Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Menanti ‘Ledakan’ AIDS di Kota Cirebon

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

"600 Pelacur di Cirebon, Layani 11 Ribu Pelanggan." Ini judul berita di Harian "Pos Kota" (3/3-2010). Disebutkan: "Kota Cirebon yang dikenal sebagai Kota Wali, ternyata ‘menyimpan' 1. 600 pelacur alias pekerja seks komersil (PSK) yang gentayangan mencari mangsa. Dari jumlah tersebut, diperkirakan ada sekitar 11 ribu pelanggan (hidung belang) yang senantiasa mencari keberadaan para pelacur tersebut."

Pernyataan ‘PSK gentayangan mencari mangsa' tidak akurat karena yang mencari dan mendatangi PSK adalah laki-laki. Dalam berita disebutkan ‘pelanggan (hidung belang) yang senantiasa mencari keberadaan para pelacur tersebut'. Tapi, karena wartawan yang menulis berita ini memakai moralitas dirinya maka yang muncul pun tidak objektif.

Dengan fakta 11.000 laki-laki pelanggan PSK, maka laki-laki inilah yang menjadi mata jembatan dan penyebaran HIV secara horizontal di masyarakat. Laki-laki yang mempunyai istri akan menularkan HIV kepada istrinya, pasangan seks lainnya atau PSK lain (horizontal). Jika istrinya tertular HIV maka ada pula risiko penularan kepada bayi yang dikandungnya kelak (vertikal).

Celakanya, sorotan hanya ditujukan kepada PSK. Padahal, yang menularkan HIV kepada PSK adalah laki-laki yang dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai penduduk Kota Cirebon yang berkerja sebagai pegawai, karyawan, wartawan, mahasiswa, sopir, nelayan, petani, perampok, dll. Fakta ini luput dari perhatian karena HIV dan AIDS dikait-kaitkan dengan norma, moral dan agama sehingga yang muncul hanya mitos (anggapan yang salah).

Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Cirebon, Sri Maryati, mengatakan, pihaknya selalu melakukan pemantauan, terutama kaitannya dengan antisipasi penyebaran HIV. Pemantauan itu dilakukan secara berkala ke setiap PSK dengan harapan ada upaya dari mereka untuk terus melakukan pemeriksaan kesehatan, di antaranya senantiasa menggunakan kondom saat ‘bekerja'.

Cara yang dilakukan KPA Kota Cirebon ini tidak komprehensif karena mobilitas PSK yang sangat tinggi sehingga setiap saat PSK yang ‘beroperasi' di Cirebon silih berganti. Pemeriksaan kesehatan terhadap PSK pun tidak akan berdampak terhadap penanggulangan HIV karena tes HIV terkait dengan masa jendela. Jika PSK itu dites di bawah tiga bulan setelah mereka tertular HIV maka hasilnya bisa negatif palsu (antibody HIV tidak terdeteksi di darah mereka). Akibatnya, mereka dianggap tidak mengidap HIV sehingga penyebaran HIV terus terjadi.

Tentang pemakaian kondom pun bukan PSK yang dipaksa, tapi laki-laki pelanggannya. Sayang, tidak ada mekanisme untuk memaksa laki-laki ‘hidung belang' memakai kondom setiap kali sanggama dengan PSK.

Dalam Perda Kota Cirebon No 1/2010 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS tidak ada pasal yang komprehensif sebagai langkah penanggulangan epidemi HIV di Kota Cirebon (lihat: Menyibak Langkah Perda AIDS Kota Cirebon di http://www.kompasiana.com/dashboard/write?edit&pid=23716). Pada Pasal 20 disebutkan: "Setiap orang yang melakukan hubungan seksual beresiko wajib melakukan upaya pencegahan yang efektif dengan cara menggunakan kondom." Tapi, tidak ada mekanisme yang akurat dalam menerapkan pasal ini.

Tanpa penanggulangan yang komprehensif penyebaran HIV di Kota Ciebon akan terus terjadi. Kasus-kasus HIV dan AIDS yang tidak terdeteki di masyarakat akan menjadi ‘bom waktu' ledakan AIDS di masa yang akan datang.

Apakah Pemkot Cirebon menunggu AIDS meledak dahulu baru bertindak dengan program yang konket? Jawabannya terpulang kepada Pemkot dan DPRD Kota Cirebon. ***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline