Purwokerto, Anda penikmat kopi? Seru bukan bila bisa menikmati berbagai ragam serbuk kopi dari berbagai daerah Nusantara atau lintas negara lalu berbagi kisah di media sosial. Saya pun demikian, tertarik dengan obrolan di group medsos ada kedai kopi baru, lalu ada beberapa rekan ‘menantang’ saya hadir disana dan menulis ‘kejujuran’ ragam kopi Nusantara-nya, siaaap.
Begini ceritanya saya punya lidah dan indera penciuman jelek tentang beragam rasa kuliner dan penyeruput wedang kopi, bila diajak teman mampir ke warung makan / kedai kopi, tawaran itu langsung disambar. Sudah gratis, lidah jeleknya suka kumat mengomentari sajiannya, bila kurang bumbu ini, kurang itu dan terlalu manis, pahit, ada rasa ‘aneh’ dan sebagainya. Tentu bila enak, saya bilang enak lah kadang debat pula… lucunya mereka ya..sependapat, malah kadang jadi tukang referensi teman yang cari warung kuliner / kedai kopi yang enak, seperti warung soto/bakso, sate kambing, mie dan sebagainya, tentu wilayah Purwokerto dengan kelas warung menengah ke bawah ya mas bro!.
Kembali ketantangan, saya terima walau lidah dan penciuman bukan kelas Q’grader apalagi lidah Pak Bondan mak nyuss… jauh mas bro, Alhamdulillah cukup normal bisa merasakan batasan rasa. Sekedar contoh [kuliner] sederhana buat sambal krosak, coba siapkan: 5 bj cabe rawit merah besar, 3 siung bawang putih, ½ sdm garam krosok [butiranya besar], 3 sdm minyak goreng/migor [bekas goreng daging/ayam jangan ikan/telor bau amis].
Alat: ulegan [ciri and muthu], wajan dan jangan lupa kompor yang bisa nyala. Langkah: 1. kupas bw putih dan keprak [keprak itu ya..di keprek], tentu cabe buang tangkainya dan cuci pakai air hangat [kata ora bisa melunturkan pengawet atau obat semprot insektisidanya, ya..saya praktekan]. 2. tumis bw putih saat setengah matang beri garam, ya.. di kolah-koleh, sampai bw putih terlihat coklat. 3. Tuang [kondisi puanas] ke atas cabe di ulegan, langsung uleg-uleg. Rahasia uenak: ambil migor / jelantah bagian bawah yang ada ledeknya / bumbu bekas goreng dan ngulegnya jangan terlau keras, pakai perasaan. Silahkan di coba dan rubah komposisinya sesuai selera, bisa dipastikan akan berubah taste-nya dan jangan lupa di catat. Bila bisa menemukan taste sesuai selera, sambal krosak ini termasuk jenis sambal serba guna dan tahan lama [siman di kulkas], bisa jadi teman lalapan, ayam, ikan, tempe goreng dan bila sayur kurang pedas bisa beri sambal krosak. Lah koq jadi bahas sambal….?
Kembali ke soal seduh menyeduh kopi, saya akhirnya meluncur ke kedai kopi Praketa tertarik dengan konsep manual brewing. Tentu tak sendiri, bersama tiga tukang sruput kopi yang tak mau gambarnya di unggah, tak apalah yang penting testimoninya. Kami sepakat memesan kopi dengan metode seduh yang berbeda-beda, sstt.. ini hanya akal saya jadi berkesempatan mencicipi semua sajian kopi dengan alat yang ada di kedai Praketa tanpa menguras dompet. Lanjut, ditulis point-pointnya saja ya..
Hari pertama, saya memesan kopi Kintamani dengan metode pour over, duduk di bar asik melihat bagaimana kopi di seduh. Ah..benar ketika steeping time, terendus aroma khas kopi Kintami, aroma segar citrus apalagi ketika mencecap ‘Kejujuran’ kopi ini benar-benar terasa. Dengan body yang ringan, keasaman yang medium dan flavor citrus cenderung ke arah rasa jeruk langsung terasa di setiap sudut indera pengecap.
Sedang rekan saya, Mas To memesan kopi Enrekang dengan metodeTurkish. Metodenya cukup sederhana, dengan menuangkan air, kopi, dan gula menjadi satu di dalam ibrik (nama alat untuk metode Turkish ini). Kemudian, ibrik dipanaskan diatas kompor. Ketika disajikan, aroma coklat, herbal langsung menyapa. Akan tetapi, ketika saya mencicipi kopi ini, ya.. kecewa karena rasa manis yang sangat dominan jadi tidak bisa merasakan bagaimana karakteristik kopi Enrekang ini.
Mas Har, memesan kopi Gayo dengan metode Aeropress, menurut Mas Indra yakni sebuah metode yang mempunyai jargon espresso maker, yang terdapat dalam kemasan mereka sejak alat ini diciptakan tahun 2005 oleh penemunya Alan Adler, seorang dosen teknik mesin dari Stanford. Kopi yang dihasilkan Aeropress menghasilkan kopi dengan konsentrasi yang pekat. Benar setelah kopi tersebut disajikan, aroma dari kopi Gayo yang cukup kuat langsung menggoda selera saya. Mas Har pun mempersilahkan untuk icip-icip kopi yang ia pesan itu. Saat saya menyesapnya, terasa benar body yang full, pekat, dengan lavor khasnya, spicy dan tanah, langsung menguasai seluruh sudut indera pengecap. Lidah jelek saya cukup akrab dengan kopi Gayo, sehingga kami berkesimpulan, Praketa berhasil menyajikan ‘kejujuran’ dari kopi yang berasal dari Aceh.
Satu lagi rekan, Mas Bud memesan jenis kopi Lintong dari Sumatera yang diseduh dengan menggunakan Moka Pot, menurut Mas Idra alat penyeduh kopi banyak digunakan di rumah tangga Italia. Bahkan, banyak pula yang mengatakan bahwa Moka Pot adalah alat untuk membuat ‘espresso rumahan’ dan rasa kopi yang dihasilkan oleh Moka Pot sangat pekat. Dan ketika pesanan kopi Mas Bud tiba, benar saja kopi Lintong tersebut benar-benar pekat, lebih pekat daripada dengan metode Aeropress sebelumnya. Aroma yang keluar lebih condong ke tanah. Lidah jelek saya pun tak sabar untuk icip-icip. Body kopi Lintong benar-benar full. Flavor-nya cenderung ke tanah dan herbal. Hari pertama kami menemukan ‘kejujuran’ seduhan kopi yang kami pesan.
******