Judul berita ini “Ada 85 Penderita HIV/AIDS Baru di Batam” (Tribunnews Batam, 17/4- 2011) menunjukkan pemahaman yang tidak komprehensif terkait dengan epidemi HIV. Yang disebut 85 itu bukan penderita baru atau baru tertular HIV. Mereka adalah orang yang sudah lama tertular, minimal tiga bulan, tapi baru terdeteksi.
Dalam tes HIV dengan reagent ELISA yang mencari antibody HIV pada tes darah akan efektif jika yang dites sudah tertular HIV minimal tiga bulan.
Yang jadi persoalan adalah: Apakah 85 orang yang terdeteksi itu mempunyai pasangan, suami atau istri? Kalau ya, maka jumlah yang mengidap HIV tentu dua kali lipat yaitu 170. Kalau ada dari pasangan itu sebagai istri maka ada pula risiko penularan (vertikal) kepada bayi yang dikandungnya. Angka akan bertambah lagi.
Kasus HIV/AIDS di Batam akan bertambah lagi kalau ada di antara yang 85 itu laki-laki ‘hidung belang’. Mereka akan menularkan HIV kepada perempuan lain, misalnya pekerja seks komersial (PSK) atau perempuan lain baik melalui pernikahan maupun perselingkuhan.
Dikabarkan: “Laju penyebaran HIV/Aids, di Kota Batam belum juga dapat terbendung. Butuh kerja keras dan peran serta semua institusi yang berkaitan dalam meminimalisir peningkatan penyebaran virus yang telah menyababkan kematian 23 orang sepanjang periode Januari hingga Maret 2011 ini.”
Penduduk yang meninggal terkait dengan AIDS diperkirakan tertularHIV antara tahun 1996 dan 2006 karena masa AIDS terjadi setelah seseorang tertular HIV antara 5 dan 15 tahun sebelumnya (Lihat Gambar 1).
Gambar 1. Kemungkinan Priode Penularan pada Kasus 23 Kematian
Selama penanggulangan tidak memakai cara-cara yang konkret, maka selama itu pula penyebaran HIV akan terus terjadi. Perda Prov Kep Riau No 15/2007 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS dan IMS di Provinsi Kepulauan Riau tidak bisa diandalkan karena tidak perpijak pada fakta (cara-cara penularan dan pencegahan yang konkret) tapi mengedepankan moral dan agama (Lihat: http://sosbud.kompasiana.com/2010/11/24/menakar-efektivitas-perda-aids-provinsi-kepulauan-riau/).
Data dari Sekretariat Komisi Penanggulangan Aids Kota Batam, menyebutkan penduduk Batam yang terdeteksi HIV pada triwulan pertama 2011 sebanyak 85. Kepala Sekretariat KPA Kota Batam, Pieter P. Pureklolong, mengatakan: “… angka tersebut bukanlah jumlah riil penderita HIV/Aids yang ada di lapangan.”
Pieter benar karena epidemi HIV erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi hanya bagian kecil (puncak gunung es yang menyemul ke atas permukaan air laut) dari kasus yang ada di masyarakat (bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut). Tapi, tidak ada rumus yang bisa menghitung kasus yang tidak terdeteksi berdasarkan kasus yang terdeteksi (Lihat Gambar 2).
Gambar 2. Fenomena Gunung Es pada Epidemi HIV
Laki-laki beristri penduduk Singapura yang ‘piknik’ ke wilayah Riau dan Kep Riau diwajibkan tes HIV setelah pulang ke Singapura (Lihat: http://sosbud.kompasiana.com/2010/10/07/batam-bisa-jadi-%E2%80%9Dpintu-masuk%E2%80%9D-epidemi-hivaids-nasional/).
Maka, yang harus dilakukan oleh Pemkot Batam dan KPA Kota Batam adalah mendeteksi kasus-kasus yang belum terdeteksi di masyarakat. Soalnya, orang-orang yang sudah mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi akan menjadi mata rantai penyebaran HIV.
Kasus-kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi akan menjadi ‘bom waktu’ ledakan AIDS di masa yang akan datang. ****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H