Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Menyikapi Penyebaran HIV/AIDS di Kab Mukomuko, Provinsi Bengkulu

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14207023511527561350

“Tiga penderita HIV/AIDS yang masih menjalani perawatan instensif di RSU M Yunus Bengkulu dan RSU Jamil Padang, Sumbar tersebut, keberadaanya terus dipantau pertugas Dinkes setempat. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi jangan sampai mereka menularkan penyakit tersebut kepada orang lain. Jika ini terjadi maka penderita penyakit mematikan tersebut, akan bertambah di Mukomuko (Prov Bengkulu-pen.).”

Pernyataan di atas ada dalam berita “6 Penderita AIDS Di Mukomuko Meninggal” di  sp.beritasatu.com (7/1-2015).

Jika pernyataan tsb. disimak maka hal itu menunjukkan instansi yang terkait langsung dengan HIV/AIDS di Bengkulu dan wartawan saja tidak memahami epidemi HIV/AIDS dengan baik. Selanjutnya sudah bisa dipastikan penanggulangan pun hanya sebatas orasi moral.

HIV/AIDS Tidak Mematikan

Pertama, dalam berita tidak disebutkan penyakit yang menyebabkan enam pengidap HIV/AIDS meninggal sehingga ada kesan keenam orang itu mati karena HIV/AIDS. Ini salah besar karena HIV/AIDS tidak mematikan penderitanya.

Kedua, mengapa tiga pengidap HIV/AIDS tsb. dirawat? Apa penyakit yang menyebabkan mereka harus dirawat? Tentu saja bukan karena HIV/AIDS.

Ketiga, jika tes HIV dilakukan sesuai dengan standar prosedur operasi tes HIV yang baku, maka tidak ada lagi kekhawatiran pengidap HIV/AIDS yang sudah terdeteksi akan menyebarkan HIV. Ketika mereka mendapatkan konseling sebelum dan sesudah tes HIV mereka sudah berjanji pada diri sendiri bahwa “saya akan menghentikan penyebaran HIV mulai dari diri saya”.

Keempat, sebelum tiga pengidap HIV/AIDS itu terdeteksi dan dirawat mereka sudah menularkan HIV ke orang lain, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Kalau di antara tiga pengidap HIV/AIDS ada pekerja seks komersial (PSK), maka sudah ratusan bahkan ribuan laki-laki yang berisiko tertular HIV yaitu laki-laki yang ngeseks tanpa kondom dengan PSK tsb.

Kelima, disebutkan HIV/AIDS sebagai penyakit yang mematikan. Ini salah karena belum ada kasus kematian pengidap HIV/AIDS karena HIV atau karena AIDS. Kematian pada pengidap HIV/AIDS terjadi karena penyakit yang muncul pada masa AIDS (secara statistik antara 5-15 tahun setelah terular HIV) yang disebut infeksi oportunistik, seperti diare, TB, dll.

Keenam, biar pun tiga orang pengidap HIV/AIDS yang sedang dirawat itu dirantai atau dikarantina penyebaran HIV/AIDS di Mukomuko tetap terus terjadi karena secara epidemiologis banyak orang yang sudah tertular HIV atau mengidap HIV/AIDS tidak menyadarinya sehingga tanpa sadar juga mereka menularkan ke orang lain, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondon di dalam dan di luar nikah.

Penyebaran HIV/AIDS di Mukomuko akan terus terjadi jika:

(a) Ada laki-laki dewasa penduduk Mukomuko yang ngeseks tanpa kondom dengan perempuan yang berganti-ganti di dalam dan di luar nikah di Mukomuko atau di luar Mukomuko, dan

(b) Ada laki-laki dewasa penduduk Mukomuko yang ngeseks tanpa kondom dengan PSK di Muko-moko atau di luar Mukomuko.

Pemkab Mukomuko mungkin membusungkan dada: “Di Mukomuko tidak ada PSK.” Ya, itu benar kalau yang dimaksud PSK yang kasat mata yaitu yang ‘praktek’ di lokalisasi pelacuran karena tidak ada lokalisasi pelacuran yang dibentuk dengan regulasi resmi.

Tapi, praktek pelacuran yang melibatkan PSK yang tidak kasat mata tetap ada di Mukomuko, misalnya menyamar melalui cewek panggilan ke hotel, cewek pemijat di panti pijat plus-plus, serta melalui hubungan seksual dalam nikah dengan praktek ganti-ganti pasangan, se;perti kawin kontrak, nikah mut’ah, dll.

