Mengapa diadakan acara "The Taste of Macao" dan Makna Gastronomi
Mengenali sejarah dan budaya bangsa, bisa kita lakukan dengan mengenali dan mencoba kulinernya. Macao, yang pada bulan November 2017 tahun lalu dinobatkan sebagai Kota Kreatif Gastronomi UNESCO menetapkan rencana aksi yang dilaksanakan dalam berbagai inisiatif, dan ini terbagi dalam 6 kategori program kegiatannya.
Dalam mengenalkan dan melestarikan gastronomi Macao, Kompasiana dan MGTO mengadakan acara "The Taste of Macao" di Nusa Indonesian Gastronomi Restaurant, Kemang, Jakarta Selatan. Food Blogger dan Kompasianer diundang untuk mengenal gastronomi Macao.
Sekilas, Penulis langsung teringat ketika ditugaskan menjadi team leader yang membawa sejumlah jurnalis dari berbagai negara di Asia Tenggara, berkunjung ke negara X di Asia. Tujuannya antara lain, mempererat persahabatan antar negara yang bersangkutan, sekaligus untuk saling mengenal dan mempromosikan budaya negara yang dikunjungi tersebut, melalui tulisan para jurnalis saat kembali ke negara masing-masing.
Setelah beberapa hari berkeliling ke beberapa tempat sesuai rencana kegiatan, pada suatu malam rombongan kami agak terlambat tiba di hotel tempat kami menginap dan berkumpul di kota itu. Tanpa menuju ke kamar masing-masing, kami langsung ke restoran yang ada di hotel itu. Restoran tersebut boleh dikatakan sepi pengunjung, maka sebagian rombongan kami mungkin ingin memesan makanan yang agak berbeda dari menu sebelumnya.
"Bu, kalau boleh request, menunya jangan yang seperti kemarin (dihidangkan hotel ini). Makan siang di restoran Z kemarin itu enak."
Saya langsung paham yang dimaksudkan delegasi tersebut, bahwa kami menginap di hotel yang menu makanannya dominan masakan negara itu, tidak yang lain. Padahal, delegasi berasal dari berbagai latar belakang budaya, yang tentunya punya selera yang tidak selalu cocok dengan masakan di hotel tersebut.
Andaikata mereka semula tidak masalah dengan menu selama ini, kali ini mungkin mereka ingin sedikit variasi, atau menghilangkan kejenuhan karena beberapa hari berturut-turut, dinnernya selalu dengan menu yang sama, yang asumsinya adalah menu yang dikenal di kota (baca: negara) itu -- serba curry, serba rempah, serba ini dan itu namun terkesan kurang variatif.
Saya mencoba mengkomunikasikan hal ini kepada petugas restoran. Entah bagaimana, mereka salah paham dan baper. Managernya menemui saya, "Kalau nggak suka dengan menu kami, cari saja ke restoran di luar."
Gawat! Sudah lebih dari pukul 8 malam, bagaimana saya mengajak delegasi yang sudah kelelahan ngeloyor malam-malam mencari restoran alternatif? Lagian, akomodasi di hotel tersebut kan sudah termasuk dinner. Singkat kata, dinner malam itu happy ending, dan delegasi kompak mengapresiasi menu malam itu, hidangan ikan yang lezat. "Tonight, we have the best dinner at this hotel."