Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Penanggulangan Epidemi HIV di Kota Jayapura Dilakukan di Hilir

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

12 Ibu Hamil Terinfeksi HIV-AIDS.” Ini judul berita di www.jpnn.com (3/12-2010). Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Jayapura, Binton Nainggolan, mengatakan: Kasus HIV/AIDS di Kota Jayapura dilaporkan 1,592. Dari 1.592 kasus yang diperoleh dari VCT di rumah sakit dan Puskesmas di Kota Jayapura hingga Oktober 2010, terdeteksi 12 ibu hamil yang tertular HIV.

Tapi, dalam berita tidak dijelaskan apa yang dilakukan KPA Kota Jayapura terhadap suami ibu-ibu yang hamil itu. Jika 12 suami ibu-ibu yang hamil itu mempunyai pasangan seks lain, laki-laki dan perempuan, maka penyebaran HIV di Kota Jayapura tentulah besar. Selama suami ibu-ibu rumah tangga yang hamil itu tidak ditangani maka selama itu pula suami-suami itu menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal di masyarakat.

Binton mengungkapkan telah tercipta komitmen antara KPA dan DPRD Kota Jayapura berupa Pencanangan Peningkatan Program Perawatan, Dukungan dan Pengobatan bagi yang yang sudah terdeteksi HIV danAIDS.

Ini menunjukkan penanggulangan di Kota Jayapura dilakukan di hilir. Artinya, KPA Kota Jayapura hanya menunggu penduduk yang sudah terdeteksi HIV. Ini kegiatan pasif (lihat: Syaiful W. Harahap, Penanggulangan AIDS di Indonesia (Hanya) Dilakukan di Hilir, http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/09/penanggulangan-aids-di-indonesia-hanya-dilakukan-di-hilir/)

Pada saat yang sama penyebaran HIV secara horizontal terus terjadi. Di lokalisasi Tanjung Elmo (populer sebagai ‘Turki’, turunan kiri, karena dari arah Jayapura lokalisasi ini belok kiri tutun ke tepi Danau Sentani) laki-laki asli lokal enggan memakai kondom. “Ah, mereka (maksudnya laki-laki lokal-pen.) tidak mau pakai kondom,” kata seorang pekerja seks komersial (PSK) asal Jawa Timur.

‘ATM Kondom’ yang ada di lokalisasi itu pun bagaikan ‘pajangan’ karena jarang dimanfaatkan oleh laki-laki. Tanpa disadari laki-laki lokal PSK yang ‘beroperasi’ di ‘Turki’ umumnya PSK yang sudah malang-melintang di dunia pelacuran. Memang, di ‘Turki’ mereka ‘barang baru’. Baru datang (karena pindah dari lokasi atau lokalisasi pelacuran lain).

Jika KPA Kota Jayapura hanya menanggulangi epidemi HIV di hilir maka penularan (hulu) akan terus terjadi. Pada Perda Kota Jayapura No 7/2006 tentang Pencegahan dan Penanggulangan IMS, HIV dan AIDS tidak ada cara pencegahan yang konkret.

Pada pasal 2 ayat 2 huruf d disebutkan: Pemerintah Kota menetapkan kebijakan menjamin efektivitas usaha pencegahan dan penanggulangan IMS/HIV/AIDS guna melindungi setiap orang dari IMS/HIV termasuk kelompok rawan dengan mengembangkan jaringan untuk mengembangkan pelaksanaan penggunaan kondom 100% dan alat steril dilingkungan kelompok perilaku resiko tinggi.

Program di atas merupakan ‘jiplakan’ dari program ‘wajib kondom 100 persen’ pada hubungan seksual di lokasi dan lokalisasi pelacuran serta rumah border di Thailand. Persoalannya adalah Thailand mengembangkan program itu dengan pemantauan yang konkret. Berbeda dengan Perda AIDS Jayapura yang tidak memberikan cara yang konkret untuk memantau kewajiban memakai kondom.

Kalau saja Pemkot Jayapura menerapkan cara-cara yang konkret untuk memantau kewajiban memakai kondom di lokalisasi ‘Turki’ akan berdampak luas terhadap upaya menurunkan kasus infeksi HIV baru di kalangan dewasa laki-laki lokal.

Caranya yang dilakukan di Thailand adalah memberikan sanksi, berupa teguran dan pencabutan izin usaha, kepada germo atau mucikari jika ada PSK anak buahnya yang terdeteksi mengidap IMS (infkeksi menular seksual, seperti GO, sifilis, klamidia, hepatitis B, dll.) melalui survailans rutin.

Dalam Perda AIDS Jayapura tidak ada pasal yang akurat tentang pemantauan kewajiban memakai kondom. Bahkan, pada pasal 8 disebutkan: Bagi setiap Pemegang Izin Tempat Usaha Bar, Hotel, Salon, Restoran dan Panti Pijat dilarang untuk tidak menjadikan Tempat Usahanya dan atau membuka kesempatansebagai Tempat Praktek Seks Komersial.

Ini membuat pengawasan terhadap program 100 persen kondom tidak bisa jalan. Yang terjadi, seperti di Kab Merauke, Papua, justru menghukum PSK yang diduga melayani laki-laki yang tidak memakai kondom. Pemkab dan KPAD Merauke tidak memahami kalau satu PSK ’hilang’ akan digantikan puluhan PSK dalam hitungan menit. Tapi, kalau izin usaha yang dicabut maka memerlukan waktu untuk mengurus izin baru sehingga tidak terjadi transaksi seks di tempat itu selama izin dibebukan.

Kalau saja Pemkot Jayapura dan KPA Jayapura memusatkan perhatian pada upaya ’pemaksaan’ pemakaian kondom terhadap laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK di ’Turki’ maka penanggulangan di hulu pun bisa dilakukan. ***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline