Better to live a day as a lion than 100 days as a sheep-Benito Mussolini
Mimpi besarku adalah aku dapat memimpin perusahaanku sendiri nanti. Ya, aku ingin memiliki perusahaan yang bisa ku kelola sendiri. Menjadi pemimpin memang bukan suatu hal yang cukup mudah, jika diartikan menjadi seorang pemimpin berarti siap untuk menjadi orang yang bisa bergerak lebih cepat dari pada yang dipimpinya, tanpa meninggalkan, berjuang lebih keras tanpa mengesampingkan hasil orang lain dan pandai beradaptasi dengan setiap masalah yang datang. Menjadi pemimpin bukan perkara berlari sendiri untuk mengejar target yang telah ditetapkan tetapi menjadi seorang pemimpin berarti mampu menggandeng sumber daya yang ada disekitar untuk bersama sama mencapai target yang telah ditetapkan. Menjadi pemimpin bisa dimulai dari belajar memimpin diri sendiri.
Live as if you were to die tomorrow. Learn as if you were to life tomorrow- Mahatma Gandhi
Dari mimpi besarku itu, yang bisa kulakukan sekarang hayalah satu, belajar. Belajar mengenai hal hal yang aku perlukan untuk membangun diriku menjadi seorang pemimpin, sebelum nantinya aku bisa memimpin orang lain. Belajar tentunya tak hanya dari kampus atau tempat resmi, tetapi di mana pun kita berada kita bisa belajar, termasuk dari tempat kita berpijak saat ini.
Pagi itu, matahari Kerinci masih malu untuk menyapa kami yang sudah mulai bergegas menuju salah satu sekolah milik Tanoto Foundation. “Selamat pagi” Sambutan hangat dari seorang pria tampan bernama Erwin Parengkuan membuat kami mebuka mata lebar di pagi itu. Personal Branding. Menciptakan karakter diri, agar orang lain mengenal kita seperti apa. Ketika itu, ada beberapa temanku yang maju dan mengungkapkan karakter mereka seperti apa. Ada yang terlihat sesuai dengan gestur tubuhnya, ada pula yang tak terlihat seperti karakter yang berusaha dia ciptakan. Dan dari situ aku belajar, bahwa memang setiap orang itu memiliki keunikan masing-masing yang tidak ditemukan pada orang lain. Siang menjelang, Becky Tumewu datang. Artis cantik yang bersama dengan Erwin Parengkuan mendirikan Talkinc sebuah sekolah untuk presenter ini, memberikan materi tentang Public Speaking. Kami belajar bagaimana berbicara di depan umum tanpa rasa canggung serta dapat membuat orang yang mendengar dan melihat kita jadi tertarik dengan apa yang kita sampaikan. Last but not least, belajar menulis di blog atau blogging. Tim Kompasiana mengajarkan pada kami untuk menulis di blog. Mengapa menulis? Jawabanya sederhana, karena tidak semua yang kita alami bisa kita ingat dengan baik nantinya, menceritakannya dalam tulisan membuat kenangan kita tersimpan rapi dan ketika suatu saat kita ingin membukanya cerita itu bisa kita tengok kapanpun kita mau.
Don’t give up without a fight, pesan yang selalu Sukanto Tanoto sebagai founder Tanoto Foundation tanamkan pada Tanoto Scholars. Akhirnya, sore itu kami bisa mendengar langsung pesan tersebut dari si empunya. Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto secara langsung bercerita dengan Tanoto Scholars tentang bagaimana merintis usahanya hingga terbentuk lah Royal Golden Eagle dan Tanoto foundation, bisa disebut proses from zero to hero. Dari beliau pula kami belajar makna Learn and Lead bagaimana kita bisa belajar dari segala aspek, seperti kegiatan beberapa hari yang telah kita lakukan, belajar dari alumni Tanoto Scholar yang sudah sukses di bidangnya masing-masing, belajar dari teman-teman kami sendiri dari berbagai etnis, suku, agama, dan kebudayaaan yang berbeda, serta pastinya belajar dari Sukanto Tanoto. Lead, kami belajar dari outbond yang telah kita ikuti dihari sebelumnya, tentang menjadi seorang pemimpin yang baik dalam tim, tentang pemimpin yang harus bergerak sinergis dengan anggota, tentang pemimpin yang harus bertanggung jawab pada kelomppoknya dan kami juga belajar kepemimpinan dari Sukanto Tanoto, sampai akhirnya beliau bisa memimpin perusahaan sebesar Royal Golden Eagle.
Malam menjelang, puncak acara datang. Bersama terbakarnya kayu kayu pada api unggun malam itu, kami semakin menyatu menjadi satu. Tak peduli dari dari Jawa, Makassar, Kalimantan, sampai Sumatera. Tak peduli dari berbagai agama, suku, ras dan kebudayaan. Malam itu, aku melihat miniatur Indonesia lebih dekat, lewat Diantita, Bahagia, Wulan, Ikhsan, Dito, Riri sampai Freddy dan semua Tanoto Scholars dari berbagai sudut Indonesia. Bersama sama kami menciptakan asa kami, membakar mimpi kami dan kami tau bahwa selepas itu kami harus mewujudkanya menjadi nyata.
Pada akhirnya, Thomas Alva Edison tidak menciptakan bola lampu dalam satu malam, Einstein tidak menemukan teori fisika dalam sekali baca, dan Steve Jobs tidak membangun Apple Company dalam satu waktu. Gantungkan mimpi setinggi langit, Belajar memimpin diri sendiri untuk berjalan, berlari dan mewujudkan mimpi tersebut menjadi nyata. Kalau tidak sekarang kapan lagi?? Kalau bukan kita siapa lagi??