Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

AIDS di Kota Palembang: Menyibak Potensi Penyebaran Melalui Waria

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampai bulan Oktober 2010 kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Palembang, Sumatera Selatan, mencapai 96 yang terdiri atas 50 HIV dan 46 AIDS. Angka ini tentu saja hanya yang terdeteksi sehingga tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya di masyarakat.

Tidak ada penjelasan tentang faktor risiko (mode of transmission) kasus HIV dan AIDS yang terdeteksi tsb. Salah satu faktor risiko yang yang diperhatikan di Kota Palembang adalah melalui hubungan seksual dengan waria. Seperti dikemukakan oleh Kepala Bidang Penanganan Penyakit Menular, Dinas Kesehatan Kota Palembang, Anton Suwindro: “ …. komunitas waria ini mesti terus dipantau. Karena berpotensi menjadi penyumbang penularan HIV. Kerja sama mesti dilakukan dengan pihak terkait.” (Waria Diajak Peduli HIV/AIDS, palembangnews.com, 18/4-2011).

Tapi, ada satu hal yang luput dari perhatian yaitu pelanggan waria justru laki-laki heteroseksual dan biseksual. Mereka ini dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai suami, pacar, lajang, duda, atau remaja. Mereka inilah yang menularkan HIV kepada waria.

Maka, yang diperlukan adalah intervensi terhadap laki-laki pelanggan waria agar mereka selalu memakai kondom jika melakukan seks anal dengan waria. Soalnya, waria tidak bisa diharapkan bisa memaksa laki-laki memakai kondom karena posisi tawar waria sangat rendah. Laki-laki yang ditolak waria karena tidak memakai kondom akan mencar waria lain atau memaksa waria meladeninya tanpa kondom.

Dikabarkan ada 30 waria di Kota Palembang. Menurut Sekretaris KPA Kota Palembang, Zailani UD, meski potensi penyebaran HIV/AIDS dari kaum waria tidak terlalu mengancam, langkah antisipasi tetap diperlukan.

Karena laki-laki heteroseksual dan biseksual yang menjadi pelanggan waria adalah jembatan penyebaran HIV dari masyarakat ke waria dan sebaliknya, maka faktor risiko penularan HIV hubungan seksual dengan waria tidak bisa dianggap remeh.

Kalau seorang waria meladeni tiga laki-laki setiap malam, maka dalam satu bulan ada 2.700 (30 waria x 3 laki-laki x 30 hari) laki-laki yang berisiko menularkan dan tertular HIV melalui waria. Mereka inilah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat.

Dikabarkan ada dua kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada waria tahun 2008. Keduanya sudah meninggal. Data ini seakan angka mati, tapi kalau ditarik ke realitas sosial maka angka ini akan berbicara banyak.

Dua waria yang meninggal karena penyakit terkait AIDS itu sudah meladeni banyak lak-laki. Rentang waktu antara tertular HIV dan masa AIDS sampai kematian adalah 5 – 15 tahun. Laki-laki yang mereka ladeni pada rentang waktu itu berisiko tertular HIV. Laki-laki yang tertular HIV dari dua waria tsb. menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual.

Selain melalui waria penyebaran HIV juga bisa terjadi melalui laki-laki yang suka seks dengan laki-laki. Penyebaran melalui faktor ini pun besar tapi sering luput dari perhatian (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/19/fenomena-laki-laki-suka-seks-laki-laki-dalam-epidemi-aids/).

Agar mata rantai penyebaran HIV melalui waria bisa diputus maka perlu ada intervensi. Sayang, dalam Perda Kota Palembang …. tidak ada pasal yang konkret tentang pencegahan HIV di kalangan waria (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/04/21/menyoal-kiprah-perda-aids-palembang/). ***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline