Hafalan Shalat Delisa adalah sebuah film drama Indonesia tahun 2011 yang disutradarai oleh Sony Gaokasak dan berdasarkan pada novel fantasi terlaris berjudul sama yaitu karya Tere Liye. Film ini terinspirasi dari kisah nyata yaitu tsunami yang terjadi di Aceh pada tahun 2004. Tak hanya bagi masyarakat Aceh dan Indonesia, kejadian ini juga sangat menghebohkan dunia. Diawali dengan gempa tektonik berkekuatan 9,3 SR sekitar 30 menit, kemudian disusul tsunami setinggi 30 meter. Hal ini disebabkan oleh karakteristik geologi Indonesia. Indonesia terletak di titik pertemuan tiga lempeng tektonik, Indo-Australia, Eropa, dan Pasifik. Setiap tahunnya lempeng-lempeng ini mengalami pergerakan. Karena lempeng tektonik yang terletak di atas magma cair juga selalu bergerak, namun pergerakan lempeng ini umumnya bervariasi, berkisar antara 6 hingga 10 cm. Yang membuat pergerakan lempeng-lempeng ini sangat berbahaya adalah jika lempeng-lempeng ini saling bertabrakan, maka akibat tumbukan antar lempeng tersebut dapat menimbulkan energi dalam jumlah besar yang dapat menimbulkan gempa bumi yang disusul dengan tsunami. Dengan kondisi geologi tersebut, tidak heran jika Indonesia menjadi negara yang sering mengalami bencana alam dan menurut laporan kerja tahun 2022, Indonesia menduduki peringkat ke-3 negara paling rawan bencana di dunia setelah Filipina dan India.
Film tersebut bercerita tentang Delisa, seorang gadis kecil yang tinggal di Lhok Nga, sebuah desa kecil yang terletak di pesisir pantai Aceh. Dia adalah putri bungsu di keluarga Abi Usman yang merupakan ayahnya dan bekerja di kapal tanker sebuah perusahaan minyak internasional. Delisa sangat dekat dengan ibunya yang dia panggil Ummi, ketiga kakak perempuannya Fatima dan saudara kembarnya Aisyah dan Zahra. Hari masih pagi ketika Aisyah berusaha membangunkan Delisa untuk ikut berjamaah sholat subuh. Usai mandi, semua orang berkumpul di ruang shalat. Aisyah kembali marah karena Delisa sulit bangun. Kata ibunya, mungkin karena Delisa lupa berdoa sebelum tidur. Saat shalat subuh berjamaah, suami Ummi Salamah yaitu Abi Usman diketahui sedang tidak ada di rumah karena sedang bekerja di kapal tanker minyak di luar negeri. Pagi harinya, Ummi mengajak Delisa ke pasar untuk membelikannya sebuah kalung sebagai imbalan jika dia dapat menghafal doa shalat . Saat mereka ke toko Achan, bisa dibilang mereka sangat dekat sehingga Acan menganggap Ummi Salamah dan Abi Usman sebagai saudara. Acan bahkan menawarkan diskon besar namun Ummi menolaknya, tetapi Acan bersikeras karena menurutnya kalau anak-anak itu pandai sholat pasti desa mereka menjadi lebih baik sembari memberikan kalung itu untuk Delisa dan Umminya. Sesampainya di rumah, Delisa memberitahu bahwa Ummi baru saja membelikannya kalung cantik. Abi pun berjanji jika Delisa dapat menghafal doa shalat tersebut, ia akan memberinya hadiah yaitu sebuah sepeda baru. Mendengar hal itu, Aisyah sepertinya merasa iri. Ummi menghampiri Aisyah yang sedang menangis. Ummi menceritakan, dulu Aisyah juga pernah diberi kalung ketika selesai hafalan, lalu berpesan kepada Aisyah agar tidak iri dengan harta orang lain, apalagi saudara-saudaranya. Aisyah meminta maaf pada Ummi dan kembali tersenyum. Keesokan harinya Delisa pergi menemui temannya Tiur, Delisa meminta Tiur mengajarinya mengendarai sepeda karena Abi hendak membelikannya sepeda baru. Tiur mendengarnya dan mengucapkan selamat serta mengatakan bahwa Delisa beruntung masih memiliki Abi, tidak seperti dia yang menjadi yatim piatu. Merasa simpati dengan