Lihat ke Halaman Asli

Indria Salim

TERVERIFIKASI

Freelance Writer

Mereka yang Kujumpai di Sebuah Sore di Bulan Ramadan

Diperbarui: 10 Mei 2019   10:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kolak, selalu ada setiap bulan Ramadan |Dokpri]

Sejak hari pertama puasa Ramadan, baru sekarang sempat nengok bakul makanan tiban, yang sebagian besar ada di trotoar sepanjang jalan raya kawasan dekat rumahku.

Mendung mewarnai suasana awal sore, sejak hujan berhenti pada pukul 2 siang, dan geledeg mulai memberi tanda akan hujan lagi. Pukul 4 sore, bulat tekad aku pergi ke lapak-lapak itu. Di pojok jalan kuminta opang (ojek pangkalan) mengantarku.

"Cuma pengin beli makanan berbuka puasa, jadi nanti sekalian balik lagi ya, Bang," pesanku. Supir opang itu sudah sering mengantarku. Pakaiannya rapi, motornya nyaman, orangnya sopan.

Aku langsung membeli somay langganan yang biasa mangkal di emperan Indomaret, lalu melihat lapak sebelah-menyebelah. Di situ ragam dan tampilan makanannya tidak berkesan, dan kuduga harganya mahal karena mereka mungkin harus setor sewa tempat pada pemilik toko.

Kupilih satu lapak, dan begitu mendekat aku makin tidak berminat. Walau begitu, aku beli dua potong tahu isi yang harganya seperti makanan di Mall.

Beranjak cepat dari deretan ruko itu, persis di depannya ada beberapa lapak, tapi aku mengenali salah satunya yang biasa jualan pagi hari. Dia langgananku kalau beli rengginang -- buatannya sendiri.

Hari ini dia juga jual rengginang, selain beragam kripik dan krupuk. Pecelnya sedap, otentik cita rasa Solo, kutahu karena pernah mencoba sekali. Lontong isinya juga, padahal harganya 'cuma' seribu perak. Di kawasan itu, rata-rata sepotong kue harganya minimal tiga ribu perak.

Sore ini meja si Ibuk penuh. Bakwan, berbagai gorengan wajib, kolak, gelas-gelas berisi bubur candil, ketan item, dan sumsum.
Dua belas ribu kurogoh dari kocek, dan sebagai gantinya aku dapat seplastik kolak warna-warni, satu plastik rengginang, dan dua potong tahu isi. Aku sengaja beli sedikit, buat cek rasa dulu.

Baru setengah jalan kembali pulang, terasa air menitik dari langit. "Bang buruan biar Abangnya gak kehujanan, nanti berhenti di tempat tadi aja -- gak usah sampai rumah."

Dengan kepala tertutup helem, Abang ojek mengangguk-angguk, lucu tampaknya. Begitu aku turun dari ojek, Si Abang balik arah dan memacu motornya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline