Pemandangan tiga hingga enam ibu-ibu tengah baya berbaris kala pagi jelang siang hari sembari membawa parang serta bambu sebesar pergelangan lengannya serta panjang 4 mtr yang diujungnya berpengait besi dan melintas kembali saat jelang Azhar sembari menggendong gulungan besar kayu bakar, sering saya perhatikan kala melintas kebun.
Apalagi jika terdengar suara mesin gergaji sedang tebang pohon di suatu tempat, tidak lama kemudian para ibu2 berbaris melintas kebun mengarah ke arah dimana suara mesin gergaji menderu-deru.
Memburu kayu kering menjadi pemandangan biasa bagi mereka yang pernah dan tinggal di pelosok kampung namun bagi saya cukup menarik akan kekuatan fisik mereka dan menimbulka tanya bukannya sudah dapat bantuan kompor gas?
Lima tahun sudah saya mengelola kebun aneka tanaman buah2an seperti pohon durian, rambutan, jambu, jeruk dan lainnya di lahan seluas 5 HA. Kebun ada jalan buat lintasan penghubung antar gerumbul desa di pinggir desa Cimayasari, Subang.
Sejak tahun kedua (2020) saya mulai berinteraksi dengan mereka, hingga sekarang. Mulanya saat sedang membenahi dahan ranting pohon2 yang kering, jelang musim hujan. Mereka tanpa komando berdatangan membawa golok dan dengan cekatan menetak dahan2 kering seukuran lengan panjangnya lalu digulung di gendong, dibawa pulang.
Jika dilihat menetak dahan kering itu mudah, namun tidak semudah itu Ferguso. Dahan kering pohon rambutan itu keras dan agak kenyal untuk memotong2nya perlu golok tajam serta tenaga ekstra. Dahan sebesar lengan orang dewasa perlu empat hingga enam tetakkan, apalagi sebesar betis, bagi yang tidak biasa dijamin lengan kemeng dan telapak tangan lecet.
Disaat-saat pembersihan dahan kering itulah saya bisa berinteraksi dengan mereka para ibu2 tangguh terlihat dengan lengan kekar dan telapak 0tangan kapalan, terasa saat saya salaman. Sayapun berkenalan dan mereka memperkenalkan diri, nama2 mereka yang di kuping saya terdengar unik, Maucah (45 th), Daesih (40 th), Encar (45), Aslem (55 th) dan Satunah (35).
Mereka tinggal cukup jauh dari kebun 500 mtr, pergi pulang jalan kaki sembari membungkuk-bungkuk menggendong setumpuk besar kayu bakar. Satu gendongan bisa untuk empat - enam hari masak, ungkap mereka dan sebelum habis mereka berburu kembali, terus dan terus, tanpa keluh.Lantas saya teringat dulu kala ada pembagian tabung gas dan kompor pada kemana dan mereka mengungkapkan,
Dulu dapat bagian Tidak ada uang untuk beli gas suami kerja serabutan, takut meledak, dan dipakai anak yang sudah berkeluarga, ungkap mereka.Menetak dahan kering tidak hanya perlu kekuatan fisik, namun perlu kesabaran dan untuk mendapatkan satu gulung besar perlu waktu dua - tiga jam menetak dan terus menerak. mereka para ibu2 berdaya upaya dapur tetap ngebul, seadanya. (SS)
Ngebul: ada nyala api buat memasak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H