[caption caption="sumber gambar : Indonesiareview.com"][/caption]Terhitung dari 31 Desember 2015, satu bulan setengah sudah Masyarkat Ekonomi ASEAN atau MEA berjalan, belum terasa memang dampaknya, terutama bagi masyarakat kecil. Memang sebelumnya pemerintah Indonesia telah melakukan publikasi melalui media-media tentang MEA ini dan pemerintah pun memperlihatkan keoptimisannya atas kesiapan menghadapi MEA.
MEA diharapkan bisa menjadi penggabungan kegiatan ekonomi di wilayah Asia Tenggara. Konsep MEA membawa empat karakteristik, yaitu (a) Pasar tunggal dan pusat produksi tunggal, (b) Wilayah dengan persaingan ekonomi yang tinggi, (c) Wilayah dengan perkembangan ekonomi setara, (d) Wilayah yang benar-benar terintegrasi untuk menuju persaingan ekonomi global.
Sebagai pasar dan pusat produksi tunggal ASEAN meliputi lima unsur utama yaitu (1) Aliran barang yang bebas, (2) Aliran jasa yang bebas, (3) Aliran investasi yang bebas, (4) Aliran modal yang lebih bebas, (5) Aliran tenaga kerja ahli yang bebas.
Secara ekonomi MEA memang menyajikan pasar yang besar, penggabungan 10 negara ASEAN tadi secara otomatis membuka akses pasar ke lebih 620 juta penduduk yang siap dijajakan berbagai produk dan jasa. Ini juga berarti bahwa persaingan orang Indonesia akan semakin keras, yang sebelumnya hanya sebatas sesama orang Indonesia, kini pekeraja-pekerja Indonesia akan bersaing juga dengan pekerja-pekerja yang berasal dari negara-negara ASEAN. Kemudian yang menjadi pertanyaan, seberapa tinggikah daya saing Indonesia?
Tingkat daya saing merupakan kunci utama untuk memenangkan persaingan, karena mau tidak mau bahwa kita harus bersaing mendapatkan sumber ekonomi yang terbatas dan persaingan itu semakin keras setelah pemerintah Indonesia menyatakan diri tergabung dalam MEA dengan segala konsekuensinya.
Pertanyaannya kemudian bagaimana daya saing Indonesia saat ini dan yang akan datang? Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita lihat beberapa laporan yang penting untuk kita telaah sebagai dasar infromasi dalam membenahi permasalahan di awal era MEA ini. Data dari World Economic Forum (WEF) yang didasarkan pada Global Competitiveness Report 2014-2015, Indonesia berada di peringkat ke-34 ( naik 4 peringkat dari total 144 negara yang diteliti di seluruh dunia).
Untuk mendefinisikan level daya saing sebuah bangsa, WEF menggunakan 12 pilar, yaitu pengelolaan institusi yang baik, infrastruktur, kondisi dan situasi makroekonomi, kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan tingkat atas dan pelatihan, efisiensi pasar tenaga kerja, pengembangan pasar finansial, kesiapan teknologi, ukuran pasar, lingkungan bisnis, dan inovasi.
Dalam laporannya WEF menyatakan bahwa performa keseluruhan Indonesia dalam indeks ini tidak berimbang. Infrastruktur dan konektivitas mengalami kenaikkan peringkat, naik lima peringkat dibandingkan tahun sebelumnya, sementara kualitas tata kelola publik dan swasta negara juga menguat, Indonesia naik 14 peringkat menjadi peringkat 53 sebagai hasil dari perbaikan dalam 18 dari 21 indikator yang membentuk pilar ini. Yang agak mengagumkan, Indonesia berada dalam peringkat 36 untuk efisiensi Pemerintah. Sementara itu, korupsi tetap berlanjut (peringkat 87) namun fenomena negatif ini telah menurun di beberapa tahun terakhir.
Meski demikian, situasi pasar tenaga kerja Indonesia mengalami penurunan tujuh peringkat ke peringkat 110. Dan ini adalah aspek yang terlemah, karena kekakuan dalam konteks penetapan gaji dan juga prosedur kontrak dan pemecatan. Lebih lanjut lagi, partisipasi perempuan dalam tenaga kerja tetap sangat rendah, di peringkat 112. Masalah lain yang menjadi kekuatiran adalah kesehatan umum di Indonesia yang berada peringkat 99. Beralih ke pendorong-pendorong yang lebih rumit dari daya saing, kesiapan teknologi Indonesia berada di belakang, di peringkat 77. Terutama, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi oleh penduduk pada umumnya masih rendah dibandingkan negara-negara lainnya u=yaitu di peringkat 94, turun 10 peringkat.
Dalam laporan lain yang dirilis oleh Institute of Management Development (IMD) yang merupakan lembaga pendidikan bisnis terkemuka di Swiss melaporkan hasil penelitiannya berjudul IMD World Talent Report 2015. Penelitian ini berbasis survei yang menghasilkan peringkat tenaga berbakat dan terampil di dunia tahun pada tahun 2015.
Tujuan dari diadakannya pemeringkatan oleh IMD adalah untuk menilai sejauh mana negara tersebut menarik dan mampu mempertahankan tenaga berbakat dan terampil yang tersedia di negaranya untuk ikut berpartisipasi dalam perekonomian di suatu negara. Laporan ini spesial karena Indonesia termasuk dalam salah satu dari 61 negara di dunia yang di survei. Namun demikian, dalam laporan tersebut dinyatakan bahwa peringkat Indonesia turun 16 peringkat dari peringkat ke-25 pada tahun 2014 menjadi peringkat ke-41 pada tahun 2015. Posisi Indonesia berada jauh di bawah posisi negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, bahkan Thailand. Posisi Indonesia juga hanya sedikit lebih baik dari Filipina. Peringkat ini dihitung dengan bobot tertentu dengan mempertimbangkan tiga faktor yaitu faktor pengembangan dan investasi, faktor daya tarik suatu negara, dan faktor kesiapan sumber daya manusia. Masing masing faktor terbagi lagi ke dalam beberapa rincian lainnya.