Lihat ke Halaman Asli

Indria Salim

TERVERIFIKASI

Freelance Writer

Ubah Paradigma, Kata Kunci Berhemat Saat Isolasi Mandiri

Diperbarui: 30 Maret 2020   13:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saatnya Isolasi Mandiri, Yuks! Foto: Dokpri

Sabtu kemarin suasana di lingkungan kompleks masih penuh dinamika. Pagi yang hangat memberi kesempatan warga kompleks saling menyapa dari kejauhan, ada yang sambil bersepeda, jogging, atau jalan-jalan. Walau begitu menurut pengamatan saya, sudah mulai tampak adanya kesadaran menjaga jarak fisik maupun sosial.

Pukul 11.00 WIB, saat layanan GoFood dan para pengirim paket beroperasi di sini, cuaca sejuk mendayu. Kini pukul 14.07 WIB, hujan lembut dengan angin gemerisik membawa kabar kesedihan dari orang yang meninggal karena corona. 

Ya, seorang dokter gigi meninggal dan statusnya positif terinfeksi Covid-19. Almarhum sebelum meninggal justru orang yang menyarankan Walikota Bogor untuk secara mandiri memeriksakan diri, setelah sebelumnya kembali dari kunjungan kerja di Turki. Yang bersangkutan ternyata terdeteksi positif Covid-19.

Berita seperti di atas mewarnai pertukaran informasi antara saya dengan seorang tetangga. Kami sudah hampir dua minggu melakukan pembatasan diri atas kegiatan di luar rumah, khususnya menghindari kerumunan dan pertemuan dalam kelompok. 

Di rumah, kami melakukan kegiatan rutin dan lain-lainnya yang perlu perhatian khusus atau ekstra.

Hari Minggu (29/03) suasananya berbeda lagi. Ada penyemprotan dalam rangka mencegah penyakit DBD (Demam Berdarah). Ada pemantauan tidak langsung yang membuat kami tahu, kita masih dalam masa prihatin. Itu "kata kuncinya".

Sebenarnya bulan dan minggu-minggu pandemi ini, terutama seminggu ini saya sedih, namun berusaha mengatasi hal-hal negatif, memfilter berita antara yang valid dengan yang hoaks, antara yang perlu dan yang dominan membuat pesimis, atau psikosomatis.

Pertama, mengingat pekerja yang pendapatannya tidak tetap, dan yang mengandalkan tetesan rezeki harian, lalu kini ada yang mengalami "sepi order, sepi pembeli, sepi sendiri", dan bahkan ada yang mungkin "terpaksa" dirumahkan secara permanen. (baca: pemutusan hubungan kontrak kerja).

Laporan resmi pemerintah tentang jumlah kasus covid-19 terus meningkat, ODP, PDP, angka kematian, dan "angka kesembuhan yang masih lebih kecil dibanding jumlah kasus".

Berdasarkan data resmi, DKI Jakarta menempati peringkat teratas - jumlah kasus, yang dirawat, dan yang meninggal. Bagaimanapun cara dan kejadiannya, saya berharap agar hal seperti ini tidak akan terjadi di wilayah manapun di Indonesia, dan semoga yang paling terdampak pun akan bisa semakin membaik kondisi realitanya.

Ini hal serius yang menjadi tanggung jawab kita bersama, dalam kapasitas dan peran masing-masing. Pengusaha mungkin juga dalam dilema, pun pemerintah.

Saya menyayangkan mereka yang mabuk agama, mabuk ambisi kekuasaan, mabuk sampai halusinasi, mabuk akting jagoan keadilan sosial, yang menggemakan/ bikin berisik, cecuitan sensasi dan opini yang asal bunyi, tanpa berempati dan memikirkan berada dalam posisi pihak-pihak yang dalam masing-masing dilema di atas. Saya sendiri adalah bagian dari wong cilik, menadah rezeki dari "sangkan paran" (Jw: ada aja dan halal) yang pas-pasan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline