Lihat ke Halaman Asli

Indri Mairani

NIM: 43223010163 | Program Studi: S1 Akuntansi | Fakultas: Ekonomi dan Bisnis | Universitas: Mercu Buana | Dosen: Prof.Dr.Apollo,M.Si.,AK.

Ranggawarsita Tiga Era, Kalasuba, Kalatidha, Kalabendhu, dan Fenomena Korupsi di Indonesia

Diperbarui: 30 Oktober 2024   21:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri Prof. Apollo

Ketika sejarah dan realitas bersinggungan, Ranggawarsita, sang pujangga legendaris Jawa, menawarkan perspektif mendalam melalui ramalan-ramalannya dalam tiga era  Katatidha, Kalabendhu, dan Kalasuba. Tak sekadar serpihan sastra klasik, visi Ranggawarsita seolah hidup kembali dalam fenomena sosial-politik modern, termasuk maraknya korupsi di Indonesia. Di tengah kebingungan dan krisis moral yang melanda, ramalan-ramalan tersebut bukan hanya narasi masa lalu, tetapi cermin untuk memahami apa yang sedang kita hadapi hari ini. Lalu, bagaimana sebenarnya pesan dari masa lampau ini bisa menjelaskan kerusakan moral zaman sekarang?

Mengenal lebih dekat Ranggawarsita

Usia sastra Jawa sudah semakin lanjut. Kehidupan sastra Jawa itu merupakan kelanjutan dari perkembangan sastra Jawa sebelumnya. Sastra Jawa zaman Pujangga Ranggawarsita paa abad XIX merupakan puncak perkembangan sastra Jawa modern. Jadi, yang berhasil membawa ke puncak ini adalah Pujangga Ranggawarsita, baik berdasarkan jumlag karyanya maupun mutu nilai karyanya. Berdasarkan penelitian, karya Pujangga Ranggawarsita menjelajah ke berbagai aspek kehidupan masyarakat Jawa, terutama mengenai pandangan orang Jawa tentang kesempurnaan hidup di akhirat.

Tokoh Pujangga Ranggawarsita melalui karya-karyanya merupakan salah satu perwujudan cita-cita yang luhur. Dikalangan masyarakat Jawa terdapat beberapa sebutan atau nama untuk menyebut Ranggawarsita, seperti R. Ng. Ranggawarsita, R. Ng. Ranggawarsita III, K.R.T. Ranggawarsita, dan M. Ng. Sarakata, sedangkan nama kecilnya dengan panggilan Bagus Burham. Menurut pandangan masyarakat Jawa K.R.T. Ranggawarsita adalah seorang pujangga dalam arti yang sesungguhnya.

Nama kecil R. Ng. Ranggawarsita ialah Bagus Burham. Beliau dilahirkan pada hari Senin Legi, tanggal 10 Dulkaidah, tahun Be, 1728, pukul 12.00, wuku Sungsang Dewi Sri, Wurukung Huwas, musim Jita, atau 15 Maret 1802 di kampung Yasadipuran Surakarta.

Sejak kecil Beliau dirawat oleh R.T. Sastranegara sesuai dengan anjuran kakek piutnya, R.T. Yasadipura I yang meramalkan bahwa Bagus Burham akan menjadi pujangga yang terakhir. Setelah berusia empat tahun, beliau diserahkan oleh R.T. Sastranegara kepada Ki Tanujaya, seorang abdi kepercayaan R.T. Sastranegara. Ki Tanujaya dikenal dengan kepribadian yang ramah, pandai bergaul, dan banyak ilmunya tentang makhluk halus.

Selama delapan tahun berada di tangan Ki Tanujaya, maka selama itu juga Bagus Burham melakukan pendidikan nonformal di lingkungan keluarga atau semacam pondok pesantren. Menurut beliau seorang Ki Tanujaya adalah seorang abdi sekaligus seorang guru sejati. Tepat saat beliau berusia 12 tahun, yaitu pada tahun 1740 (tahun Jawa) atau tahun 1813 Masehi, beliau berguru dan belajar menjadi kepada Kangjeng Kyai Imam Besari, di Pondok Gebang Tinatar, Tegalsari, Ponorogo.

Pada awalnya Bagus Burham tidak menunjukkan adanya kemajuan belajar karena malas. Bahkan, beliau lebih senang berjudi. Dalam hal ini perbuatan beliau sangat mempengaruhi para santri atau para siswa yang lain. Kyai Imam Besari merasa keprihatinan terhadap perlakuan Ki Tanujaya sebagai pengasuh Bagus Burham selama delapan tahun.

Salah satu perbuatan buruk yang dilakukan Ki Tanujaya sering menunjukkan ilmu sihir kepada para siswa Kyai Imam Besari. Dalam hal inilah membuat Bagus Burham dan Ki Tanujaya diusir dari Pondok Gebang Tinatar, Tegalsari, Ponorogo.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline