Kasus penyelewengan kekuasaan menjadi kasus yang sering terdengar di negara ini. Biasanya pola penyelewengan kekuasaan tersebut berujung pada kasus korupsi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kehidupan berpolitik lekat dengan korupsi. Hal tersebut bisa dibuktikan dengan beberapa kasus yang menyeret nama pejabat publik.
Jika kita menarik setahun kebelakang, terdapat kasus besar yang sempat menggemparkan masyarakat, kasus tersebut adalah kasus pembunuhan berencana yang dilakukan oleh mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Ferdy Sambo telah membunuh Brigadir Nofriansyah Hutabarat. Dalam kasus pembunuhan ini ia tidak hanya menyeret namanya seorang diri, melainkan ikut menyeret nama besar instansi kepolisian dilihat dari banyaknya polisi yang terlibat. Ia menggunakan kekuasaannya untuk memerintah bawahannya agar melakukan tindakan sesuai yang ia inginkan, walaupun tindakan tersebut salah. Kasus tersebut merunut panjang hingga sampai pada kasus dugaan tindak pidana pencucian uang.
Kemudian terdapat pula kasus Rafael Alun Trisambodo, seorang mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan. Kasus ini bermula dari sang anak yang melakukan penganiayaan terhadap seorang remaja dan ia percaya akan kekuasaan yang dimiliki oleh ayahnya. Warganet yang geram akhirnya menyelidiki kekayaan Rafael lewat media sosial. Ditemukanlah sejumlah postingan dari sang anak yang memamerkan kehidupan mewahnya. Hal ini menyebabkan riuh dunia media sosial perihal kekayaan pejabat Ditjen Pajak tersebut. Warganet meminta utuk pemerintah melakukan pengecekan terhadap harta kekayaan Rafael karena adanya dugaan korupsi yang dilakukan.
Dilansir dari BBC News Indonesia (2023) dalam pemerikasaan harta Rafael, tim Kemenkeu menemukan sebagian harta yang masih belum didukung dengan bukti otentik kepemilikan. Rafael juga diduga melakukan penipuan karena ia tidak terbukti menunjukkan integritas dengan tidak melaporkan harta kekayaan yang sebenarnya. Setelah dilakukan pengecekan, terdapat 69 pegawai Ditjen Pajak yang juga tidak melaporkan harta kekayaannya dengan lengkap dalam LHKPN. Lagi-lagi kasus ini tidak hanya membawa nama Rafael seorang diri, tetapi ikut serta membawa nama besar Ditjen Pajak dan Kementerian Keuangan.
Terakhir, kasus yang sedang hangat-hangatnya dibahas tentang Pemerintah Provinsi Lampung yang dikritik oleh seorang Tiktoker bernama Bima Yudho. Pada awalnya Bima hanya mengkritik infrastruktur di Lampung yang tidak baik, sistem pendidikan yang lemah, birokrasi yang lemah, dan ketergantungan pada sektor pertanian, dan tata kelola yang lemah. Permasalahan yang ia sebutkan tentunya merupakan tanggung jawab dari Pemprov Lampung. Padahal diketahui berdasarkan anggarannya, Provinsi Lampung pada tahun 2022 memiliki realisasi belanja APBD terbesar se-Indonesia yakni mencapai 97,25% (Diskominfotik).
Namun, ternyata anggaran tersebut lebih besar mengarah pada operasional pegawai. Seharusnya anggaran tersebut dapat dialihkan ke pembangunan infrastruktur terutama jalan-jalan yang rusak. Karena viral 'bobroknya' daerah Lampung, pejabat-pejabat di Lampung mulai mendapat sorotan. Pejabat di Lampung diduga telah melakukan tindak pidana korupsi terhadap anggaran karena ketika ada proyek pembangunan akan bisa ditebak karena seringnya mangkrak. Kasus ini menambah deretan panjang kasus-kasus yang membuat publik tidak lagi percaya dengan pemerintah.
Publik perlu untuk ditumbuhkan kepercayaannya. Pemerintah harus sudah mulai melihat bahwasanya saat ini publik sudah mulai tercerahkan dengan dunia politik. Mereka paham betul mana yang mencurigakan dari seorang pejabat publik. Publik bisa menilai.
Maka dari itu, penting untuk Pemerintah Indonesia menyadari bahwa etika dari seorang administrator publik itu adalah hal dasar yang harus dimiliki seorang pejabat publik. Bila tidak ingin Indonesia hancur, Indonesia harus sesegera mungkin bangkit dalam keterpurukan pejabat yang melakukan penyelewengan kekuasaan.
Perlu diingat bahwa pada hakekatnya, pemerintah bertanggung jawab terhadap publik yang dilayaninya. Seorang pejabat publik tugas utamanya adalah melayani masyarakat (Holilah, 2013). Untuk itu, nilai etika administrasi publik juga perlu dipahami oleh pejabat publik sehingga ketika mengemban tugasnya, ia paham mana yang harus dilakukan dan mana yang harus tidak dilakukan.
Berangkat dari pentingnya etika administrasi publik bagi para pejabat, Pemerintah Indonesia juga perlu menetapkan langkah yang baru dengan kebijakan ataupun peraturan-peraturan yang mengatur tentang kode etik khusus administrasi publik seperti yang negara Amerika Serikat terapkan, yaitu ASPA (America Society for Public Administration) agar kasus-kasus seperti yang dijelaskan sebelumnya tidak kembali terulang.