hal tersebut, Delisa meminta Tiur untuk memperlakukan Abi Delisa sebagai Abinya dan mereka berlatih hingga akhirnya Delisa bisa mengendarai sepeda. Singkat cerita pada tanggal 26 Desember 2004, Delisa sedang bersiap untuk mengikuti tes doa di salah satu sekoahnya. Tiba-tiba terjadi gempa bumi dan tsunami yang sangat dahsyat, menyapu bersih desa kecil tersebut, sekolah serta tubuh kecil Delisa. Saat itu, jalan menuju Desa Lhok Nga terputus dan warga di sana tidak bisa dihubungi. Gempa bumi Aceh juga dirasakan di 15 negara yang berbatasan dengan Samudera Hindia dan menewaskan lebih dari 280.000 orang pada saat itu. Aceh adalah daerah yang terkena dampak paling parah dengan 130.000 korban jiwa dan lebih dari 500.000 orang kehilangan tempat tinggal. Delina diselamatkan oleh Smith, seorang tentara angkatan udara AS, dengan kondisi yang pingsan di lereng bukit selama beberapa hari dengan luka parah di kaki kanannya hingga menyebabkan kaki Delisa harus diamputasi, sedangkan saudara-saudara Delisa ditemukan tewas, dan Ibunya tidak ditemukan dimana pun. Pada saat itu yang menangani Delisa adalah suster Sofi yang mengakibatkan dia harus kehilangan satu kakinya. Delisa yang berusaha tegar dengan satu kakinya yang masih bisa dia rasakan dan Delisa pun akhirnya harus dibantu berjalan menggunakan kursi roda ditemani Suster Sofi. Mendengar kabar tersebut, ayah Delisa langsung berlari mencari keberadaan Delisa. Smith ingin mengadopsi Delisa jika dia sendirian, namun Abi Usman akhirnya dapat menemukan Delisa. Delisa senang bisa bertemu kembali meski hanya bertemu dengan ayahnya. Terlepas dari segalanya, Delisa tetap berdiri di tengah kesedihan dan menjadi gadis yang ceria. Delisa menjadi anak yang lebih ikhlas ketika dihadapkan pada tantangan. Di akhir cerita diceritakan mengapa Delisa begitu kesulitan mengingat bacaan doa yang dijanjikan Delisa. Secara keseluruhan, Ustadz Rahman menilai bahwa Delisa harus rela melakukan hal tersebut yaitu menghafal doa shalat tanpa mengharapkan imbalan apa pun atas perbuatannya. Dalam mimpinya, Delisa bertemu Umi di tempat yang bagaikan surga. Umi bercerita bahwa Delisa harus selesai menghafal doanya, lalu Abi pergi ke kamar Delisa untuk mengantar Delisa ke tempat ujian praktek. Sesampainya di sana, ia langsung tampil menghafalkan doanya dengan sempurna,dan berhasil. Saat Abi mengajak Delisa ke pantai, Delisa bilang dia tidak mau ke sana karena pantai sudah membawa pergi Ummi, Kak Aisyah, Kak Zahra, dan Kak Fatimah. Kata Abi, itu adalah ujian dari Allah agar dia bisa maju di kelas dan agar kita lebih kuat sekarang. Walaupun Delisa selalu rindu pada ibunya tapi Delisa sangat ikhlas dan film berakhir dengan Abi dan Delisa ikhlas atas kepergian dari Ummi, Zahra, Aisyah dan Fathimah.
Melalui film ini, kita dapat mengambil hikmah bahwa kita harus bersabar dalam menghadapi segala tantangan. Berbagai cobaan yang dialami Delisa termasuk bencana tsunami yang meluluhlantahkan desanya, namun ia tetap menjalani hidupnya dengan ketabahan dan kesabaran dalam menghadapi cobaan tersebut serta selalu mengucap syukur kepada Tuhan, baik dalam keadaan senang maupun sedih. Meskipun ia telah merasakan pahitnya hidup, Delisa tetap mensyukuri apa yang diberikan Allah SWT kepadanya. Tak lupa film ini juga Mengingatkan kita untuk selalu bersyukur dalam keadaan apapun, mengajarkan kita untuk selalu mengedepankan kewajiban dalam kehidupan sehari-hari, serta menunjukkan pentingnya menghormati dan mencintai satu sama lain, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H