Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

18 Mei: Hari Vaksin AIDS Sedunia

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14007325611732155162

AIDS: Obat dan Vaksin Akan Membuat (Perilaku) sebagian Orang Seperti Binatang

* Tanggal 18 Mei diperingati sebagai Hari Vaksin AIDS Sedunia (World AIDS Vaccine Day/WAVD). Tulisan ini (diterbitkan pertama kali di kompasiana.com, 30 November 2011) diterbitkan kembali sebagai ilustrasi terkait dengan upaya dunia internasional untuk menemukan vaksin AIDS.

Menjelang peringatanHari AIDS Sedunia(HAS) yang dirayakan secara internasional setiap tanggal 1 Desember media massa ramai memberitakan HIV/AIDS.

Salah satu topik yang selalu muncul dalam berita tentang HIV/AIDS adalah: HIV/AIDS penyakit yang belum ada obatnya dan HIV virus yang belum ada vaksinnya.

Berita terkait dengan obat dan vaksin tidak objektif karena dalam berita tentang penyakit demam berdarah, darah tinggi, dan diabetes selalu tidak disebutkan obat dan vaksinnya.

Deman berdarah belum ada obatnya. Sedangkan darah tinggi dan diabetes tidak bisa disembuhkan biar pun ada obatnya.

Ada ironi dalam pandangan masyarakat terkait dengan penanggulangan HIV/AIDS. Masyarakat (dunia) berharap pakar bisa segera menemukan obat dan vaksin HIV/AIDS.

Memang, sudah ada uji coba vaksin HIV.Tapi, vaksin ini akan sangat lama bisa dipakai manusia karena berbagai alasan. Misalnya, HIV dikenal mempunyaisub-typevirus. Sudah dikenalsub-typevirus HIV mulai dari A sampai O. Maka, vaksin untuk HIV dengansub-typeA belum tentu cocok untuk HIV dengansub-typeE, dst.

Lagi pula seorang yang mengidap HIV/AIDS bisa saja virus HIV yang ada di darahnya terdiri atas beberapasub-typevirus HIV. Nah, seseorang yang menerima vaksin HIV dengansub-typeA tentu akan tertular HIV dengansub-typevirus yang lain.

Apakah nanti vaksin HIV bisa digabung untuk virus dengansub-typeA sampa O?

Tanpa kita sadari kita lupa bahwa pada rentang waktu menunggu vaksin, insiden penularan HIV terus terjadi. Inilah yang tidak muncul dalam banyak berita tentang HIV/AIDS.

Bertolak dari pernyataan-pernyataan yang dipublikasikan melalui berita, reportase dan opini di media massa ada kesan obat AIDS dan vaksin HIV sangat diperlukan.

Tanpa kita sadari harapan itu justru akan menjadi bumerang bagi kehidupan manusia karena kalau sudah ada obat AIDS dan vaksin HIV orang pun tidak takut lagi tertular HIV.

Selanjutnya, apa yang (akan) terjadi?

Orang pun tidak akan takut lagi melakukan perilaku yang berisiko tinggi tertular HIV.

Salah satu perilaku yang berisiko tertular HIV adalah melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, serta hubungan seksual tanpa kondom pada homoseksual, terutama pada laki-laki gay.

Nah, kalau sudah ada obat AIDS dan vaksin HV tentulah orang pun tidak takut lagi melakukan perilaku berisiko. Maka, perilaku manusia pun tak ubahnya seperti binatang: melakukakan hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan.

Realitas sosial inilah yang luput dari perhatian. Atau bisa saja manusia memang ingin melakukan banyak hal tanpa harus menanggung risiko atau dampak buruk dari perilakunya.

Padahal, sejak awal epidemi di tahun 1980-an para pakar sudah menyebarluaskan informasi tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV.

Informasi itu adalah vaksin. Dengan bekal informasi yang akurat kita bisa melindungi diri secara aktif agar tidak tertular HIV.

Terkait dengan HAS sebagai cantelan berita (newspeg), maka yang perlu diberitakan secara luas dan konsisten adalah cara-cara pencegahan yang berpijak pada perilaku orang per orang.

Tapi, sayang seribu kali sayang hanya segelintir wartawan yang mewarnai tulisannya dengan cara-cara pencegahan yang konkret. Sebagaian besar wartawan membumbui beritanya dengan moral sehingga berita itu hanya menyebarkan mitos (anggapan yang salah).

Agaknya, kita tetap tidak mau menjadikan informasi yang akurat tentang cara-cara pencegahan HIV sebagai vaksin.

Maka, tidaklah mengherankan kalau kemudian insiden infeksi HIV baru terus terjadi dan kasus-kasus HIV/AIDS (baru) terus terdeteksi. ***[Syaiful W. Harahap]***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline