Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari kurang lebih 17.000 pulau membuat posisi Indonesia diuntungkan secara geopolitik dan Sumber Daya Alam (SDA).
Sejak dulu wilayah Indonesia telah menjadi jalur penting dalam perdagangan internasional khususnya jalur laut. Terbukti selat malaka menjadi jalur tersibuk bagi pedagang dari Cina menuju India hingga Semenanjung Arab.
Kita pasti ingat tentang kebesaran kerajaan Sriwijaya yang dikenal memiliki kekuatan maritim yang luar biasa. Kekuatan maritim Sriwijaya bahkan mampu menguasai Sumatera, semenanjung Malaya, Thailand Selatan, hingga Kamboja.
Tentu ada rasa rindu apakah kita bisa berjaya kembali seperti Sriwijaya dari sisi kemampuan maritim dan mampu menjadi poros kekuatan maritim dunia?
Mimpi ini sejalan dengan harapan Pak Jokowi, Presiden RI saat menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Asia Timur di Naypyidaw, Myanmar pada 2014 lalu.
Artinya pemerintah mulai serius dalam memperkuat, mengembangkan, memanfaatkan hingga menjaga segala aset maritim agar kelak menjadi contoh bagi negara kepulauan lainnya.
Tantangan Maritim Indonesia Kelak
Posisi Indonesia sebagai negara kepulauan tentu memiliki tantangan dalam menguatkan kemampuan maritim.
Dulu saat saya menjadi mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan di Universitas Indonesia, saya belajar bahwa tantangan maritim Indonesia saat ini bersifat internal maupun eksternal.
Secara internal, eksploitasi berlebihan terhadap SDA laut serta penggunaan media tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti bom ikan yang justru mampu merusak ekosistem biota laut, penangkapan bibit biota laut membuat populasi menurun drastis, hingga menangkap hasil laut secara besar-besaran untuk pangsa ekspor.
Secara eksternal, kekayaan SDA laut Indonesia juga menarik minat nelayan hingga pemilik kapal besar asing untuk ikut mengeksploitasi hasil laut di negeri kita.