Pamekasan -- Banyaknya masyarakat yang tidak patuh membayaran iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN-KIS) nampaknya menjadi perhatian bagi Erfandi (42 tahun), warga Kolor Sumenep Jawa Timur.
Epang, sapaan akrabnya pada Jumat (11/10) menceritakan bahwa beberapa kali memberikan penjelasan kepada kerabat maupun orang-orang di sekitarnya mengenai pentingnya tertib membayar iuran Jaminan Kesehatan.
Epang mengaku, dirinya pernah mendapat keluhan dari seorang tetangganya lantaran harus tetap membayar iuran bulanan pasca mendapatkan pelayanan operasi di Rumah Sakit.
"Saya bilang, sampeyan kemarin di Rumah Sakit habis berapa biayanya andai tidak pakai BPJS? (JKN-KIS, red), ternyata habisnya sekitar 20 juta, langsung saya ajak untuk berhitung," katanya.
Epang lantas mengilustrasikan iuran sebesar 25.500 Rupiah per bulan yang telah dibayarkan sebagai peserta JKN-KIS, kemudian ia membandingkannya dengan angka 20 Juta. "Saya ajak berhitung pak, untuk dapat 20 juta itu dengan membayar 25.500 rupiah itu berapa lama? Kalau baru membayar iuran beberapa kali saja sudah tidak mau bayar lagi kan curang namanya, padahal untuk operasi itu juga dibantu oleh iuran orang lain.
Gak akan cukup kalau hanya dari iuran kita sendiri walaupun selama bertahun-tahun. Setelah itu akhirnya dia bilang mau membayar iuran terus, ya semoga mengerti ya," ujarnya sambil tersenyum.
Tak hanya itu, pegawai swasta di salah satu perusahaan di Pamekasan itu juga menceritakan tentang keengganan peserta membayar iuran JKN-KIS karena merasa berat dengan iuran yang dikeluarkan. "Katanya iuran BPJS (JKN-KIS) itu mahal, tapi ternyata dia merokok.
Ya saya sarankan seharusnya biaya rokoknya itu disisihkan sebagian untuk membayar iuran. Kalau perlu ya ga perlu merokok. Apalagi penyakit itu datangnya sewaktu-waktu, kalau punya BPJS kan sudah tidak perlu lagi takut berobat," imbuh ayah satu anak ini.
Epang berharap BPJS Kesehatan terus melakukan sosialisasi kepada peserta dan masyarakat tentang pentingnya membayar iuran secara disipilin.
"Kadang orang itu tidak mau membayar iuran bukan karena tidak mampu pak, tapi karena merasa rugi harus membayar iuran bulanan, ini karena mereka belum paham. Padahal kalau kita hitung, iuran yang dibayar itu bisa dibilang untuk tabungan kita juga. Jumlah iurannya kalau dipikir-pikir juga tidak seberapa dibanding dengan manfaat yang didapatkan ketika kita sakit. Itu yang harus dijelaskan terus-menerus kepada masyarakat. Harapan saya masyarakat paham dan rutin bayar iuran agar program ini tetap ada," pungkasnya (Ar/tw)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H