Lihat ke Halaman Asli

Belajar Tentang Uang

Diperbarui: 14 Desember 2015   17:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sebuah pepatah lama mengatakan “Orang miskin dan kelas menengah bekerja untuk uang orang kaya mempunyai uang yang bekerja untuk mereka”. Ini yang menyebabkan perbedaan pandangan mengenai uang. Sebagian buruh berpandangan bahwa para pemilik modal telah mengeksploitasi para karyawannya karena mereka tidak membayar upah yang layak, tetapi bagi pemilik modal berpandangan bahwa para buruhlah yang mengeksploitasi diri mereka sendiri. ini adalah ketakutan mereka bukan ketakutan kami (pemilik modal), uangatau upah yang lebih besar bukanlah solusi dan tidak akan memecahkan masalah untuk mereka, kebanyakan dari mereka bila diberi uang lebih banyak, utangnya pun akan semakin banyak.

Hal ini disebabkan oleh pola berfikir dan keyakinan yang ternanam oleh pola pendidikan baikdidalam keluarga mereka ataupun didalam kehidupan pendidikan yang membentuk karakter pada saat mereka dewasa, akibatnya membentuk pola berfikir yaitu pergi ke sekolah/kampus, memperoleh pendidikan yang hebat, memperoleh pekerjaan yang berupah tinggi tetapi kenapa mereka masih saja mempunyai masalah keuangan, hal ini disebabkan Karena mereka tidak pernah belajar apapun tentang uang disekolah/kampus sehingga membentuk pola berfikir yang percaya bekerja adalah demi uang. Namun jika kita menyadari bahwa pada kenyataannya pekerjaan hanyalah solusi jangka pendek sedangkan persoalan financial adalah masalah seumur hidup.

Rasa takutlah yang membuat kebanyakan orang bekerja pada satu pekerjaan, takut kalau tidakbisa membayar tagihan-tagihan, takut jika tidak mempunyai cukup uang, dan bermacam-macamketakutan dalam diri lainnya yang timbul akibat tidak memiliki uang. Hal inilah yang menyebabkan kebanyakan orang marah pada bos mereka karena mereka merasa telah menjadi budakuang secara psikologis tentunya.

Para pemilik modal berpendapat bahwa “Kebanyakan orang mempunyai harga, mereka mempunyai harga karena emosi manusia yang disebut ketakutan dan kerakusan/keserakahan. Pertama,takut hidup tanpa uang memotivasi mereka untuk bekerja keras dan kemudian setelah mendapat gaji, bonus ataupun tunjangan lainnya, namun iblis dalam diri mereka menggoda rasa ketamakan/kerakusan atau nafsu yang mengajak mereka berfikir tentang semua hal-hal indah yang bisa dibeli dengan uang. Secara sadar atau tidak hal tersebutlah yang membentuk pola berfikir mereka yaitu bangun pagi, bekerja, Gajian, bayar tagihan, bangun, bekerja, gajian, bayar tagihan dan seterusnya”.

Kehidupan mereka selamanya akan digerakkan dan dijalankan oleh dua emosi dalam diri mereka sendiri yaitu ketakutan dan kerakusan/ketamakan. Jika kebanyakan kita ditawari uang yang lebih banyak,dan biasanya kita pun akan meneruskan siklus itu dengan meningkatkan pula pengeluaran begitu seterusnya hal ini disebut sebagai perlombaan tikus.

Pemilik modal yang cerdik akan menggunakan uang sebagai umpan untuk menggerakkan mereka, hal ini mirip seperti kisah seekor keledai yang menarik gerobak, kemudian pemilik gerobak menjuntaikan sebuah wortel persis didepan hidung sikeledai. Bagi sipemilik gerobak dia menggunakan wortel itu untuk memancing si keledai agar dia bisa pergi kemanapun ketempat tujuan yang dia suka, tetapi pada kenyataannya si keledai itu hanyalah mengejar sebuah ilusi. Dan besok akan ada wortel lain untuk si keledai dari si pemilik gerobak.

mereka merasa takut bila tidak mempunyai uang, tetapi anehnya kebanyakan dari mereka bukannya menghadapi ketakutan itu, malah justru bereaksi bukan berfikir. mereka bertindak secara emosional bukan dengan menggunakan kepala mereka untuk berfikir bagaimana caranya agar dapat lepas dari perlombaan tikus tersebut. Jika mereka memperoleh sedikit hasil dari kerjamereka atau yang mereka usahakan, maka emosi kegembiraan, hasrat, dan dan kerakusan jiwa dalam diri mereka kembali mengambil alih, dan lagi-lagi mereka bereaksi, bukan berfikir.

Kebanyakan dari mereka menyadari akan hal tersebut, namun bukannya mengatakan tentang kebenaran, tentang apa yang mereka rasakan, mereka malah bertindak menurut perasaan mereka, sehingga mereka tidak mampu untuk berfikir. mereka merasa takut, karena itu mereka kembali pergi untuk bekerja dengan harapan bahwa uang yang didapat akan meredakan ketakutan mereka, tetapi ternyata tidak. Ketakutan itu tetap menghantui kehidupan mereka, dan karenanya mereka kembali bekerja, lagi-lagi mereka berharap uang akan menenangkan ketakutan mereka, dan ternyata tetap tidak menghilangkan ketakutan mereka dan begitu seterusnya.

Bagi kebanyakan orang rasa takut itu bisa membuat mereka terjaga sepanjang malam, yang menyebabkan kecemasan dan kegalauan. Uang telah mengendalikan kehidupan mereka, tetapi kebanyakan dari mereka menolak kebenaran ini, bahwa uang telah menguasai emosi bahkan jiwa mereka. Sangatlah wajar bila mereka menginginkan sesuatu yang lebih baik, lebih indah, lebih menyenangkan, tetapi harus mereka sadari bahwa kesenangan yang dibawa oleh uang sering kali tidaklah lama (sementara).

Merekapun segera menginginkan uang yang lebih banyak lagiuntuk mendapatkan lebih banyak lagi kesenangan, lebih banyak lagi kenikmatan, lebih banyak lagi keterjaminan dan kenyamanan yang lebih banyak lagi. Karena hal tersebutlah yang membuat mereka terus bekerja dan mereka mengira bahwa uang akan menenangkan jiwa mereka yang diganggu oleh rasa takut dan keinginan dari dalam jiwa mereka sendiri. Namun Uang hanya dapat menenangkan jiwa mereka sementara, tetapi uang tidak bisa menenangkan jiwa mereka untuk selamanya.

Dan anehnya hal tersebut tidak hanya dirasakan oleh para buruh (orang-orang miskin) saja tetapi juga dirasakan pula oleh orang-orang kaya, tetapi bagi orang-orang kaya alasannya bukanlah karena keinginan tetapi karena rasa takut. Mereka takut akan tidak memiliki uang, takut kekayaannya lenyap, takut menjadi miskin. Dan anehnya orang yang saat ini mempunyai atau memiliki uang dalam jumlah yang sangat banyak (milyaran bahkan hingga trilliunan) jiwa mere justeru malah menjadi lebih takut dibandingkan ketika mereka miskin dulu (sebelum memiliki uang yang jauh lebih banyak).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline