Lihat ke Halaman Asli

Singgih S

Buruh Tani Kebun di Desa Cimayasari, Subang.

Ini Dia Aksi Para Mahasiswa jadi Petani

Diperbarui: 7 Agustus 2016   10:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

AKsi Mahasiswa Panen Padi di Kedungpring (dokpri)

Purwokerto, 6 Agustus 2016, aksi para mahasiswa terjun langsung jadi petani di Desa Kedungpring Kecamatan Kremanjen, Kabupaten Banyumas baru-baru ini melakukan panen padi mulai dari 'menggombrang' memanen, melakukan ubinisasi, hingga menimbang dan menghitung hasil akhirnya.

Saya mengetahuinya bermula dari iseng-iseng sekitar puhkul 07.00 WIB saya japri Pak Djoko via WA “Sgeng enjing sy konfirm pagi ini ada acara monitorint ke penangkar burung Hantu?” dalam hitungan menit saya dapat balasan “Panen sawah Genbi mas, mau ikut sy mas?” lantas secepat kilat saya jawab singkat “Siaap nunggu”

Kompasianer penasaran dengan istilah ‘panen sawah Genbi’? Terkait istilah itu, Pak Djoko menuturkan (saya singkat) Kantor Perwakilan (KPw) BI Purwokerto, selalu memberi bea siswa kepada mahasiswa PTN, Unsoed dan IAIN Sunan Kalijaga Purwokerto, mereka dimasukkan dalam wadah dan diberi nama GenBi (Generasi Baru Indonesia) dan khusus bagi yang sedang melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Kedungpring, Kecamatan Kemranjen, Kab. Banyumas, mereka dibina melakukan aksi terjun langsung mengelola sawah mulai dari mengolah sawah, menaman, merawat hingga panen, dengan menggandeng pemilik sawah warga setempat, melakukan aksi uji coba tanam padi metode Hazton, luasan 150 ubin atau setara 2.100 m2 di desa Kedungpring.

Tak hanya itu, Djoko menuturkan, lebih jauh peran GenBi mencoba membantu TPID (Team Pengendali Inflasi Daerah)  yaitu Pemkab dan BI untuk meningkatkan suplai beras dengan melakukan uji coba metode tanam Hazton, sekaligus meningkatkan penghasilan petani. Mereka mencoba membimbing petani melakukan analisis usaha tani dan peningkatan produksinya. Petani diajari mencatat biaya agar tahu berapa harga pokok produksi per Kg GKP yang mereka hasilkan dan petani diajari teknologi budidaya padi denga prinsip efisiensi biaya namun hasilnya meningkat.

Singkat cerita, kami tiba pukul 08.15 di desa Kedungpring, kami disambut meriah para Mahasiswa sedang memanen padi, tentu dibantu warga sekitarnya.

Mahasiswa bersama warga Kedungpring panen bareng (dokpri)

Baliho Sambutan yang terlupakan, saking asiknya panen hingga tidak ada yang Selfie (dokpri)

Dalam kesempatan itu saya diperkenalan dengan para mahasiswa peserta KKN dari IAIN Purwokerto dari berbagai jurusan yang sedang panen padi, seperti Mas Syamsul Hidayat, Agus Suroso, Saeful Arifin, Umi Kultsum, Ermawati, Nur Afghan dan Ibnu Kharis sang komandan lapangan. Tentu perkenalan itu tidak saya sia-siakan guna menelisik lebih lanjut dibalik aksi mereka menggeluti sawah.

Kharis dengan wajah semringah menuturkan “Padi ini varitas Ciherang, panen umur 85 haris setelah tanam (HST), kami terjun langsung di lahan Pak Bastudin (pemilik), dan melibatkan H. Kasirudin Ketua Posdaya Al Iklas dan diketahui Supriyono Lurah Kedungpring” tuturnya, saya pun diperkenalkan dengan mereka berdua, ketika saya tanya jenis dan umur padi saat di panen.

Lebih lanjut Kharis menuturkan keterlibatan Mahasiswa KKN beraksi mengolah, menanam hingga panen padi metode Hazton berkah binaan dari Pak Djoko, seperti teknik pengolahan, tanam, hingga perawatan, pun dibantu pula sarana produksi seperti Probiotik lengkap bukan dana (uang)

“Menyenangkan Pak, mulai dari awal hingga kini hampir setiap hari saya amati tumbuh kembang tanaman padi dengan metode Hazton, apalagi saat umur 30-40 HST dari tanam 20 bibit saya hitung sudah beranak rerata 53 anakannya, lihat Pak, tanaman sebelahnya yang memakai metode konvensional itu sudah tanam ke tiga kalinya, baru jadi, pertama kena banjir lantas dimakan keong dan tikus, pun kedua kalinya dengan kasus sama” ujar Syamsul dengan wajah sumringah, sembari menunjukkan hamparan tanaman padi yang terlihat masih muda, hal tersebut dibenarkan oleh H. Kasirudin dan Bastudin. ketika saya tanya pendapatnya tentang tumbuh kembang tanaman padinya.

Sedang menurut Agus kendala metode Hazton pada saat tanam, seperti saat ibu-ibu warga sekitar yang terlibat menaman masih belum biasa tanam ‘obyokan’ 20-25 jiwir (jumlah bibit) dalam satu lubang tanam, sedang kebiasaannya hanya 1-3 jiwir sehingga masih saja ada yang kurang dari 20 bibit, tentu sudah di ajarkan, namun tidak mudah merubah kebiasan mereka. Kendala lainnya menurut Agus serangan hama tikus, walang sangit, burung emprit, cukup parah menyebabkan padi hampa.

Saat sedang ngobrol, saya lihat dari ke jauhan Djoko sedang mengukur-ukur lahan, saya pun mendekati sembari jepret-jepret “Ini sedang mengukur luasan padi buat ubinisasi” ujarnya, lebih lanjut Djoko menjelaskan cara ambil contohnya dari luasan 2100 m2 diambil dua tempat dari yang paling jelek (karena hama) dan yang paling baik tentu dilihat secara fisik dan dihitung jumlah anakkanya, dengan luasan 6,25 m2  standar statistik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline