Lihat ke Halaman Asli

Dibalik Nasib Bocah Pencuri Ayam

Diperbarui: 17 Juni 2015   22:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dua minggu belakangan, daerah rumah saya sedang diresahkan oleh tindak pencurian. Berawal dari tetangga yang kehilangan celana SMP anaknya yang dijemur di depan rumah. Mungkin, yang ngambil terpaksa karena sedang butuh seragam sekolah. Begitu tetangga saya mengikhlaskan. Namun, yang dialaminya tak reda, hanya sekadar berjeda. Beberapa hari kemudian, tidak jauh (beda gang) ada yang mengalami nasib sama. Sandal dan celana jins bermerek milik beberapa keluarga raib. Para warga masih biasa, hanya ramai menjadikannya bahan obrolan di warung sayur.
Lantas, ulah si pencuri kian menjadi. Di ujung kampung, 7 ekor burung dara yang dirawat penuh cinta hilang begitu saja. Tidak lama, ternak-ternak di pekarangan keluarga saya juga raib, sepasang merpati, sepasang ayam kate, dan ayam-ayam lain hilang. Sepupu saya sampai sakit demam karena kate yang menjadi teman mainnya sedari kecil mendadak pergi tanpa permisi. Kelihatannya sih sederhana, maling ayam dan celana. Tapi walau bagaimanapun, setiap pencurian pasti menyisakan luka. Kalau pencurian hati bagaimana? *huadesigh*
Dini hari tadi, si maling apes. Tepat ketika sedang mengobori kandang ayam dekat rumah, aksinya tertangkap Om saya. Jadilah malam yang tadinya syahdu menjadi ramai oleh orang-orang yang sibuk menghakimi dan mendamaikan. Para "tokoh" yang terkenal sangar sengaja tidak dibangunkan untuk menghindari keributan. Tapi, yang namanya kabar. Ada saja yang tiba-tiba datang dan membabakbelurkan si pencuri. Orang yang kehilangan 7 burung dara itu.
Pencuri itu dua orang, masih SMP. Kedua orangtuanya dipanggil untuk dimintai pertanggungjawaban. Di mana-mana, orangtua selalu yang paling dicari jika terjadi sesuatu atas anaknya. "Bertahun-tahun kubesarkan, inikah balasanmu untuk kami, Nak. Mencoreng wajah ibu bapak di pagi yang segar ini." begitu barangkali perasaan mereka.
Kedua bocah pencuri itu, tidak sendirian. Masih ada sosok penadah barang curian yang belum tertangkap. Seorang yang lebih besar dari mereka. Seorang yang barangkali tugasnya hanya sekadar tanda tangan. Kalau kata embah saya, maling cilik nggawane linggis, maling gede nggawane pulpen.
Mungkin, kisah pagi ini semacam fragmen kecil kisah negeri ini. Dibalik segala hal yang sedang kita saksikan, pencurian, korupsi, penghianatan, kepengucutan, drama, penindasan, ketidakadilan, dan sebagainya, ada sosok yang tak terjamah oleh berita. Ya, tak sejamah oleh berita karena berlindung pada kesetiaan prajurit-prajuritnya. Entah siapa.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline