Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Penyebaran HIV di Kabupaten Gresik

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

"Pengidap HIV/AIDS di Gresik Meningkat, 40 Orang Meninggal." Ini judul berita di Harian "Surabaya Post", 13/11-2010. Data terakhir di Dinas Kesehatan menunjukkan kasus HIV/AIDS di Kab Gresik, Jawa Timur, 125 dengan kasus kematian 40. Ma'ruf Syahroni, Kepala Dinkes Kabupaten Gresik, mengatakan pihaknya belum bisa memastikan jumlah penderita di Kab Gresik.

Ada fakta yang luput dari perhatian wartawan yang menulis berita ini,yaitu: Sebagian besar penyebabnya akibat enularan dari ayah atau ibu kandung. Fakta ini merupakan realitas sosial yang luput dari perhatian banyak kalangan. Jika seseorang, terutama bayi, terdeteksi HIV-positif maka sudah ada dua kasus lain yang menyertainya yaitu ayah dan ibu bayi tsb. Maka, angka kasus kumulatif HIV/AIDS di Kab Gresik jauh lebih besar dari 125.

Selain itu kasus kematian 40 penduduk terkait dengan AIDS pun merupakan fenomena karena sebelum mereka meninggal mereka sudah menularkan HIV kepada orang lain tanpa mereka sadari. Seseorang yang tertular HIV memerlukan waktu antara 5-15 tahun untuk mencapai masa AIDS dan kematian. Maka, pada rentang waktu itulah terjadi penularan secara horizontal antar penduduk, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Jika di antara 40 yang meninggal itu ada pekerja seks komersial (PSK) maka angka kasus HIV/AIDS di Kab Gresik jelas jauh lebih besar karena seorang PSK rata-rata meladeni tiga laki-laki. Maka, seorang PSK sudah melayani ratusan laki-laki penduduk asli atau pendatang di Gresik. Laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat.

Jika Pemkab Gresik bersikap pasif dengan hanya menunggu kasus terdeteksi maka kasus-kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi akan menjadi 'bom waktu' ledakan AIDS.

Disebutkan: "Kita sudah berupaya melakukan berbagai cara untuk pencegahannya. Tetapi kebanyakan penderita malu berobat, karena khawatir diketahui orang banyak jika dirinya terinveksi HIV." Ini tidak akurat karena orang-orang yang sudah tertular HIV, penduduk asli atau pendatang, tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik mereka.

Disebutkan pula: ' .... para pengidap memberanikan diri melakukan pemeriksaan, sehingga dapat mencegah penularannya.' Ya, mereka tidak menyadari dirinya sudah mengidap HIV. Ini persoalan besar dalam epidemi HIV.

Untuk itulah diperlukan penyuluhan yang konsisten dengan materi HIV/AIDS yang akurat. Soalnya, selama ini materi informasi HIV/AIDS dibalut dengan norma, moral dan agama sehingga masyarakat tidak mengetahui cara-cara penularan dan pencegahan yang akurat. Materi HIV/AIDS yang dibalut dengan norma, moral dan agama hanya menghasilkan mitos (anggapan yang salah).

Jika Pemkab Gresik tetap mengedepankan norma, moral dan agama untuk menyampaikan informasi HIV/AIDS maka selama itu pula masyarakat tidak menyadari bahwa perilaku mereka berisiko tinggi tertular HIV.

Kasus-kasus HIV/AIDS akan terdeteksi pada masa AIDS karena mereka sudah sakit. Ini menunjukkan sebelum terdeteksi mereka sudah menularkan HIV kepada orang lain. Celakanya, yang tertular pun tidak menyadari dan semuanya menjadi 'bom waktu' ledakan AIDS. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline