Lihat ke Halaman Asli

Telisik Modal Komunitas Petani dalam Program Corporate Farming di Kabupaten Bantul

Diperbarui: 13 Agustus 2024   13:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tim PKM CF Community bersama Anggota Kelompok Tani Barokah | Dokumentasi Tim

Menurunnya produktivitas pertanian menjadi tantangan bagi sektor pertanian saat ini, khususnya di Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Data menunjukkan, produktivitas pertanian di Kabupaten Bantul menurun dari 57,53 ku/ha (2021) menjadi 56,20 kuintal/ha (2022) untuk komoditas padi, serta terdapat pula penurunan luas panen padi yang awalnya 24.670 ha (2021) turun menjadi 24.124 ha (2022). 

Hal-hal ini merupakan pertanda bahwa isu alih fungsi lahan dan fragmentasi lahan di Kabupaten Bantul semakin mengancam ketahanan pangan pokok. Oleh karenanya, muncul Program corporate farming atau konsolidasi lahan yang diinisiasi oleh Pemerintah Kabupaten Bantul beserta Bank Indonesia dan Fakultas Pertanian UGM yang menjadi solusi dari masalah pertanian tersebut dengan melakukan ekstensifikasi lahan pertanian melalui konsolidasi lahan.

Tim mahasiswa Universitas Gadjah Mada yang tergabung dalam kelompok Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) melakukan penelitian terkait dengan corporate farming (konsolidasi lahan pertanian) di Kabupaten Bantul. Para mahasiswa tersebut terdiri dari Dian Rahmanisa (Ekonomi Pertanian dan Agribisnis) sebagai ketua tim, bersama dengan anggota Diva Novitasari (Ekonomi Pertanian dan Agribisnis), dan Indri Oktaviani Ningrum (Antropologi Budaya), dibawah bimbingan Dosen Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Faperta UGM, Alia Bihrajihant Raya, S.P., M.P., PhD.

Dian Rahmanisa mengatakan bahwa penelitian ini dilakukan mengetahui hubungan antara modal komunitas dan adopsi inovasi oleh petani sehingga diharapkan dapat mengevaluasi dan memperbaiki sistem dari corporate farming yang ada dengan penyesuaian modal-modal komunitas di Dusun Blawong. 

Penelitian dilakukan dengan cara pengambilan kuesioner kepada petani di kelompok tani Barokah Blawong I, Trimulyo, Jetis, Bantul. Guna memperoleh hasil yang lebih mendalam terkait dengan modal sosial yang terbentuk dalam pelaksanaan program corporate farming ini, tim juga melakukan in-depth interview kepada beberapa petani, akademisi, dan juga Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Jetis. 

Berdasarkan hasil analisis penelitian yang dilakukan oleh tim mahasiswa UGM, dari ketujuh modal komunitas yang ada (modal alam, modal fisik, modal politik, modal ekonomi, modal manusia, modal sosial, dan modal budaya), keberlanjutan serta penerapan corporate farming memerlukan ketersediaan dua modal penting, modal fisik dan modal politik. 

Modal fisik ini yaitu ketersediaan sarana dan prasarana fisik seperti bibit, saluran irigasi, jalan, serta alat-alat pertanian, sedangkan modal politik yaitu adanya aturan yang mengikat dalam organisasi dan peran dinas pertanian dan penyuluh pertanian yang ada. 

Adanya adopsi inovasi program corporate farming oleh petani di kelompok tani Barokah dipengaruhi oleh tingkat umur petani dan pengetahuan akan corporate farming itu sendiri. Selain itu, di dalam pelaksanaannya, terbentuk jaringan-jaringan sosial seperti kejujuran dan kekompakan antar anggota kelompok tani yang meningkatkan proses adopsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline