Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Membaca Peringkat Prov Bangka Belitung dalam Kasus AIDS Nasional

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Babel Peringkat 7 Penderita HIV/AIDS.” Ini judul berita di tribunnews.com (12/9-2010). Disebutkan: “Provinsi Babel merupakan peringkat ke 7 dari 33 provinsi yang ada di Indonesia dalam urutan penderita HIV dan AIDS.”

 

Kasus AIDS yang dilaporkan Kemenkes setiga tiga bulan adalah angka kumulatif yaitu kasus lama ditambah dengan kasus baru. Begitu seterusnya. Angka-angka itu berdasarkan laporan resmi dari daerah. 

 

Angka yang dilaporkan tidak menggambarkan kondisi ril tentang kasus HIV dan AIDS di masyarakat karena tidak semua penduduk yang berperilaku berisiko tinggi tertular HIV sudah menjalani tes HIV. Jumlah penduduk yang tertular HIV sejalan dengan jumlah penduduk yang perilaku seksnya berisiko.

 

Penduduk yang berisiko tertular HIV adalah laki-laki dan perempuan yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering bergani-ganti pasangan, seperti pekerja seks langsung (pekerja seks di lokalisasi pelacuran) dan pekerja seks tidak langsung (cewek bar, pemijat di panti pijat, ‘cewek kampus’, ‘anak sekolah’, WIL dan PIL, dll.) serta pelaku kawin-cerai.

 

Zubaidah, konselor HIV/AIDS, mengatakan: “ .... KPA Babel akan mengadakan sosialisasi ke masyarakat untuk menghindari virus HIV/AIDS ini.” Persoalannya adalah: Apakah KPA Babel akan menyampaikan materi informasi HIV/AIDS yang akurat?

 

Soalnya, selama ini informasi tentang HIV/AIDS yang disebarluaskan ke masyarakat selalu dibalut dengan norma, moral dan agama sehingga faka medis HIV/AIDS hilang. Akibatnya, masyarakat tidak mengetahui cara-cara penularan dan pencegahan HIV yang akurat. Misalnya, mengait-ngaitkan penularan HIV dengan zina, melacur, ‘jajan’, selingkuh, dan homoseksual. Penularan HIV melalui hubungan seksual bisa terjadi di dalam dan di luar nikah karena salah satu dari pasangan itu HIV-positif dan laki-laki tidak memakai kondom.

 

.Menurut Zubaidah: "Banyak penderita HIV/AIDS ini terdiri dari mereka yang berperilaku seks bebas serta pengguna narkoba.” Ini tidak akurat. Petama, apa yang dimaksud Zubaidah dengan seks bebas? Kalau ‘seks bebas’ diartikan sebagai zina maka sama sekali tidak ada kaitan lansung antara ‘seks bebas’ dengan penularan HIV. Penulaan HIV melalui hubungan seks bisa terjadi di dalam dan  di luar nikah jika salah satu pasangan itu HIV-positif dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama. Kedua, risiko tertular HIV melalui pengguna narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya) bisa terjadi kalau narkoba dipakai dengan jarum suntik secara bersama-sama dengan bergantian.

Terkait dengan angka kasus AIDS yang dilaporkan Prov Babel ada pertanyaan yang sangat mendasar: Apakah di Babel ada mekanisme untuk mendeteksi penduduk yang sudah tertular HIV? Soalnya, penduduk yang sudah tertular HIV tidak bisa dikenali dari penampilan fisik mereka karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS.

 

Tanda-tanda terkait AIDS baru muncul antara 5 - 15 tahun setelah tertular HIV yang disebut sebagai masa AIDS. Pada rentang waktu antara 5-15 tahun itulah seseoang yang sudah tertular HIV menularkan HIV kepada orang lain tanpa disadarinya.

 

Ada kemungkinan kasus AIDS yang dilaporkan Babel hanya yang terdeteksi di rumah sakit ketika mereka berobat karena sudah mencapai masa AIDS yang ditandai dengan berbagai penyakit, disebut infeksi oportunistik, seperti sariawan, diare, TB, dll. Penyakit ini sangat sulit disebumkan pada orang yang sudah mencapai masa AIDS.

 

Jika kasus yang terdeteksi hanya penduduk yang sudah masuk masa AIDS maka angka itu tidak menggambarkan kasus yang sebenarnya di masyarakat. Epidemi HIV erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi hanya bagian kecil dari kasus yang tersembunyi di masyarakat.

 

Untuk itulah perlu penyuluhan yang gencar agar penduduk yang perilakunya berisiko tertular HIV mau menjalani tes HIV secara sukarela. Semakin banyak kasus terdeteksi maka kian banyak pula mata rantai penyebaran HIV yang diputus. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline