Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

AIDS di Kab Jayapura, Papua: Penanggulangan Mengabaikan Sosialisasi Kondom

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Untuk mencegah penularan HIV-AIDS, terutama di kalangan pekerja yang beresiko tinggi tertular penyakit ini, maka Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura melakukan Pengobatan Presumtif Berkala (PBB)." (Cegah HIV-AIDS, Dinkes Gelar Pengobatan Presuntif Berkala, www.cenderawasihpos.com, 6/5-2011).

Pernyataaan di atas tidak akurat karena yang bisa mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual adalah memakai kondom ketika sanggama. Ini fakta medis. Lagi pula PBB yang dilakukan adalah untuk mengobati infeksi menular seksual (IMS). Hal ini dikemukakan oleh Plt Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas kesehatan Kabupaten Jayapura, Pungut Sunarto, SKM: " .... aksi PPB ini dilakukan secara massal untuk mengobati dan memeriksa  penyakit infeksi menular seksual (IMS), khusus bagi para Pekerja Seks Komersial (PSK)."

Biar pun IMS pada PSK diobati, tapi jika PSK tsb. juga mengidap HIV, maka risiko penularan HIV tetap ada jika laki-laki 'hidung belang' tidak memakai kondom. Kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga menunjukkan perilaku laki-laki yang tidak memakai kondom ketika sanggama dengan perempuan lain (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/09/30/di-kab-jayapura-papua-aids-lebih-banyak-pada-perempuan/).

Langkah yang dilakukan oleh Dinkes Kab Jayapura, Papua, ini merupakan salah satu bentuk penanggulangan dengan pijakan moral. Soalnya, penularan IMS dan HIV atau dua-duanya sekaligus bisa dicegah dengan memakai kondom setiap kali sanggama dengan PSK.

Jika PBB ini terus dilakukan maka laki-laki 'hidung belang' akan merasa aman melakukan hubungan seksual dengan PSK tanpa memakai kondom. Ini terjadi karena kegiatan PBB terkesan sebagai 'vaksin' bagi PSK agar tidak menularkan IMS atau HIV atau dua-duanya sekaligus.

Dikabarkan: Kegiatan pertama dilaksanakan Januari lalu, dan akan dilakukan lagi antara Juni-Juli mendatang. Januari lalu 301 PSK di lokaliasi Tanjung Elmo sudah diperiksa dan diobati. Termasuk 58 PSK di luar lokalisasi ini, seperti di karaoke, panti pijat dan jalanan.

Disebutkan: "Program kegiatan Pengobatan Presuntif Berkala periode pertama yang kami lakukan ini metode pengobatannya seperti membom artinya sakit dan tidak sakit kami lakukan pengobatan secara keseluruhan." Ini 'kan ngawur. Kalau PSK tidak mengidap IMS, obat apa yang diberikan? Lagi-lagi pernyataan ini mengesankan obat atau pengobatan bagaikan vaksin.

Disebutkan: " .... Dinas  Kesehatan berhasil mendapatkan dua orang yang positif HIV dari para penjaja seks jalanan dan kini dalam penanganan yang intensif." Sayang, wartawan tidak mengembangkan data ini ke tataran realitas sosial. Dengan mendeskripsikan pelanggan PSK jalanan masyarakat akan melihat risiko penyebaran HIV di sekitar mereka.

Lagi pula ada fakta yang luput dari data dua kasus HIV/AIDS tsb., yaitu: (a) ada laki-laki penduduk lokal, asli atau pendatang, yang menularkan HIV kepada PSK jalanan tadi,dan (b) ada pula laki-laki lain penduduk lokal, asli atau pendaang, yang sudah tertular HIV dari PSK jalanan tadi. Mereka inilah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam atau di luar nikah.

Dikatakan pula: " .... kegiatan pengobatan Presuntif Berkala bertujuan untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit HIV-AIDS, terutama kawasan  yang dipandang berpotensi menularkan penyakit tersebut khususnya terhadap tempat prostitusi terbuka maupun yang terselubung." Ini lebih ngawur lagi. Yang diobati melalui proyek PBB adalah IMS bukan HIV, maka yang akan diputus adalah mata rantai penyebaran IMS.

Menurut Pungut: "Untuk memutus mata rantai tersebut, sangat diharapkan peran masyarakat, khususnya pemilik karoke, panti-panti pijat, maupun PSK sendiri, mucikari, pemilik wisma, dan perlu ada kerjasama yang melibatkan lintas sektor seperti KPA."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline