Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Ancaman ‘Ledakan’ AIDS di Prov Bangka Belitung

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

“Hizbut Tahrir Tolak Outlet Kondom”. Ini judul berita ANTARA dan gatra.com (7/10-2010). Disebutkan: “Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Provinsi Bangka Belitung (Babel), menolak kebijakan pemerintah untuk membuka outlet kondom di provinsi itu karena dikhawatirkan akan melegalkan prostitusi dan seks bebas.”

Ini hanya asumsi karena tanpa kondom pun kegiatan prostitusi tetap terjadi di berbagai tempat di Nusantara dan belahan dunia. Bahkan, fakta menunjukkan laki-laki ’hidung belang’ enggan memakai kondom jika melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) dengan 1001 macam alasan. Maka, tidak ada kaitan langsung antara prostitusi dengan kondom.

Begitu pula dengan ’seks bebas’. Kalau ’seks bebas’ diartikan sebagai zina yaitu hubungan seksual dengan PSK atau dengan perempuan yang bukan istri maka tidak ada pula kaitannya secara langsung dengan kondom.Tanpa kndom pun ’seks bebas’ akan terus terjadi di berbagai tempat dan sembarang waktu.


Ketua Harian HTI Babel, Sofyan Rudianto, mengatakan: ” .... jika ini (outlet kondom-pen.) dilaksanakan akan menimbulkan persepsi lain yang justru mengarah pada pelegalan lokalisasi dan seks bebas.” Ini asumsi. Tidak ada satu negara pun di dunia ini yang melegalkan prostitusi secara de jure.

Lokalisasi ’diizinkan’ di beberapa daerah dan negara terkait dengan aspek kesehatan masyarakat. Pekerja seks komersial (PSK) dilokalisir agar bisa dikontrol sehingga tidak menjadi sumber penyebaran penyakit seperti IMS (infeksi menular seksual yaitu penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, seperti GO, sifilis, klamidia, hepatitis B, dll.) dan HIV ke masyarakat.

Disebutkan pula oleh Sofyan: ” .... jika program ini dijalankan efeknya akan meluas kepada remaja dan masyarakat, karena akses mendapatkan kondom ini mudah dan memungkinkan terjadinya seks bebas di kalangan remaja.” Terkait dengan epidemi HIV yang mengkhawatirkan justru kalangan dewasa karena jika mereka tertular HIV maka mereka akan menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal. Mereka menularkan HIV kepada istrinya, pasangan seksnya, dan PSK.


Disebutkan pula oleh Sofyan: "Butuh solusi yang komprehensif dan ketegasan pemerintah untuk menutup lokalisasi, dan harus ada Undang-Undang atau hukum yang mengatur seks bebas yang selama ini kami melihat pemerintah tidak tegas untuk menutup lokalisasi."Di negara yang menjadikan kita suci sebagai UUD dan tidak ada lokalisasi pelacuran, seperti Arab Saudi, sudah dilaporkan lebih dari 13.000 kasus AIDS. Kalau ’seks bebas’ diartikan zina, maka di KUHP sudah ada pasal yang mengaturnya.

Lagi pula biar pun tidak ada lokasi atau lokalisasi pelacuran serta hiburan malam tidak bisa menjadi jaminan bahwa di Babel tidak ada (praktek) pelacuran. Setiap saat terjadi (praktrek) pelacuran di mana-mana, di losmen, hotel, rumah, kos-kosan, taman, dll.

Sudah saatnya paradigma tentang pelacuran dibalik. Bukan lokasi atau lokalisasi dan PSK yang diobrak-abrik, tapi perilaku laki-laki yang harus berubah agar tidak melakukan (praktek) pelacuran di Babel atau di luar Babel. Apakah norma, moral, agama dan hukum bisa menjamin semua penduduk Babel tidak melakukan zina dalam bentuk pelacuran, perselingkuhan, WIL dan PIL, dll.?


Disebutkan pula: "HTI menawarkan kepada KPA untuk bersama menanggulangi penyebaran HIV/AIDS dengan membantu KPA untuk sosialisasi maupun pemberantasan di Babel, agar tidak menyebar luas kepada masyarakat." Sayang, dalam berita tidak dijelaskan apa cara yang konkret dilakukan oleh HTI untuk menanggulangi HIV/AIDS.


Sekretaris KPA Babel, Sahirman Jumli,mengatakan: "Untuk Babel tidak ada program outlet atau ATM kondom, karena tidak sesuai dengan agama dan dampaknya akan meluas." Pernyataan ini tidak layak disampaikan oleh petinggi KPA karena bermuatan moral, sedangkan HIV/AIDS adalah fakta medis.

Sekretaris KPA mengatakan: "Kami hanya melakukan sosialisasi dampak dari seks bebas itu akan terkena penyakit HIV/AIDS, untuk mencegah keburukan yang lebih besar kita sosialisasikan menggunakan kondom jika berhubungan intim." Ini lagi-lagi mitos karena tidak ada kaitan langsung antara penularan HIV dengan ’seks bebas’.

Penularan HIV melalui hubungan seksual bisa terjadi di dalam dan di luar nikah jika salah satu dari pasangan itu HIV-positif dan laki-laki tidak memakai kondom.

Penduduk Babel yang berisiko tertular HIV adalah orang-orang yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks langsung (pekerja seks di lokalisasi pelacuran, losmen, hotel, dll.) dan pekerja seks tidak langsung (’cewek bar’, ’cewek kampus’, ’anak sekolah’, WIL dan PIL, perempuan pemijat di panti pijat plus-plus, dll.), serta pelaku kawin cerai.

Nah, apakah HTI dan KPA bisa menjamin penduduk Babel tidak melakukan hal di atas? Kalau jawabannya YA, maka tidak ada masalah. Tapi, kalau jawabannya TIDAK maka ada masalah besar terkait dengan HIV/AIDS di Babel.

Kasus-kasus HIV/AIDS di masyarkat Babel yang tidak terdeteksi akan menjadi ’bom waktu’ ledakan AIDS. Apakah Babel menunggu ledakan AIDS dulu baru bertindak konkret? ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline