Lihat ke Halaman Asli

Kuis 15 - Pemeriksaan Pajak - Transformasi Audit Pajak dan Memimpin Diri Sendiri dilihat dari Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram

Diperbarui: 7 Juli 2024   23:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar Grid.id / diolah pribadi

Transformasi Audit Pajak
Transformasi dalam audit pajak merupakan langkah penting untuk memastikan transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi dalam pengelolaan pajak. Transformasi ini melibatkan berbagai perubahan dan peningkatan yang bertujuan untuk memperkuat sistem audit pajak dan memastikan bahwa pajak yang dikumpulkan digunakan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat.

Aspek Transformasi Audit Pajak
1. Digitalisasi Proses Audit > mengadopsi teknologi digital untuk mengotomatisasi dan mempercepat proses audit. Ini termasuk penggunaan perangkat lunak khusus untuk analisis data, pelaporan elektronik, dan pengawasan transaksi secara real-time.
Manfaatnya adalah untuk meningkatkan efisiensi, mengurangi kesalahan manusia, dan mempercepat penyelesaian audit. Contoh: Implementasi sistem e-filing dan e-audit.
2. Penguatan Kapasitas SDM > meningkatkan kompetensi dan keahlian auditor pajak melalui pelatihan dan pengembangan profesional berkelanjutan. Manfaatnya adalah agar Auditor yang lebih terampil dapat mendeteksi dan mencegah praktik penghindaran dan penggelapan pajak dengan lebih efektif. Contoh: Program sertifikasi dan pelatihan reguler untuk auditor pajak.
3. Penerapan Analisis Data Lanjutan (Big Data Analytics) > pemanfaatkan analisis data besar untuk mengidentifikasi pola dan tren yang mencurigakan serta untuk mendeteksi ketidakpatuhan pajak. Manfaatnya adalah untuk meningkatkan kemampuan untuk mendeteksi penipuan dan meningkatkan efisiensi audit. Contoh: Penggunaan algoritma machine learning untuk mendeteksi anomali dalam laporan keuangan.
4. Transparansi dan Partisipasi Publik > meningkatkan keterbukaan informasi mengenai proses dan hasil audit pajak serta melibatkan masyarakat dalam pengawasan pengelolaan pajak. Manfaatnya untuk membangun kepercayaan publik dan meningkatkan akuntabilitas pemerintah. Contoh: Publikasi laporan audit pajak dan penyelenggaraan forum diskusi dengan masyarakat.
5. Kolaborasi Antar Lembaga > meningkatkan kerjasama antara lembaga pajak dengan lembaga lain seperti kepolisian, lembaga antikorupsi, dan lembaga internasional. Manfaatnya yaitu untuk memperkuat koordinasi dan pertukaran informasi untuk mengatasi kejahatan pajak lintas batas. Contoh: Kerjasama antara Direktorat Jenderal Pajak dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ki Ageng Suryomentaram (20 Mei 1892 -- 18 Maret 1962) merupakan putra ke-55 dari pasangan Sri Sultan Hamengku Buwono VII dan Bendoro Raden Ayu Retnomandojo, putri dari Patih Danurejo VI. Ki Ageng Suryomentaram memiliki nama bangsawan Bendoro Raden Mas (BRM) Kudiarmadji kemudian setelah umur 18 tahun diberi nama kebangsawanan Bendoro Pangeran Haryo (BPH) Suryomentaram. Ki Ageng Suryomentaram menjadi guru dari suatu aliran kebatinan yang bernama Kawruh Begja atau Ilmu Begja yang memiliki arti ilmu bahagia. Salah satu ajaran moral dari Ilmu Begja yang sangat populer pada masa itu adalah Aja Dumeh yang artinya jangan menyombongkan diri, jangan membusungkan dada, jangan mengecilkan orang lain karena diri sendiri lebih berpangkat tinggi, berkuasa atau kaya raya, sebab manusia itu pada hakikatnya adalah sama.

Ki Ageng Suryomentaram, merupakan seorang tokoh filsafat Jawa, dan beliau dikenal sebagai seorang filsuf yang mendalami kebatinan dan pengendalian diri. Prinsip-prinsip kebatinan yang diajarkan oleh Ki Ageng Suryomentaram, terutama konsep Enam "SA", dapat diaplikasikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam transformasi audit pajak dan memimpin diri sendiri.

Ki Ageng Suryomentaram mengembangkan konsep "Enam SA" yang merupakan prinsip-prinsip hidup sederhana dan bijak. Berikut penjelasan dari masing-masing konsep tersebut:
1. Sa-butuhne (sebutuhnya) > konsep ini menekankan pentingnya memenuhi kebutuhan hidup sesuai dengan yang benar-benar diperlukan, tanpa berlebihan. Ini mengajarkan untuk tidak bersikap konsumtif dan menghindari pemborosan sumber daya. Contoh: Membeli pakaian baru hanya ketika pakaian lama sudah tidak layak pakai, bukan karena keinginan semata.
2. Sa-perlune (seperlunya) > konsep ini menekankan pada penggunaan sesuatu atau bertindak hanya sebatas yang diperlukan. Ini berarti menghindari tindakan yang tidak perlu dan menjaga efisiensi dalam segala hal. Contoh: Menggunakan air secukupnya saat mandi atau menyiram tanaman, tidak berlebihan.
3.Sa-cukupe (secukupnya) > prinsip kecukupan yang mengajarkan untuk tidak berlebihan dalam segala hal. Ini meliputi segala aspek kehidupan, mulai dari makanan, harta benda, hingga tenaga dan waktu. Contoh: Makan dengan porsi yang cukup untuk kenyang, tidak berlebihan sehingga tidak menyisakan makanan.
4. Sa-benere (sebenarnya) > konsep ini bertindak berdasarkan kebenaran dan kejujuran. Ini berarti selalu berpegang pada fakta dan kejujuran dalam setiap tindakan dan keputusan. Contoh: Melaporkan pajak dengan benar tanpa melakukan manipulasi data.
5. Sa-mesthine (semestinya) > konsep ini bertindak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku. Ini mencakup kepatuhan terhadap hukum, adat, dan kebiasaan yang baik dalam masyarakat. Contoh: Mengikuti aturan lalu lintas saat berkendara.
6. Sak-penake (seenaknya) > melakukan sesuatu dengan nyaman dan tidak memaksakan diri. Prinsip ini menekankan pentingnya kesejahteraan mental dan fisik, dengan tidak terlalu memaksakan diri hingga stres atau kelelahan. Contoh: Bekerja dengan produktif namun tetap mengambil waktu istirahat yang cukup.

Sumber: PPT Prof Apollo

Prinsip-prinsip kebatinan Ki Ageng Suryomentaram dapat memberikan panduan yang bermanfaat dan relevan dalam melakukan transformasi audit pajak. Dengan mengadopsi prinsip-prinsip ini, auditor pajak dapat meningkatkan kualitas, efisiensi, dan integritas proses audit. Berikut adalah penjelasan lebih rinci:
1. Sa-butuhne dalam Audit Pajak > berfokus pada pengumpulan data yang relevan dan esensial. Auditor harus memastikan bahwa informasi yang dikumpulkan benar-benar dibutuhkan untuk mengevaluasi kepatuhan pajak wajib pajak, tanpa mengumpulkan data yang tidak relevan. Implementasi:

  • Menggunakan teknologi untuk menyaring dan mengumpulkan hanya data yang relevan.
  • Menghindari permintaan informasi tambahan yang tidak perlu kepada wajib pajak.

Manfaatnya yaitu untuk mengurangi beban administrasi bagi wajib pajak dan meningkatkan efisiensi audit.

2. Sa-perlune dalam Prosedur Audit > suatu prosedur audit harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan tidak berlebihan. Misalnya, jika audit dapat dilakukan dengan pemeriksaan dokumen digital, maka tidak perlu dilakukan pemeriksaan fisik yang berlebihan. Implementasi:

  • Mengutamakan penggunaan pemeriksaan digital dan teknologi informasi dalam proses audit.
  • Melakukan pemeriksaan lapangan hanya jika diperlukan.

Manfaatnya yaitu untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi waktu serta biaya audit.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline