Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

'Mengintip’ (Pemakai) Kondom di Kab. Malang

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Tak Pakai Kondom, Denda Jutaan Rupiah Menunggu." Ini judul berita di Harian "Malang Post" (11/8-2010). Kewajiban memakai kondom tertuang dalam perda-perda AIDS yang ada Indonesia, tapi tidak ada mekanisme yang realistis untuk memantaunya.

Dalam berita disebutkan: "Para mucikari dan pemilik hotel di Kabupaten Malang harus mewaspadai penggunakan kondom di kalangan Pekerja Seks Komersial (PSK). Pasalnya, denda akan diberlakukan bila PSK dibiarkan melayani para hidung belang tanpa menggunakan kondom."

Pertanyaan yang sangat mendasar adalah: Bagaimana cara untuk mengetahui kalau seorang PSK meladeni laki-laki ‘hidung belang' tanpa kondom? Sekretaris Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPA) Kabupaten Malang, Adi Purwanto, memberikan cara seperti ditulis dalam berita itu: "Pokoknya bagi pihak yang mengetahui maupun membiarkan seorang PSK melayani hidung belang tanpa kondom, itu bisa kita denda mencapai Rp 50 Juta."

Tentu saja itu tidak menjawab pertanyaan. Lagi pula ini merupakan ‘kekerasan' terhadap PSK (baca: perempuan) karena terjadi biar gender karena hanya memberikan sanksi terhadap PSK. Padahal, hubungan seks di lokalisasi pelacuran (bisa) terjadi secara segi tiga yaitu: germo, PSK, dan laki-laki ‘hidung belang'.

Pernyataan-pernyataan Sekretaris KPA itu justru mengundang pertanyaan lain: Bagaimana cara ‘pihak' mengetahui dan membiarkan PSK meladeni ‘hidung belang' tanpa kondom?

Pertanyaan belum terjawab. Tapi, Sekretaris KPA lagi-lagi memberikan pernyataan: " .... baik mucikari maupun pihak hotel yang membiarkan ataupun menjadikan hotelnya tempat mesum tanpa mengindahkan Perda tersebut (maksudnya membiarkan laki-laki tidak memakai kondom-pen.) akan ditindak oleh KPA."

Ya, lagi-lagi pertanyaan belum terjawab. Sekretaris KPA itu kembali menyuarakan pernyataannya: "Ini untuk membuat mereka takut agar menyelenggarakan praktek seks yang harus mematuhi kaidah kesehatan. Harus pakai kondom, agar HIV/AIDS tidak menular secara mudah." Pak Sekretaris KPA yth. pernyataan Anda benar, tapi, maaf, bagaimana cara Anda untuk mengetahui PSK meladeni laki-laki tanpa kondom?

Kian banyak pernyataan Pak Sekretaris KPA tambah pula kebingungan dan rententan pertanyaan. Disebutkan pula: "Dengan pengaturan ini, penyebaran HIV/AIDS di Kabupaten Malang dapat dikontrol maupun diredam. Bila dibiarkan, PSK dengan hidung belang tanpa "pengaman" saat melakukan hubungan intim, akan memudahkan penularan penyakit." Ini tidak akurat. Kewajiban memakai kondom bagi laki-laki 'hidung belang' berdasarkan Perda AIDS itu hanya berlaku di lokalisasi di wilayah Kab. Malang.

Tapi, perlu diingat risiko tertular HIV tidak hanya di wilayah Kab. Malang. Bisa saja penduduk Kab. Malang 'rekreasi' (baca: mencari penyaluran birahi) ke kota tetangga, ke ibu kota provinsi, melintas batas provinsi, menyebarang pulau atau ke luar negeri. Penduduk Kab. Malang yang melakukan hubungan seks di dalam atau di luar nikah tanpa kondom dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK dan pelaku kawin-cerai, di luar wilayah Kab. Malang berisiko tertular HIV.

Penduduk Kab. Malang yang tertular HIV di luar daerah atau di luar negeri akan menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal di Kab. Malang. Ini luput dari 'cengkeraman' Perda AIDS Kab. Malang.

Disebutkan lagi: "Satpol PP yang akan menegakkan perdanya nanti. ...." Jika Satpol PP menjadi 'intelijen' atau 'reserse' untuk memata-matai PSK yang meladeni laki-laki tanpa kondom dikhawatirkan akan menyuburkan fitnah. Bisa pula muncul intip-mengintip. Bisa juga penyalahgunaan wewenang karena tidak ada standar prosedur operasi yang baku tentang cara-cara pemantauan yang akurat. Ini bisa membuka peluang bagi Satpol PP atau orang lain untuk ikut berpatisipasi dengan alasan mengamankan Perda dengan cara-cara yang tidak bermoral, seperti mengintip, mengusut, dll.

Semua itu terjadi karena penggunaan kondom di lokalisasi yang dituangkan dalam 38 perda AIDS di seluruh Indonesia 'dijiplak' dari program nasional penanggulangan HIV di Thailand. Ada 'angin sorga' yang bertiup dari program Thailand, yang dikenal sebagai 'wajib kondom 100 persen' di lokalisasi pelacuran dan rumah bordir, yaitu tejadi  penurunan kasus infeksi HIV baru di kalangan laki-laki dewasa.

Program itu pun 'dicangkok' tanpa mengindahkan keutuhan program yang dijalankan Thailand. Penggunaan kondom itu hanya ekor dari serangkaian program yang dijalankan Thailand. Maka, program kondom yang diuangkan di perda-perda kita adalah mengekor ke ekor program (Thailand). Ya, namanya mengekor tentulah tidak akan komprehensif.

Thailand mempunyai mekanisme yang realistis untuk memantau ketaatan pemakaian kondom oleh laki-laki 'hidung belang'. Mereka menjalankan survailans rutin tes IMS (infeksi menular seksual, seperti GO, sifilis, klamidia, hepatitis B, dll.) terhadap pekerja seks. Jika ada pekerja seks yang terdeteksi mengidap IMS maka itu merupakan bukti bahwa dia meladeni laki-laki tanpa kondom. Sanksi diberikan kepada germo mulai dari surat teguran, surat peringatan sampai pencabutan izin usaha.

Tentu saja cara itu tidak bisa diterapkan di Kab. Madang khususnya dan di Indonesia umumnya karena tidak ada germo yang memegang izan usaha secara resmi yang dikelurkan oleh pemerintah daerah.

Lagi pula Thailand sendiri kembali kewalahan karena laki-laki ‘hidung belang' putar otak agar terhindar dari kewajiban memakai kondom. Mereka membawa PSK ke luar lokalisasi atau rumah bordir sehingga kewajiban memakai kondom tidak mengikat lagi. Akibatnya, kasus infeksi HIV baru di kalangan dewasa tidak bisa lagi ditekan. Di Indonesia justru sedang gencar-gencarnya membuat perda untuk mewajibkan pemakian kondom.

Ya, itu terjadi karena kita hanya ‘mencangkok' sebagian program tanpa melihat keutuhan program tersebut. Celakanya, lagi kita ‘mencomot' ekor program sehingga menjadi pengekor dari ekor program. ***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline