Biar pun fakta menunjukkan orang-orang yang sudah tertular HIV tidak bisa dikenali dari fisiknya, tapi di Kota Banjarmasih, Kalimantan Selatan, ternyata ada ’tim pelacak’ yang mencari penduduk yang sudah mengidap HIV/AIDS (Kota Banjarmasin Miliki 30 Penderita HIV/AIDS, www.banjarmasinkota.go.id, 11/7-2011).
Disebutkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Banjarmasin tercatat 30 yang terdiri atas 24 HIV dan 6 AIDS. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin, Drg Diah, pendataan Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin tersebut melalui tim pelacak yang bertugas mencari keberadaan orang-rang yang terkena virus mematikan itu.
Sayang, dalam berita tidak dijelaskan bagaimana cara kerja ’tim pelacak’ itu mencari penduduk yang sudah tertular HIV. Yang dikhawatirkan adalah ’tim pelacak’ tsb. mendapat informasi yang tidak akurat dari masyarakat. Misalnya, bisa saja ada yang memberikan informasi kepada ’tim pelacak’ karena dendam,benci atau iseng. Hal ini bisa merugikan pihak lain.
Disebutkan: ”Para penderita virus HIV/AIDS tersebut akan terus dipantau oleh Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin guna mendapatkan bantuan layanan kesehatan.”
Orang yang sudah tertular HIV tidak semerta memerlukan layanan kesehatan dan obat. Obat antiretroviral (ARV) pun baru diberikan jika CD4 seorang odha (orang dengan HIV/AIDS) mencapi 350. CD4 ini dapat diketahui melalui tes darah di laboratorium. Obat ARV adalah obat untuk menekan laju perkembangan HIV di dalam darah.
Sedangkan layanan kesehatan juga baru diberikan pada masa AIDS yaitu setelah tertular antara 5-15 tahun jika sudah ada penyakit lain, disebut infeksi oportunistik, seperti diare, sariawan, jamur, TB, dll. Tapi, tidak semua odha akan menunjukkan infeksi oportunisik jika kesehatannya terjaga terus.
Menurut Diah: ”Oleh sebab itu diharapkan kepada seluruh masyarakat agar menghidari hubungan intim secara bebas tanpa ikatan suami isteri guna menghindari penularan HIV/AIDS.”
Pernyataan Diah ini merupakan mitos (anggapan yang salah). Penularan HIV melalui hubungan seksual bisa terjadi di dalam dan di luar nikah (sifat hubungan seksual) kalau salah satu dari pasangan itu mengidap HIV dan laki-laki atau suami tidak memakai kondom setiap kali sanggama (kondisi hubungan seksual).
Penyebaran HIV di Banjarmasin didorong oleh perilaku laki-laki dewasa yang menjadi pelanggan pekerja seks komersial (PSK), baik di lokalisasi maupun di penginapan, losmen, hotel melati dan hotel berbintang.
Kalau Pemkot Banjarmasin hanya mengandalkan ’tim pelacak AIDS’, maka penyebaran HIV akan terus terjadi di Kota Banjarmasin. Indikator yang nyata dapat dilihat dari kasus HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga. ***[Syaiful W. Harahap]***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H