Lihat ke Halaman Asli

BPJS Kesehatan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan

Mahmud: Kanker Bukan Vonis Mati

Diperbarui: 29 Agustus 2016   10:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sebagai salah satu penyakit dengan angka kematian tertinggi, kanker adalah penyakit yang tak mudah dideteksi. Baik karena gejalanya tak nampak pada stadium awal, maupun karena awareness masyarakat yang masih minim untuk melakukan deteksi dini. Sehingga, kebanyakan penderitanya baru menyadari bahwa mereka mengidap kanker setelah mencapai stadium akhir, yang mengakibatkan peluang kesembuhan makin tipis. Pada stadium IV, hanya 1 dari 100 orang yang sembuh, sementara pada stadium IIIB, hanya 5 dari 100 orang yang berhasil bertahan.

Biaya pemeriksaan dan pengobatan yang mahal kerap menjadi pengganjal masyarakat untuk pergi ke fasilitas kesehatan. Seperti yang diceritakan oleh Mahmud Lagali (73), warga asal Kab. Enrekang, Sulawesi Selatan. Pensiunan PNS ini tak pernah menyangka jika di masa pensiun yang mestinya bisa ia nikmati dengan tenang, justru harus dijalani dengan bergelut melawan kanker prostat.

“Setahun yang lalu, saya sering merasa nyeri saat buang air kecil. Awalnya saya kira cuma gara-gara kurang minum atau gara-gara sering menahan ke toilet. Nggak ada gejala yang aneh-aneh, akhirnya saya diamkan saja, paling minum obat warung,” cerita Mahmud.

Kian hari, sakit yang dirasanya makin menjadi. Ia pun lebih memilih berdiam diri di rumah daripada melakukan rutinitas bertani dan berkebun yang biasa ia lakukan sehari-hari. Meski demikian, Mahmud tetap enggan pergi ke dokter karena khawatir akan biaya.

“Dimana mau ambil uang, pikir saya waktu itu. Gaji saya hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berapa banyak uang yang harus saya keluarkan kalau ternyata harus dirawat,” tuturnya.

Atas dorongan keluarga dan para tetangga, berbekal surat rujukan puskesmas, akhirnya Mahmud memutuskan pergi ke rumah sakit. Usai melewati berbagai pemeriksaan, Mahmud diketahui mengidap kanker prostat. Dokter pun menyarankan agar Mahmud segera menjalani kemoterapi. Menurutnya, biaya sekali kemoterapi bisa mencapai sekitar 12,5 juta rupiah. Dalam setahun, ia sudah menjalani lebih kurang 4 kali kemoterapi. Ia pun menampik anggapan jika peserta JKN-KIS selalu dipersulit saat berobat ke faskes.

“Saya nggak setuju kalau orang bilang pelayanan pasien BPJS Kesehatan jelek, ditunda-tunda, dan sebagainya. Kalau saya bilang, itu tergantung oknum di rumah sakitnya. Kalau ngantri, wajar. Kita pengertian juga sama pasien lain, sama-sama butuh berobat, sabar saja,” ujarnya.

Di akhir ceritanya, Mahmud mengajak orang-orang yang mengidap kanker untuk tidak menyerah di tengah jalan. Baginya, kanker bukanlah penyakit yang tidak ada obatnya. “Saat itu dokter menguatkan saya, selalu ada obat di setiap penyakit, termasuk kanker, katanya. Diyakinkan begitu, saya pun berpikir, kanker bukan vonis mati. Saya sudah pindah-pindah dari satu RS ke RS lain. Mulai dari RS Massenrempulu, RS Wahidin, RS Faisal. Beruntung semuanya tidak bayar sepeser pun,” pungkasnya.

***

Ditulis dan dipublikasikan oleh:

Departemen Komunikasi Eksternal dan Humas

BPJS Kesehatan Kantor Pusat

sesuai dengan wawancara langsung dengan yang bersangkutan




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline