Lihat ke Halaman Asli

Indria Salim

TERVERIFIKASI

Freelance Writer

Beli yang Perlu, Manfaatkan yang Dibeli

Diperbarui: 18 Agustus 2016   13:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pedagang Tape Uli yang bersemangat berjualan keliling. |Foto: dokpri

Saat belanja, saya punya kecenderungan impulsif. Yang sama sekali tidak dalam rencana, dibeli juga karena beberapa sebab -- misalnya, yang jual ramah dan informatif, yang jual memelas atau sudah sepuh. Nah yang sudah sepuh ini mendorong saya untuk membeli dagangannya karena dia sangat bersemangat, atau sebaliknya tampak putus asa karena nggak laku.

Di pasar kompleks rumah, ada bapak tua yang bersemangat berjualan tape uli, datang jauh-jauh dari Jasinga (Bogor). Mungkin tukang tape uli mulai  mampir di pasar kompleks saya sejak hari-hari menjelang lebaran yang lalu. Semakin lama orang di pasar itu tahu, ulinya enak dan tape ketan hitamnya manis asli -- padahal murah. Saya membeli sesering saya ke pasar agar dia bersemangat. Sedih kalau ada ibu-ibu sejahtera masih tega menawar uli atau tape yang di lain tempat harganya dua kali lipat dagangan Pak Tape Uli ini.

Nah, konsekuensi belanja impulsif ini yang harus dikompensasi. Mencari uang tidak mudah, maka saya harus menghargai dan memanfaatkan apa yang sudah kubeli, meskipun "pengadaannya" kadang sekadar lapar mata. Minggu ini saya belajar mendisiplikan diri menghabiskan apa yang sudah dibeli tapi belum sempat tersentuh. Salah satu sebabnya antara lain adalah beli makanan buat tamu, tapi kebanyakan dan pada nggak mau bawa pulang. Oleh-oleh dari tamu sebagian sudah dibagi dengan anak tetangga. Ya, masih harus dikurangi bertahap. 

Dagang sukun keliling |Foto: dokpri

Kemarin di jalan ketemu penjual sukun meneduh atau mangkal di bawah pohon yang bukan area dagang. Semula saya hanya memotret, akhirnya membeli dagangannya juga, duh! Ada sepasang anak muda naik motor menepi dan tanya harga sukun. Spontan saya nimbrung menjadi “kompor”. “Sukunnya bagus dan itu makanan sehat. Murah nih.”
Tanpa bak bik buk, Si Pemotor ambil yang ukuran super jumbo.

Abang Sukun, "Wah kalau ini Rp 20.000".  
Saya tahu memang harganya layak, karena di pasar kompleks, sekilo Rp 15.000 dan waktu itu pedagangnya bilang kalau suku berukuran besar beratnya bisa mencapai 3 kg.

DEAL, sepasang pemotor tampak puas karena terungkap dia penggemar sukun goreng. Abang Sukun senang, saya ikut senang. Kayaknya keseharian ini kok sepele banget ya?

Sukun kukus bertabur kelapa muda parut.| Foto: sampangkabmuseumjatim.wordpress.com

Sukun sudah nangkring di dapur, tapi saya menahan diri untuk menghabiskan makanan yang keberadaannya lebih senior daripada Si Sukun. *Hmm, alasan saja, padahal karena masih malas memasaknya* Oups!

Kebanyakan orang suka sukun goreng, padahal sukun kalo sudah tua dikukus saja enak – rasanya manis gurih. Rencananya saya akan mengukusnya saja, tanpa penyajian tambahan parutan kelapa dan rebusan gula jawa (Jw.: juruh). Biasanya kalau dikukus, saya kasih kelapa muda diparut dan juruh.

Mencari tahu khasiat sukun dari beberapa sumber di internet, berikut sebagian yang disebutkan – antara lain:

1. Kaya kandungan serat;

2. Mengenyangkan dalam kurun waktu lebih lama;

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline