Lihat ke Halaman Asli

BPJS Kesehatan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan

Rujuk Balik di Era JKN

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Di era jaminan kesehatan nasional (JKN) pelayanan kesehatan tidak lagi terpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun pelayanan kesehatan harus dilakukan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan medisnya. Hal itu untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan.

Pasien-pasien di rumah sakit, khususnya yang menderita penyakit kronis seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung, asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), epilepsy, stroke, schizophrenia, Systemic Lupus Erythematosus (SLE) yang sudah terkontrol/stabil namun masih memerlukan pengobatan atau asuhan keperawatan dalam jangka panjang, bisa dikelola di tingkat fasilitas kesehatan primer.

Dengan demikian, proses penanganan masalah kesehatan peserta BPJS Kesehatan dimulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti di Puskesmas, dokter keluarga, dan klinik, terus berjenjang menuju ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan di rumah sakit. Dan sebaliknya, pasien yang sudah stabil atau sudah bisa terkontrol dikembalikan lagi ke fasilitas tingkat pertama.

Program rujuk balik di era jaminan kesehatan nasional (JKN) ini menjadi salah satu program unggulan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan. Selain mempermudah akses pelayanan kepada penderita penyakit kronis, program rujuk balik membuat penanganan dan pengelolaan penyakit peserta BPJS Kesehatan menjadi lebih efektif.

Jika pasien sudah dinyatakan pulih oleh dokter rumah sakit, maka pengobatan dilanjutkan di fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama, misalnya Puskesmas. Mekanisme ini diawali surat rekomendasi dokter rumah sakit tentang kondisi pasien. Selanjutnya, pasien bisa mendaftar ke fasilitas pelayanan primer atau kantor cabang BPJS untuk dimasukkan dalam mekanisme rujuk balik.

Setelah itu, pasien akan menerima pengobatan di fasilitas kesehatan primer dan menebus obat di apotek yang sudah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Pada awal dimulainya JKN, obat bagi penderita penyakit kronis sempat menjadi masalah, karena obat hanya diberikan 3-7 hari. Obat tersebut pun harus diambil di rumah sakit melalui rujukan dari faskes primer. Kondisi ini membuat tidak nyaman peserta BPJS Kesehatan karena harus bolak-balik mengantre untuk mendapatkan obat.

Kondisi tersebut, kata Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan, Fajri Addinur disebabkan oleh ketentuan tarif paket rumah sakit atau yang dikenal sebagai INA CBGs (Indonesia Case Base Group) bahwa obat untuk penderita penyakit ini hanya diberikan untuk 3-7 hari.

Hal tersebut dinilai kurang efektif, sehingga sejak 15 Januari lalu, Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menteri Kesehatan nomor HK/Menkes32/I/2014 sebagai solusi untuk memecahkan masalah resep obat kronis dan obat kemoterapi yang selama ini menjadi keluhan pasien peserta JKN.

Sesuai SE Menkes Nomor 32 tersebut, pada masa transisi terdapat 3 jenis obat yang dapat ditagihkan diluar paket InaCBGs, yaitu pelayanan kronis bagi pasien yang kondisinya belum stabil, pelayanan obat kronis bagi pasien yang kondisinya sudah stabil dan pelayanan obat kemoterapi untuk penderita Thalasemia dan Hemofilia akan ditambahkan tarif top up.

Keluhan pelayanan obat banyak disampaikan oleh peserta BPJS eks peserta Askes karena sebelumnya mendapat obat rutin untuk 30 hari. Namun dikarenakan terdapat perubahan terhadap pola pembayaran ke rumah sakit dengan menggunakan INA CBG’s saat PT Askes berubah menjadi BPJS Kesehatan.

Kini, persoalan itu sudah bisa di atasi dan pengelolaan di faskes primer. Dalam JKN cakupan pelayanan obat yang diperoleh oleh peserta BPJS Kesehatan adalah pemberian obat di Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP)/Rawat Inap Tingkat Pertama di fasilitas kesehatan tingkat primer, serta pemberian obat di Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL)/Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan.

Daftar dan harga obat dan bahan medis habis pakai (BMHP) mengacu pada daftar dan harga obat dan BMHP yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Untuk daftar obat dan BMHP mengacu kepada Formularium Nasional (Fornas) dan untuk daftar harga obat dan BMHP mengacu kepada e-catalogue.

Untuk sistem pembiayaannya, pelayanan obat dan BMHP di fasilitas kesehatan tingkat pertama sudah termasuk dalam komponen kapitasi yang dibayarkan BPJS Kesehatan. Begitu pula dengan pelayanan obat, alat kesehatan dan BMHP pada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan merupakan salah satu komponen yang dibayarkan dalam paket INA CBGs.

.

Pelayanan Obat Penyakit Kronis yang Kondisinya Belum Stabil

Apabila kondisi penyakit kronisnya belum stabil, maka fasilitas kesehatan tingkat lanjutan dapat memberikan tambahan resep obat penyakit kronis (mengacu kepada Fornas) diluar paket INA CBGs sesuai indikasi medis sampai jadwal kontrol berikutnya.

Peserta yang menderita penyakit kronis yang belum stabil diberikan resep obat untuk kebutuhan 30 hari sesuai indikasi medis yang pemberiannya terbagi dalam 2 (dua) resep:


  1. Kebutuhan obat untuk sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari disediakan oleh rumah sakit, biaya sudah termasuk dalam komponen paket INA CBGs.
  2. Kebutuhan obat untuk sebanyak-banyaknya 23 (dua puluh tiga) hari diresepkan oleh dokter yang merawat, diambil di Instalasi farmasi Rumah Sakit atau Apotek/Depo Farmasi yang ditunjuk. Biaya obat ini ditagihkan secara fee for service kepada BPJS Kesehatan oleh IFRS/ Apotek/Depo Farmasi tersebut.

Pelayanan Obat Penyakit Kronis yang Kondisinya Sudah Stabil

Obat untuk penyakit kronis yang kondisinya sudah stabil dapat diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama sebagai Program Rujuk Balik. Obat Program Rujuk Balik diresepkan oleh dokter fasilitas kesehatan tingkat pertama berdasarkan rekomendasi dari dokter spesialis/sub spesialis.

Jenis penyakit yang termasuk di dalam cakupan Program Rujuk Balik adalah Diabetes Mellitus, Hipertensi, Jantung, Asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), Epilepsi, Schizophrenia, Stroke, Systemic Lupus Erythematosus (SLE) dan Sirosis Hepatis. Namun sesuai dengan rekomendasi perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) dan Komite Nasional Fornas, Sirosis Hepatis tidak dapat dilakukan rujuk balik ke fasilitas kesehatan tingkat pertama karena:


  1. Sirosis Hepatis merupakan penyakit yang tidak curable
  2. Tidak ada obat untuk Sirosis Hepatis
  3. Setiap gejala yang timbul mengarah kegawatdaruratan (misal: esophageal bleeding) harus ditangani di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan
  4. Tindakan-tindakan medik untuk menangani gejala umumnya hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan.

Resep obat Program Rujuk Balik dapat diberikan untuk kebutuhan 30 hari dan obat diambil di Apotek/Depo Farmasi yang melayani Program Rujuk Balik.

Pelayanan obat Kemoterapi, Thalassemia dan Hemophilia

Disamping dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat III, pemberian obat kemoterapi, thalassemia dan hemophilia dapat juga dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat II denga mempertimbangkan kemampuan fasilitas kesehatan dan kompetensi SDM kesehatan.

Pemberian obat kemoterapi dan thalassemia dapat diberikan pada pelayanan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan berdasarkan indikasi medis. Pada masa transisi:


  1. Pelayanan kemoterapi baik pada rawat jalan maupun rawat inap ditagihkan dengan paket INA CBGs dan obatnya dapat ditagihkan secara fee for service kepada BPJS Kesehatan
  2. Pelayanan obat mengacu kepada Fornas, Pedoman Pelaksanaan Fornas dan ketentuan lain yang berlaku
  3. Pasien thalassemia yang dilayani di rawat jalan tingkat lanjutan ditagihkan sebagai kasus rawat inap
  4. Pasien hemophilia A dan Hemophilia B yang dirawat inap, pengajuan klaim berupa tarif INA CBGs ditambah tarif top up sesuai ketetapan Menkes, diajukan secara fee for service
  5. Tarif tambahan tersebut sama untuk semua tingkat keparahan dan kelas perawatan

Pelayanan Program Rujuk Balik adalah Pelayanan Kesehatan yang diberikan kepada penderita

penyakit kronis dengan kondisi stabil dan masih memerlukan pengobatan atau asuhan

keperawatan jangka panjang yang dilaksanakan di Faskes Tingkat Pertama atas rekomendasi/rujukan dari Dokter Spesialis/Sub Spesialis yang merawat.

1. Bagi Peserta

a. Meningkatkan kemudahan akses pelayanan kesehatan

b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang mencakup akses promotif, preventif, kuratif

dan rehabilitatif

c. Meningkatkan hubungan dokter dengan pasien dalam konteks pelayanan holistik

d. Memudahkan untuk mendapatkan obat yang diperlukan

2. Bagi Faskes Tingkat Pertama

a. Meningkatkan fungsi Faskes selaku Gate Keeper dari aspek pelayanan komprehensif

dalam pembiayaan yang rasional

b. Meningkatkan kompetensi penanganan medik berbasis kajian ilmiah terkini (evidence based)

melalui bimbingan organisasi/dokter spesialis

c. Meningkatkan fungsi pengawasan pengobatan

3. Bagi Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan

a. Mengurangi waktu tunggu pasien di poli RS

b. Meningkatkan kualitas pelayanan spesialistik di Rumah Sakit

c. Meningkatkan fungsi spesialis sebagai koordinator dan konsultan manajemen penyakit

Peserta mendaftarkan diri pada petugas Pojok PRB dengan menunjukan :

a. Kartu Identitas peserta BPJS Kesehatan

b. Surat Rujuk Balik (SRB) dari dokter spesialis

c. Surat Elijibilitas Peserta (SEP) dari BPJS Kesehatan

d. Lembar resep obat/salinan resep

Setelah peserta mengisi formulir pendaftaran peserta PRB, peserta menerima buku kontrol Peserta PRB. (pur)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline