Restorasi Film Tiga Dara
Salut kepada yang berhasil menuntaskan inisiatif restorasi film Tiga Dara karya Usmar Ismail (1957), yang saya dengar berbiaya cukup besar – sampai sekitar Rp 3 M ‘saja’. ‘Saja’, karena ada sebuah film Perancis yang memerlukan Rp 4M untuk restorasi. Yoki P Sofyan (SA-Films) dengan bercanda mengatakan bahwa itu karena dia lebih cerdas. “Saya mengirimkan orang Indonesia untuk membantu proses restorasi di Bologna Italia. Dan untuk mengubah ke digital, itu dikerjakan di Indonesia.” (Wawancara di televisi Berita Satu).
Dalam acara bincang di televisi, terungkap bahwa Yoki menargetkan setidaknya 3.000 orang menonton Tiga Dara untuk bisa mengembalikan biaya restorasi, sekaligus memungkinkan pembiayaan restorasi untuk film berikutnya. Yoki menyampaikan bahwa pihaknya sudah mendaftar 6 judul film yang salah satunya direncanakan menjadi film yang akan direstorasi berikutnya.
Tantangannya
Orang pertama yang melakukan tahap restorasi film Tiga Dara di Bologna, Italia adalah Manajer Film Indonesia -- Lintang Gitomartoyo. Menurutnya, ia belum pernah memperbaiki film dalam bentuk fisik celluloid. Ini merupakan tantangan pertama. Untuk itu ada dua tahap perbaikan yang harus dilakukan, yaitu inspeksi dan reparasi. Ada kerusakan fisik, seperti goresan atau kerusakan kimia, misalnya vinegar syndrome.Vinegar syndrome—merupakan “penyakit” pada film yang sering ditemukan di negara dengan tingkat kelembapan tinggi, biasanya ini ada di negara tropis termasuk Indonesia.
Ada lagi, yaitu merestorasi audio film. Adalah Windra Benyamin, yang bertanggung jawab dalam hal ini, dan dia menemukan tantangan berbeda. Audio film Tiga Dara ternyata banyak yang rusak –misalnya, suara yang menjadi tidak jelas, bahkan hingga terputus-putus, atau pun terputus sama sekali.
Kerusakan audio film bisa berupa dialog dalam film menjadi tidak terdengar. Dalam hal ini kemungkinan opsi solusinya adalah mengisi teks atau suara dengan proses dubbing. Sayangnya itu tidak boleh dilakukan. Maka restorasi fisik dan audio dilakukan di L'Immagine Ritrovata, Bologna, Italia. Prosesnya sendiri memakan waktu 8 bulan.
Selesai dengan restorasi fisik dan audio, lalu Tiga Dara dibuat menjadi format digital. Bagusnya, proses ini bisa dilakukan di Indonesia. Proses konversi ini tidak mudah, banyak hak teknis yang perlu dibereskan sehingga menghasilkan format 4K dan dalam ukuran file yang sangat besar. Konversi menjadi bentuk digital ini dimaksudkan untuk mencegah goresan, coretan, dan hal lainnya yang perlu dihindari.
Saya ucapkan “Selamat” buat semua pihak yang terlibat dalam upaya restorasi Tiga Dara sehingga masyarakat bisa menontonnya sejak tanggal 11 Agustus 2016 di bioskop-bioskop seluruh Indonesia. Setelah menyaksikan Tiga Dara, saya sangat puas, terhibur, dan mendapat tambahan wawasan! Keseruan reaksi penonton selama pemutaran film membuktikan kalau film jadoel tidak selalu identik dengan film membosankan, tidak relevan, atau tidak asyik. Upaya restorasi Tiga Dara menyajikan yang terbaik kepada pemirsa film.
Bagi yang belum tahu, film Tiga Dara dibintangi aktris Chitra Dewi (sebagai Nunung – Si cucu sulung), Mieke Widjaya (memerankan Nana – cucu kedua), Indriati Iskak (sebagai Neni – Si bungsu), dan Fifi Young (Nenek). Sewaktu kecil, Ibu saya suka menceritakan tentang banyak film yang ditontonnya dan yang paling sering disebutnya adalah Tiga Dara.
Asyiknya menikmati Film Tiga Dara Hasil Restorasi