Pendidikan STEM (Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika) terus berkembang pesat di seluruh dunia, mendorong inovasi dan kemampuan berpikir kritis dalam menghadapi tantangan teknologi modern. Salah satu pendekatan terbaru dalam pendidikan STEM adalah pengenalan pola pikir design thinking melalui reverse engineering.
Dalam penelitian yang dipublikasikan oleh Luecha Ladachart dan tim (2021) berjudul "Ninth-grade students' perceptions on the design-thinking mindset in the context of reverse engineering", dijelaskan bahwa reverse engineering tidak hanya memfasilitasi pemahaman teknis tetapi juga mendorong siswa untuk berpikir kreatif dan empatik.
Studi yang dilakukan di Thailand ini melibatkan 38 siswa kelas sembilan, dengan hasil signifikan pada dua aspek design thinking, yaitu human-centeredness dan kreativitas, dengan peningkatan sebesar 0,43 dan 0,34 dalam ukuran efek (Ladachart et al., 2021).
Pentingnya reverse engineering dalam pendidikan terletak pada kemampuannya untuk mengubah perspektif siswa dalam melihat produk tidak hanya sebagai benda jadi tetapi sebagai hasil dari proses desain yang melibatkan pemikiran dan keputusan teknis. Dalam konteks ini, siswa diajak untuk menganalisis produk yang ada, memahami fungsinya, dan memikirkan bagaimana produk tersebut dapat ditingkatkan.
Dengan melakukan ini, reverse engineering berperan penting dalam mengembangkan keterampilan analitis siswa, sembari membekali mereka dengan wawasan praktis tentang desain produk.
Studi ini menyoroti bagaimana pendekatan ini memungkinkan siswa untuk terlibat dalam proses berpikir kreatif yang sangat dibutuhkan dalam dunia kerja modern, di mana kemampuan untuk memecahkan masalah secara inovatif menjadi kunci kesuksesan.
***
Reverse engineering telah terbukti menjadi pendekatan yang efektif dalam meningkatkan pola pikir design thinking di kalangan siswa, terutama dalam pendidikan STEM. Berdasarkan penelitian Luecha Ladachart dan rekan-rekannya (2021), reverse engineering tidak hanya memungkinkan siswa untuk memahami teknologi yang ada, tetapi juga memfasilitasi pengembangan keterampilan kreatif dan empatik yang esensial dalam proses desain.
Dalam penelitian ini, setelah mengikuti proyek reverse engineering selama empat minggu, siswa kelas sembilan mengalami peningkatan signifikan dalam dua aspek penting, yaitu human-centeredness (p = 0,008) dan kepercayaan diri dalam kreativitas (p = 0,043) (Ladachart et al., 2021).
Hasil ini menunjukkan bahwa ketika siswa diajak untuk membongkar, menganalisis, dan merancang ulang produk yang sudah ada, mereka lebih mampu mengadopsi perspektif pengguna dan berpikir kreatif dalam memecahkan masalah teknis.
Pendekatan reverse engineering memungkinkan siswa untuk bekerja dalam konteks dunia nyata, di mana mereka tidak hanya mempelajari bagaimana produk berfungsi, tetapi juga memikirkan bagaimana produk tersebut dapat dioptimalkan. Proses ini memperdalam pemahaman mereka tentang prinsip-prinsip dasar teknik dan teknologi, sekaligus mendorong mereka untuk lebih terlibat secara aktif dalam proses desain.