Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

AIDS ‘Menyerang’ Kota Padangsidimpuan, Sumatera Utara

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

HIV/AIDS serang Padangsidimpuan.” Ini judul berita di Harian “Waspada”, Medan (25/11-2010). Disebutkan: Pada 2010, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Padangsidimpuan telah mengidentifikasi tiga kasus penyakit mematikan HIV/AIDS. Dua korban telah meninggal, seorang lagi masih menjalani perobatan.

Lagi-lagi pernyataan yang ngawur. Sampai sekarang belum ada dilaporkan kasus kematian karena HIV dan AIDS. Kematian pada orang-orang yang tertular HIV pada masa AIDS (antara 5 – 15 tahun setelah tertular HIV) terjadi karena penyakit-penyakit lain yang disebut infeksi oportunistik, seperti diare, TB, dll. Informasi tentang HIV dan AIDS sudah tersebar luas tapi wartawan yang menulis berita ini masih berkutat dengan informasi yang salah. HIV sebagai virus tidak menyerang tapi menular. Penularannya pun melalui cara-cara yang sangat spesifik.

Kadinkes Kota Padangsidimpuan, Doria Hafni Lubis, mengatakan: "Dua korban meninggal itu sebenarnya bukan terjangkit HIV/AIDS di Padangsidimpuan. Namun keduanya selama ini merantau di Batam dan Surabaya."

Ada beberapa pertanyaan terkait dengan pernyataan Kadinkes ini.

Pertama, apakah dua penduduk yang meninggal itu menjalani tes HIV sebelum merantu ke Batam dan Surabaya? Kalau jawabannya TIDAK, maka ada kemungkinan mereka tertular di Padangsidimpuan atau tempat lain.

Kedua, berapa tahun mereka tinggal di Batam dan Surabaya? Kalau mereka merantu di bawah lima tahun maka ini pun membuktikan mereka tidak tertular HIV di Batam dan Surabaya. Soalnya, masa AIDS secara statistic baru terjadi setelah tertular HIV antara 5 dan 15 tahun sebelumnya.

Ketiga, jika kedua penduduk yang meninggal itu mempunyai pasangan maka Dinkes perlu mendekati mereka secara baik agar mau menjalani tes HIV. Akan lebih baik kalau ada LSM karena sudah berpengalaman menjangkau kalangan yang berisiko tertular HIV.

Disebutkan pula: “…. etika tingkat penyakitnya sudah stadium tinggi atau akut, keduanya pulang kampung ke Padangsidimpuan dan akhirnya meninggal dunia.” Apakah mereka langsung berobat ke rumah sakit ketika pulang ke kampung? Apakah di Padangsidimpuan sudah ada fasilitas tes HIV? Jika belum ada, dari mana diketahui status HIV mereka?

Kadinkes menolak memberikan alamat Odha (Orang dengan HIV/AIDS) yang sudah meninggal dan yang masih menjalani perawatan itu kepada wartawan. Ini sikap terpuji karena menyangkut catatan medis (medical record) yang merupakan hak pasien dan sumpah jabatan dokter. Semua jenis penyakit merupakan rahasia. Bisa dipublikasikan hanya dengan izin ybs. atau perintah hakim melalui sidang pengadilan.


Disebutkan pula: “Berkenaan dengan kasus HIV/AIDS tersebut, Pemko Padangsidimpuan melalui Dinkes telah mencanangkan program Pelacakan Kasus Penyakit Menular (PKPM) seperti HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya.” Ini tidak benar karena merupakan perbuatan yang melawan hukum dan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia (HAM).

Yang perlu dilakukan adalah meningkatkan penyuluhan dan mendekatkan fasiltas tes dengan konseling (dikenal sebagai Klini VCT) ke masyarakat. Di banyak daerah cara ini membuahkan hasil karena banyak kasus terdeteksi melalui Klinik VCT. Celakanya, Pemkot Padangsidimpuan ternyata belum memilik Klinik VCT.

Kabid Pengendalian Masalah Kesehatan (PMK), Masrianti Khairani, mengatakan langkah awal yang akan dilakukan pada program ini, yakni mendata seluruh masyarakat yang diduga terjangkit virus mematikan itu. Lagi-lagi inicara yang tidak tepat karena akan menimbulkan fitnah. Bagaimana cara yang akan dilakukan oleh Dinkes untuk menduga setiap orang yang sudah mengidap HIV?

Disebutkan pula: “Dinkes akan memeriksa darah dan menanyakan latar belakang kehidupan setiap warga yang diperiksa.” Ini tidak tepat karena pemeriksaan darah tidak bisa diwajibkan kepada semua orang. Untuk tes HIV pun harus sukarela.

Jika Pemkot Padangsidimpuan, dalam hal ini Dinkes Kota Padangsidimpuan, tidak menjalankan program yang konkret dalam menanggulangi epidemi HIV maka ‘Kota Salak’ akan menghadapi masalah besar karena kasus-kasus HIV dan AIDS yang tidak terdeteksi akan menjadi ‘bom waktu’ ledakan AIDS di masa yang akan datang.

Mobilitas penduduk Kota Padangsidimpuan yang sangat tinggi akan menjadi pemicu epidemi HIV jika ada penduduk yang perilaku seksualnya berisiko, yaitu sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK. Penduduk yang tertular HIV di luar Padangsidimpuan akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di Padangsidimpuan. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline