Lihat ke Halaman Asli

Indria Salim

TERVERIFIKASI

Freelance Writer

Manusia Merencana, Tuhan Menentukan

Diperbarui: 13 Februari 2021   21:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semikron Debu Semesta | Foto: Indria Salim

Hari ini tanggal tiga belas Februari 2021. Ulang tahun siapakah kiranya?
Ini sehari setelah tahun baru Imlek 2021, yang baru sekali ini dalam satu dekade tidak diiringi oleh kehadiran Sang Hujan, gerimis, rintik tipis-tipis, boro-boro hujan lebat. 

Tapi, soal hujan di hari raya Imlek 2021 itu dengan catatan kejadian di seputar tempat tinggalku, atau keberadaanku saja. Entahlah, mungkin di tempat lain hujan malah berlangsung  sehari-semalaman?

Keheningan menjadi warna baru di lingkungan tempat tinggalku. Itu terlebih sejak beberapa bulan terakhir ini Pak RW teratur mengedarkan informasi melalui WhatsApp Paguyuban yang isinya mengingatkan warga agar tetap waspada 5M - Memakai masker, Mencuci Tangan, Menjaga jarak, Menghindari/ menjauhi kerumunan, dan Membatasi mobilisasi.

Himbauan itu seringnya menyertai pengumuman adanya warga yang baru saja terkonfirmasi positif Covid-19. Sejauh ini di klasterku yang terdiri dari dua belas RT tercatat ada 12 warga terkonfirmasi Covid-19 (per Januari 2021), semua sudah sembuh, kecuali satu orang wafat.

Di media sosial yang kuikuti, ada saja setiap minggunya orang menuliskan ucapan turut berduka cita atas wafatnya teman, saudara, kenalan, atau tokoh  terkenal/ terkemuka.

Di balik adanya berita duka cita, acap kali ada ungkapan kaget dari mereka yang mengenal Si almarhum(ah), "Baru minggu lalu saya menyapanya saat dia lewat depan rumah bersepeda pagi," atau "Dia barusan pergi mengunjungi kantor cabang yang di kota X," dan sebagainya.

Aku bergeming sambil mematuhi protokol kesehatan sebisaku. Di masa sulit begini, aku berusaha merentangkan isi dompet sedemikian rupa hingga cukup menutupi kebutuhan setidaknya enam bulan ke depan. Kebutuhan primer, sekunder, tersier -- aku sudah lupa mana yang mana.

"Rezeki sudah dijatah dari Yang Maha Kuasa," kata orang-orang.


Walau begitu, bagiku kesehatan itu rezeki tak ternilai!
Tentu aku terus bersyukur di tengah khilafku yang sesekali dihampiri pikiran yang mengajakku mendadak jadi cemas, atau pesimis.

"STOP, enyahlah kau pikiran khawatir dan pesimis!" kesadaran warasku menghardik.


Lantas kulemparkan jauh-jauh kebisingan nirguna itu, eeh  lha ternyata berubah menjadi sebuah puisi!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline