Mengait-ngaitkan penyebaran HIV dengan ‘pergaulan bebas’ dan pelacuran terus saja terjadi. Simak pernyataan dalam berita ini: “Perkembangan virus mematikan HIV/AIDS di Bangka Belitung mengkhawatirkan. Pergaulan bebas serta prostitusi yang menjamur menjadi alasan terus tumbuh.: (Perkembangan HIV/AIDS Mengkhawatirkan, bangkapos.com, 7/4-2011).
Yang menjadi mata rantai penyebaran HIV bukan ‘pergaulan bebas’ dan prostitusi tapi orang-orang, dalam hal ini penduduk Bangka Belitung, asli atau pendatang, yang sudah mengidap HIV. Penyebaran HIV terus terjadi karena banyak orang yang sudah tertular HIV tidak menyadari dirinya sudah mengidap HIV karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik mereka. Tanda-tanda yang terkait dengan AIDS baru mulai muncul antara 5-15 tahun setelah tertular HIV (Lihat Gambar 1).
[caption id="attachment_101969" align="aligncenter" width="417" caption="Gambar 1. Masa Jendela dan Masa AIDS pada Epidemi HIV"][/caption]
Akibatnya, pada rentang waktu antara 5 dan 15 tahun orang-orang yang sudah mengidap HIV tapi tidak terdeteksi menularkan HIV kepada orang, lain terutama melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah. Juga tidak mereka sadari.
Data terakhir di Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Bangka Belitung menunjukkan tahun 2010 kasus kumulatif HIV/AIDS mencapai 110 yang terdiri atas 80 HIV dan 30 AIDS dengan kematian 27. Menurut Pari Pusta, Koordinator Program KPA Bangka Belitung, “angka ini membuat posisi Bangka Belitung sudah keluar dari sepuluh besar dari segi penderita HIV/AIDS. Meskipun demikian ini tetap mengkhawatirkan karena pertumbuhannya ada.”
Pertanyaan untuk Pari adalah: Apakah kegiatan survailans tes HIV dan klinik tes HIV dengan konseling, dikenal sebagai klinik VCT, serta program pencegahan dari-ibu-ke-bayi pada perempuan hamil sudah merata di seluruh wilayah Bangka Belitung? Ancaman ‘ledakan’ AIDS di Babel bukan tidak mungkin terjadi (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/09/18/membaca-peringkat-prov-bangka-belitung-dalam-kasus-aids-nasional/).
Kalau jawabannya TIDAK, maka angka yang dilaporkan hanyalah sebagian kecil dari kasus yang ada di masyarakat. Deerah-daerah lain yang terus bertambah kasus kumulatif HIV/AIDS-nya terjadi karena kegiatan dilakukan gencar sehingga banyak yang menjalani tes. Lagi pula pada epidemi HIV dikenal fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi (puncak gunung es yang menyembul ke atas permukaan air laut) hanya sebagian kecil dari kasus yang ada di masyarakat (bongkahan es yang ada di bawah permukaan air laut). Lihat Gambar 2.
[caption id="attachment_101970" align="aligncenter" width="417" caption="Gambar 2. Fenomena Gunung Es pada Epidemi HIV"][/caption]
KPA Bangka Belitung boleh-boleh saja menepuk dada karena tidak masuk dalam peringkat 10 besar secara nasional, tapi yang perlu diingat adalah kasus-kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi akan menjadi ‘bom waktu’ ledakan AIDS kelak di Bangka Belitung. Daerah yang banyak mendeteksi kasus HIV/AIDS berarti sudah memutus mata rantai penyebaran HIV sebanyak kasus yang terdeteksi.
Masih menurut Pari,saat ini tren penularan yang ditemui dari hasil jangkauan KPA dengan sejumlah kelompok atau pun forum seperti IWA Babel, kelompok gay dan sebagainya penularan HIV lebih kepada hubungan seks.
Secara lokal, nasional, regional dan global faktor risiko (mode of transmission) terbanyak adalah melalui hubungan seksual yang tidak memakai kondom di dalam dan di luar nikah.
Program KPA Babel yang mendekatkan kondom ke masyarakat melalui ‘ATM Kondom’ justru ditentang habis-habisan (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/08/ancaman-%E2%80%98ledakan%E2%80%99-aids-di-prov-bangka-belitung/).
Waluapun banyak kasus terdeteksi pada kalangan remaja di pengguna narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya) itu terjadi karena pengguna narkoba wajib tes HIV jika henak menjalani rehabilitasi.
Sebaliknya, kasus HIV/AIDS di kalangan dewasa, terutama laki-laki ‘hidung belang’, tidak bisa terdeteksi karena tidak ada mekanisme untuk mendeteksi HIV/AIDS di kalangan dewasa. Mereka inilah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV.
Menurut Pari: "Yang menjadi salah satu penyebab menularnya HIV/AIDS di Babel ini lebih kepada heteroseks yang terjadi di masyarakat. Mulai merebaknya seks bebas, seks menyimpang, apalagi banyak PSK di tempat lokalisasi terselubung."
‘Seks bebas’ dan ‘seks menyimpang’ adalah jargon moral yang menyesatkan jika dikaitkan dengan penularan HIV karena tidak ada kaitannya secara langsung dengan penularan HIV (Lihat: http://sosbud.kompasiana.com/2011/03/02/%E2%80%98seks-bebas%E2%80%99-jargon-moral-yang-menyesatkan-dan-menyudutkan-remaja/).
Yang mempengaruhi penularan HIV melalui hubungan seksual bukan sifat hubungan seksual, tapi kondisi (saat terjadi) hubungan seksual (Lihat Gambar 3).
[caption id="attachment_101972" align="aligncenter" width="463" caption="Gambar 3. Kaitan antara Sifaf dan Kondisi Hubungan Seksual pada AIDS"][/caption]
Yang perlu dingat adalah yang menularkan HIV kepada pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi yang terselubung atau tidak terselubung justru laki-laki dewasa penduduk lokal, asli atau pendatang. Kemudian ada lagi lakai-laki dewasa penduduk lokal, asli atau pendatang, yang tertular HIV dari PSK.
Mereka itulah, yang menularkan HIV kepada PSK dan yang tertular HIV dari PSK, yang menjadi mata rantai penyebaran HIV. Buktinya dapat dilihat pada kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga.
Yang sering luput dari perhatian adalah ada kesan PSK hanya yang ada di jalanan atau lokasi terselubung atau tidak terselubung. Padahal, ada PSK tidak langsung yaitu PSK tidak langsung (‘cewek bar’, ‘cewek disko’, ‘anak sekolah’, ‘mahasiswi’, ‘cewek SPG’, ‘ibu-ibu rumah tangga’, selingkuhan, WIL, dll.). Di Sulsel, misalnya, penyebaran HIV justru didorong oleh PSK tidak langsung (Lihat: http://sosbud.kompasiana.com/2010/10/18/aids-di-sulawesi-selatan-didorong-psk-tidak-langsung/).
Selama penanggulangan HIV/AIDS tidak dilakukan dengan cara-cara yang konkret, maka selama itu pula penyebaran HIV akan terjadi. Hasilnya? Pemprov Babel tinggal menunggu ‘panen’ ledakan AIDS. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H