Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Rice Estate Untuk Menyelamatkan Subak di Bali

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1396282100320672325

Subak merupakan sebuah bentuk organisasi masyarakat dengan kegiatan yang khusus yaitu mengatur sistem pengairan bagi sawah yang ditanami padi di Pulau Bali.

Sistem pengairan subak ditandai dengan pura yang khusus dibangun oleh petani yang tergabung dalam subak. Pura ini merupakan persembahan bagi dewi kemakmuran dan dewi kesuburan, yang dikenal sebagai Dwi Sri.

Subak yang menjadi pola pengairan sawah dipegang  oleh seorang pemuka adat yang juga petani yang tergabung dalam subak.

Seiring dengan perkembangan teknologi pertanian cara bercocok tanam padi pun mulai berubah, al. karena bibit padi varietas unggul dan pupuk. Celakanya, perubuhan cocok tanam padi berhadapan dengan kendala yang tidak pernah dipikirkan sebelumnya yaitu hama dan ketersediaan air untuk pengairan sawah.

Dua pakar asing, Clifford Geertz dan J. Stephen Lansing secara khusus mempelajari subak. Tahun 1987 Lansing bekerja sama dengan petani-petani Bali untuk mengembangkan model komputer sistem irigasi Subak.

Tahun 2012 UNESCO (Badan PBB untuk Pendidikan dan Kebudayaan) mengakui Subak, Bali Cultur Landscape, sebagai Situs Warisan Dunia.

Setiap tahun 1.000 hektar lahan pertanian dengan pola irigasi subak di Pulau Bali beralih fungsi ke nonpertanian. Inilah yang dilihat Ketua Pusat Penelitian Subak, Universitas Udayana, Denpasar, Prof Dr I Wayan Windia, sebagai ancaman yang sangat serius terkait dengan persediaan pangan, khususnya beras (Antara, 10/4-2013). Menurut Prof Wayan kondisi itu tidak boleh dibiarkan berlarut-larut karena akan berdampak buruk terhadap kemampuan Bali dalam menyediakan beras dan kehancuran subak.

Pengakuan dunia terhadap subak tidak diiringi dengan usaha melestarikan subak. Karena berbagai kendala yang dihadapi petani anggota subak, seperti air yang berkurang dan pajak yang tinggi, banyak petani yang menjual tanahnya untuk keperuan perumahan, vila, hotel, dll.

Alasan petani sangat masuk akal, tapi pemerintah, terutama Pemerintah Provinsi Bali dan permintah kabupaten dan kota se Bali, harus turun tangan menyelamatkan subak.

Celakanya, seperti dikatakan oleh  Ir H Isamoe Prasodyo, MSi, pengajar di Fakultas Lansekap dan Teknologi Lingkungan, Universitas Trisakti, Jakarta, subak tidak bisa dibangun baru karena kehadiran subak sejak zaman dahulu erat kaitannya dengan kearifan  lokal penduduk.

Tekstur tanah, morfologi permukaan tanah, tingkat kesuburan lahan dan ketersediaan (mata) air yang ada sekarang pada subak tidak bisa semerta diciptakan.

Kalau pun pengembangan yang membeli lahan subak membangun ‘subak’ baru, “Itu tidak akan bisa menyamai subak yang asli,” kata Isamoe.

Selain tidak sama, baik bentuk morfologi permukaan lahan dan tingkat kesuburan, hasil padi pun tidak akan sama. Begitu pula dengan rasa beras yang ditanak jadi nasi akan berbeda dengan beras yang dihasilkan subak asli.

Keterikatan masyarakat dengan subak pun tidak lagi menyentuh sendi-sendi kehidupan karena subak yang dibangun baru tidak mengakar di masyarakat.

Maka, salah satu langkah konkret yang bisa dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan subak adalah dengan membeli lahan penduduk yang tergabung dalam subak.

Lahan itu tetap digunakan sebagai lahan pertanian dengan tanaman padi. Lahan pertanian subak yang dibeli pemerintah dijadikan sebagai areal rice estate, semacam perkebunan dalam bentuk badan usaha perseroan.

Rice estate sangat besar artinya untuk mendukung ketersediaan pangan, khususnya beras, di Pulau Bali. Jika rice estate dikelola dengan teknik pertanian modern, misalnya dengan pola intensifikasi maka hasil padi lahan akan tinggi.

Karena penduduk pemilik lahan tidak mempunyai pekerjaan lagi, termasuk burun tani yang tidak bisa lagi bekerja, maka pemilik lahan dan buruh tani dijadikan pegawai atau karyawan di badan usaha rice estate.

Langkah ini menyelamatkan subak sekaligus menjaga ketersediaan pangan dan membuka lapangan pekerjaan bagi penduduk, khususnya pemilik subak dan buruh tani. ***Syaiful W. Harahap*** (bahan dari id.wikipedia.org dan sumber lain).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline