Penduduk Kab Buleleng, Bali, tiba-tiba resah karena ponsel (telepon seluler) mereka menerima pesan singkat (SMS) yang berisi ancaman untuk menyebarkan HIV melalui tusuk gigi (SMS Ancaman Penyebaran HIV/AIDS Resahkan Warga Buleleng, www.mediaindonesia.com, 22/6-2011).
Fakta ini menunjukkan pemahaman sebagian besar masyarakat tentang cara-cara penularan HIV yang masih rendah. Ini terjadi karena penyebaran informasi HIV/AIDS tidak merata dan tidak pula konsisten. Celakanya, media massa pun memilih isu yang sensasional sebagai materi berita AIDS. Padahal, Thailand yang menjadi salah satu negara yang bisa menekan laju penyebaran HIV justru menempatkan penyebaran informasi melalui media massa sebagai program pertama.
Dikabarkan penderita HIV/AIDS yang mengancam akan menyebarkan HIV adalah mereka yang merasa tidak dipedulikan pemerintah. Kasus kumulatif HIV/AIDS di Kab Buleleng dilaporkan sampai Maret 2011 sebanyak 1.079 kasus. Sedangkan peraturan daerah (perda) AIDS tidak bisa diandalkan dalam menanggulangi penyebaran HIV (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/09/13/menyikapi-kegagalan-perda-aids-buleleng/).
Dalam berbagai kasus ada bukti bahwa orang-orang yang terdeteksi HIV melalui cara-cara yang tidak sesuai dengan standar prosedur operasi tes HIV yang baku memang cenderung marah. Misalnya, pekerja seks komersial (PSK) yang ditangkap oleh Satpol PP atau polisi yang langsung diambil darahnya bisa bersikap buruk.
Di Makassar, Sulawesi Selatan, misalnya, ada seorang PSK yang marah besar karena dia langsung dites ketika ditangkap pada razia Satpol PP dan identitasnya dibeberkan ke media massa (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/09/13/menyikapi-kegagalan-perda-aids-buleleng/).
Sedangkan di Singkawang, Kalimantan Barat, seorang perempuan yang bekerja sebagai ’cewek bar’ yang terdeteksi HIV melakukan ’sedekahan’ yaitu dia melayani laki-laki ’hidung belang’ secara gratis. Untunglah, seorang teman aktivis di sana berhasil merangkul cewek tadi dan menghentikan kegiatannya yang berisiko itu. Soalnya, bisa saja dia bertambah parah karena HIV pun masih bisa menular padanya karena ada sub-type virus lain. Bisa juga tertular virus Hepatitis B, sifilis, GO, dll.
Tapi, jika tes HIV dilakukan sesuai standar maka orang-orang yang terdeteksi HIV justru berjanji akan menghentikan penyebaran HIV mulai dari dirinya. Beberapa perempuan yang ditangani oleh Yayasan Pelita Ilmu (YPI) Jakarta justru selalu memberitahu laki-laki yang mendekati mereka tentang status HIV mereka. Ini terjadi karena mereka melakukan tes HIV secara sukarela setelah menerima konseling sebelum tes.
Maka, kasus di Buleleng ini diharapkan menjadi pengalaman berharga bagi kalangan yang dengan sewenang-wenang melakukan tes HIV kepada PSK atau kalangan lain yang tidak sesuai dengan standar prosedur yang baku.
Yang perlu diketahui adalah HIV yang ada dalam darah akan mati jika berada di luar tubuh di udara terbuka. Maka, darah yang mengandung HIV pada tusuk gigi yang terbuat dari kayu akan kering dan HIV pun mati. Lagi pula rentang waktu antara tusuk gigi terpapar dengan darah yang mengandung HIV lama sehingga darah sudah kering. Selain itu volume darah pada tusuk gigi pun sangat sedikit.
SMS antar lain berbunyi: ” .... Mereka berniat menyebarkan penyakit ini dengan media tusuk gigi yang banyak terdapat di restoran dan rumah makan. Memakai tusuk gigi tersebut hanya untuk melukai gusinya supaya berdarah lalu diusap hingga tidak kelihatan darahnya, kemudian tusuk gigi yang sudah tercemar tersebut dikembalikan ke tempatnya ....”
Tidak mudah bagi seseorang untuk melukai gusinya dengan tusuk gigi. Jika hal itu mereka lakukan maka ada risiko lain karena luka-luka karena tusuk gigi itu akan sulit sembuh.
Tapi, satu hal yang perlu diperhatikan adalah penyediaan tusuk gigi di restoran sebaiknya tidak lagi di tempat yang bisa menampung banyak tusuk gigi. Bisa dipakai tusuk gigi satuan yang dibalut dengan kertas. Setiap tusuk gigi yang sudah diberikan kepada pelanggan tidak dipakai lagi. Begitu pula dengan konsumen jangan memakai tusuk gigi yang tidak terbungkus.
Penjelasan Ketua Komisi Penanggulang AIDS Daerah (KPAD) Buleleng, Made Arga Pynatih, yang mengatakan HIV/AIDS secara teori tidak bisa ditularkan melalui tusuk gigi yang mengandung darah di penderita akan sulit diterima masyarakat karena selama ini informasi yang beredar tidak akurat.
SMS ancaman ini bukan yang pertama karena di tahun 1990-an juga beredar isu akan ada penyebaran HIV melalui jarum suntik di pasar, mal dan bioskop. Biar pun hal itu tidak mungkin terjadi tapi masyarakat gempar karena informasi HIV/AIDS tidak disebarluaskan secara konsisten.
Untuk itulah diperlukan penyebaran informasi yang terus-menerus dengan mengedepankan fakta medis terkait HIV/AIDS. Soalnya, selama ini informasi tentang HIV/AIDS selalu dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga yang muncul hanya mitos (anggapan yang salah). ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H