Tentu saja Pemkab Mukomuko tidak bisa mengawai perilaku semua laki-laki dewasa penduduk Mukomuko, maka akan ada laki-laki penduduk Mukomuko yang tertular HIV melalui dua kegiatan di atas. Yang tertular akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di Mukomuko, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga membuktikan ada laki-laki dewasa, suami, peduduk Mukomuko yang melalukan dua kegiatan di atas. Pada gilirannya akan banyak pula bayi yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS yaitu yang ditularkan ibu mereka yang mengiap HIV/AIDS karena tertular  dari suami.

Mitos AIDS

Untuk itu Pemkab Mukomuko perlu menerbitkan peraturan daerah (Perda) yang mengatur agar perempuan hamil menjalani konseling HIV/AIDS bersama suami atau pasangannya dan selanjutnya menjalani tes HIV. Ini diperlukan untuk mendeteksi HIV/AIDS pada perempuan hamil agar bisa dijalankan program pencegahan dari-ibu-ke-anak.

Yang bisa diawasi yaitu melalui intervensi adalah pada kegiatan “laki-laki dewasa penduduk Mukomuko yang ngeseks tanpa kondom dengan PSK di Mukomuko”, tapi dengan syarat PSK dilokalisir di lokalisasi pelacuran. Intervensi yang dilakukan adalah memaksa laki-laki memakai kondom setiap kali ngeseks dengan PSK.

Namun, adalah hal yang mustahil pelacuran di Kab Mukomuko dilokalisir. Maka, praktek pelacuran yang melibatkan PSK pun terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu yang mendorong insiden infeksi HIV baru.

Ini pernyataan Kabid Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, Dinas Kesehatan Kabupaten Mukomuko, Melia Fajriani SKM kepada SP "Jadi, tiga penderita HIV/AIDS ini keberadaanya terus kita pantau disamping kesehatannya. Ini semua kita lakukan guna mengantisipasi jangan sampai penderita HIV/AIDS di daerah ini bertambah lagi ke depan."

Melia ini rupanya percaya diri bahwa di Mukomuko hanya tiga pengidap HIV/AIDS yang sedang dirawat itu saja penduduk yang mengidap HIV/AIDS. Tentu saja pandangan Melia ini utopia karena Melia tidak bisa mengawasi semua laki-laki agar mereka tidak melakukan perilaku berisiko tertular HIV/AIDS. Selain itu semua penduduk Mukomuko belem dites HIV sehingga tidak ada jaminan bahwa tidak ada penduduk Mukomuko yang mengidap HIV/AIDS selain yang tiga orang tsb.

Pernyataan Melia ini lagi-lagi menyuburkan mitos (anggapan yang salah), yaitu: Untuk itu, dia mengimbau masyarakat Mukomuko agar tidak hubungan seks dengan bukan pasangan resmi serta menjuahi penggunaan narkoba. Sebab, kedua hal ini dapat menyebabkan orang terjangkit penyakit HIV/AIDS.

Penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bisa terjadi karena kondisi pada saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satu atau dua-duanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki atau suami tidak memakai kondom bukan karena sifat hubungan seksual (bukan pasangan resmi). Isteri yang tertular dari suaminya tejadi melalui hubungan seksual dengan pasangan yang sah dan resmi.

Penanggulangan HIV/AIDS di Mukomuko hanya mengandalkan sosialisasi bahaya HIV/AIDS. Ini sudah dilakukan tiga dekade, tapi hasilnya nol besar karena materi yang disampaikan pada sosialisasi tidak akurat. Materi hanya mitos sehingga banyak orang yang tidak mengetahui cara-cara penularan dan pencegahan.

Disebutkan pula: Selain itu, Dinkes Mukomuko juga rutin melakukan pemeriksaan kesehatan kepada masyarakat yang beresiko tinggi terjangkit HIV/AIDS, seperti pekerja seks komersial (PSK), pekerja panti pijat dan karyawan tempat hiburan lainnya.

Yang menjadi persoalan adalah laki-laki dewasa yang ngeseks dengan PSK dan pemijat tidak bisa dikenali sehingga mereka tidak tercakup tes HIV.

Lagi pula kalau ada PSK atau pemijat yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS, persoalan bukan pada PSK dan pemijat tapi pada laki-laki yang menularkan HIV/AIDS kepada PSK dan pemijat serta laki-laki yang tertular HIV/AIDS dari PSK dan pemijat.

Laki-laki dewasa yang menularkan HIV/AIDS ke PSK dan pemijat serta laki-laki yang tertular HIV/AIDS dari PSK dan pemijat menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS secara horizongal di masyarakt Mukomuko, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Tanpa program yang konkret dan sistematis untuk menanggjlangi HIV/AIDS, penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi di Mukomuko yang kelak bermuara pada “ledakan AIDS”. *** [Syaiful W. HarahapAIDS Watch Indonesia] ***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline