Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Menyikapi Kematian Terkait AIDS di Kalbar

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berita tentang kasus kumulatif HIV/AIDS dan kematian terkait dengan AIDS seakan-akan hanya angka belaka karena tidak ada realitas sosial terkait dengan fakta tsb. Lihatlah berita ini ”AIDS Tewaskan 400 Warga Kalbar’ (tribunnews.com, 26/6-2011).

Kalau sumber berita ini dan wartawan mempunyai wawasan yang luas berupa kematian odha (orang dengan HIV/AIDS) di ranah realitas sosial tentulah berita itu akan menggugah dan mencerahkan masyarakat.

Seorang odha yang meninggal karena penyakit terkait AIDS terjadi pada masa AIDS. Artinya, ybs. sudah tertular HIV antara 5-15 tahun sebelumnya. Nah, pada kurun waktu itu banyak orang yang tidak menyadari dirinya sudah tertular HI,V. Nah, pada rentang waktu itulah terjadi penularan HIV tanpa mereka sadari.

Andaikan 400 yang meninggal itu mempunyai 1 pasangan, misalnya, istri atau suami, tentu sudah ada 400 lagi yang berisiko tertular HIV. Kalau ada yang mempunyai istri lebih dari 1 maka jumlah perempuan yang berisiko tertular HIV pun kian bsar.

Nah, realitas sosial inilah yang tidak muncul dalam berita, ceramah, pidato, diskusi, dll. Akibatnya, angka-angka terkait kaus HIV/AIDS hanya sebagai angka saja.

Menurut Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Prov Kalbar, Toto Taha Alkadri, berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Prov Kalbar penduduk yang sudah mencapai masa AIDS di Kalbar tercatat 1.400 orang, dan sebanyak 400 atau mendekati 450 meninggal.

Yang menyebarkan HIV adalah penduduk Kalbar, tertutama laki-laki dewasa. Penduduk Kalbar bisa saja tertular HIV di Kalbar atau di luar Kalbar. Ini terjadi karena ada laki-laki penduduk Kalbar yang tidak memakai kondom ketika sanggama dengan pekerja seks komersial (PSK) di Kalbar atau di luar Kalbar.

Sayang, Toto justru menuding maraknya peredaran narkoba dan menjamurnya tempat-tempat hiburan malam menjadi satu di antara faktor pendukung penyebaran HIV/AIDS. Toto mengabaikan perilaku sebagian laki-laki dewasa penduduk Kalbar yang berisiko.

Kalau saja orang-orang yang merancang Perda Penanggulangan HIV/AIDS Prov Kalbar tidak memakai ‘baju moral’ tentulah ada pasal yang menukik ke akar persoalan. Tapi, perda itu tidak bisa jalan karena hanya menawarkan moral sebagai senjata untuk menanggulangi penyebaran HIV (Lihat; http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/24/menakar-kerja-perda-aids-provinsi-kalimantan-barat/).

Jika Pemprov Kalbar tetap tidak memakai cara-cara yang konkret untuk menanggulangi HIV/AIDS, maka penyebaran HIV akan terus terjadi. Di Pontianak, misalnya, kondom diabaikan sebagai alat dalam program penanggulangan HIV/AIDS (Lihat: http://regional.kompasiana.com/2011/03/17/kondom-tabu-di-kota-pontianak-kalimantan-barat/).

Dengan jumlah kematian 400 pun rupanya belum bisa membuka mata hati pejabat di Kalbar agar mengayun langkah yang konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline