sendirian. Pengguna narkoba secara bersama-sama berisiko tertular HIV dan yang tertular akan menjadi mata rantai penyebaran HIV pada kelompok lain.

Kelima, jika ada di antara 23 itu laki-laki yang beristri lebih dari 1 makan perempuan yang berisiko tertular HIV pun bertambah.

Persoalan yang dihadapi adalah banyak orang yang tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik mereka sebelum masa AIDS (secara statistik antara 5-15 tahun setelah tertular HIV).

Menurut Ketua Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Kab Gianyar, Dewa Oka Sedana, pihaknya telah gencar melakukan sosialisasi dan pelatihan menyangkut upaya menekan timbulnya penyakit yang mematikan itu.

Yang dikhawatirkan materi sosialisasi tidak akurat sehingga tidak membuka wawasan penduduk. Yang diharapkan dari sosialisasi adalah pemahaman penduduk terkait dengan cara-cara penularan yang konkret. Ini diperlukan agar penduduk yang pernah melakukan perilaku berisiko tertular HIV mau menjalani tes HIV.

Disebutkan: “ …. penularan HIV/AIDS terjadi melalui heteroseksual sebanyak 72,6 persen ….” Ini menunjukkan perilaku terkait dengan penularan HIV yaitu tidak menggunakan kondom jika melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan PSK.

Maka, sosialisasi yang perlu digencarkan di Ubud adalah mendorong agar penduduk, terutama laki-laki dewasa, yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan PSK agar menjalani tes HIV secara sukarela.

Pemkab Gianyar sendiri sudah menerbitkan peraturan daerah (Perda) tentang penanggulangan HIV/AIDS, tapi perda ini tidak efektif karena tidak menawarkan cara-cara penanggulangan yang konkret (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/05/01/perda-aids-kab-gianyar-bali-menembak-pelacuran-dengan-%E2%80%98peluru%E2%80%99-moral/).

Dikabarkan pula bidan dilatih untuk mendeteksi HIV/AIDS pada ibu hamil. Masalahnya adalah tidak ada mekanisme untuk mendeteksi HIV/AIDS pada perempuan hamil. Pemkab Gianyar perlu membuat regulasi agar semua peremupan hamil menjalani survailans tes HIV.

Tapi, harus pula ada langkah lanjutan yaitu konseling bagi suami-suami perempuan yang terdeteksi HIV. Kalau suami mereka tidak ‘ditangani’, maka mereka akan menjadi mata rantai penyebaran HIV. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline