Lihat ke Halaman Asli

Kepemimpinan Ki Ageng Suryomentaram dalam Mencegah Terjadinya Korupsi

Diperbarui: 12 November 2023   17:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri//canva

Assalamualaikum shalom om swastiastu namo buddhaya salam kebajikan dan salam sejahtera

Nama : Indriani Suhadi

NIM : 43222010173

Mata Kuliah : Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB

Dosen Pengampu : Apollo, Prof. Dr, M.Si. Ak

Diskursus gaya kepemimpinan seorang filsuf jawa yang terkenal pada masanya

Ki Ageng Suryomentaram

Seorang filsuf yang jarang dan bahkan tak pernah kita siapakah sosok ki ageng ini. Berbeda dari filsuf kebanyaknnya, ki ageng merupakan seorang putra ke 55 dari pernikah sri sultan hamengkubowono vii dengan bendoro raden ayu retnomandojo, dan ia merupakan filsuf jawa yang populer pada masanya. Oleh sebab itu kita sebagai generasi z pantas saja tidak mengenal siapakah sosok ki ageng suryomentoron ini.    

Ki Ageng memiliki gelar sebagai seorang pangeran sebab ia dilahirkan oleh keluarga yang memiliki kekuasaan pada masanya, namun hal itu justru membuat beliau memutuskan untuk menanggalkan gelar pangerannya dan memilih hidup sebagai seorang rakyat biasa karena ia melihat betapa beratnya seorang petani yang bekerja di sawah. Sejak saat itu ia memutuskan untuk berkelana entah itu bersemedi di tepat yang biasa dikunjungi oleh leluhurnya atau justru mengembara menuju daerah jawa, purworejo sebagai pekerja serabutan. Namun hal itu tak berselang lama, dia ditemukan oleh orang kraton yang memintanya kembali ke kraton. Ki ageng berpikir bahwa keputusan yang dia ambil untuk kembali tinggal di kraton adalah hal baik, namun hal itu justru membuatnya kelisah, di tambah kakeknya di bebas tugaskan serta ibunya dikembalikan kepada kakeknya, hingga hal tragis menimpa dirinya dengan kematian istrinya.

Hal itu membuat dirinya memutuskan kembali untuk menjadi seorang rakyat biasa sebagai petani di daerah salatiga, selain sebagai petani dia pun mejadi seorang guru aliran kebatinan atau kawruh begja. Selama dia menjadi seorang guru aliran kebatinan, dia memiliki pemahamapan dan analisis observasi terhadap sebuah rasa yang dihasilkan suatu citra manusia yang dimana menunjukan siapa dan seperti apa seorang manusia dengan dunia yang melingkupinya.  Setelah dilakukan pengamatan dan observasi pada sebuah rasa seorang manusia, ki ageng menyimpulkan bahwa setiap rasa orang di dunia itu sama, maksudnya ialah seorang manusia sama-sama memiliki dan membutuhkan kelestarian rasa dan kelestarian jenis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline