Dua hari lalu aku olah raga jalan kaki malam hari. Pas menuju pulang, kena gerimis, tik - tik. Kuberdoa agar hujan menunda jatuhnya selama aku belum sampai di rumah.
Gerimis mengingatkan kalau hujan tetap seperti jadwalnya, meskipun mengurangi deras airnya. Aku berjalan lebih cepat, dan gerimis berbaik hati hanya menitik sesekali, tik-tik.
Aku lupa kalau kelemahanku justru kalau menghadapi gerimis, bukan hujan yang deras. Malam itu dan dua hari sesudahnya mataku mengeluarkan airmata panas. Kupikir aku tidak tahan radiasi layar laptop dengan tingkat keterangan 100%.
Sesiang ini aku hanya makan buah anggur segar dan manis, kubeli dari supermarket dengan harga promo. Aku minum bergelas-gelas air jeruk lemon segar yang kuberi sesendok makan madu. Tetap saja aku harus terpaksa tidur, karena mata kuyu, badan demam, dan serasa tak bertulang. Begitu bangun, kepalaku pening, dan tenggorokan serak, gatal dan perih. Bersin-bersin dan hidung menetes tes, tes -- melengkapi stuatusku hari ini. Mau tak mau, kuharus menghadapi flu.
Kuingat kata teman yang bilang dia kena flu, lalu malah berolahraga lari. Setelah itu badannya terasa nyaman dan flu pun segera pergi. Untukku, begitu gejala masih awal, aku bersegera minum kapsul Rhinos, obat yang paling cocok mengusir flu bila belum berkelanjutan. Sambil membeli obat ke apotik, aku berkesempatan olah raga jalan kaki lagi.
Rhinos satu kaplet isi 10, harganya Rp 62.000. Lalu kubeli Rantin, untuk persediaan gangguan pencernaan -- satu kaplet seharga Rp 59.000. Total belanja obat Rp 121.000. Hanya untuk sakit flu, dan lainnya.
Kubayangkan kalau ke Puskesmas pakai BPJS memang obatnya mungkin lebih murah, tapi tentu aku tidak bisa ke Puskesmas sembarang waktu. Harus antre dulu, dan lain-lain. Tentu BPJS berguna untuk penyakit yang memerlukan biaya lebih besar.
Di dekat apotik, ada penjual kacang rebus langganan. Semoga ini kebetulan yang berulang saja, setiap kali melihatnya tak penah kulihat dia sedang melayani pembeli, padahal kacangnya menggunung di gerobaknya. Kubeli satu cangkir kacang, Si Bapak menyiapkan dua cangkir. Aku jadi tahu, Si Bapak hapal denganku yang selalu membeli tidak kurang dan tidak lebih dari dua cangkir kacang.
Kuhanya bisa mendoakan Si Bapak agar jualannya habis dan mendapat keuntungan lumayan. Kuselalu ingin menyemangatinya agar tetap berjualan. "Rumah saya jauh dari sini," katanya.
Sepanjang perjalanan pulang, kumelewati beragam pemandangan yang membuatku berpikir bahwa rakyat berhak sejahtera. Kuingat berita hari ini, seorang anggota DPR ditangkap karena ketahuan sedang nyabu.
Berita lain yang sama tidak bermutunya, tentang seorang pria yang mengunggah fotonya bersama seorang guru SMK di sebuah hotel, padahal guru itu bukan isterinya. Dan begitu Si pria melamar wanita ini, keluarga wanita menolak karena dia diketahui sudah 11 kali menikah. Sementara itu si wanita ini sudah menerima hadiah mobil dari si pria. Ada-ada saja.
Korupsi dan hidup sesuka hati oleh mereka yang semestinya punya kesempatan berbuat baik untuk masyarakat banyak, masih saja menjadi warna dominan kehidupan di negeri ini. Pejabat yang sudah terbukti tidak perprestasi dan habis masa jabatannya, tanpa malu berganti jaket dan kaus untuk mencalonkan diri dalam posisi yang baru, yang justru bakal memerlukan aksi berjibaku yang nyata. Mereka mengeluarkan jurus lawak, jurus pokrol bambu, keahlian sulap ketok magic, kefasihan berwacana dan berkelit lidah --- menakzubkan.
Sementara itu segelintir pemimpin yang sepenuh hati dan sudah membuat perubahan berangsur-angsur atas hal buruk dan semrawrut yang selama ini dianggap sudah dari sononya (tak akan bisa berubah), malah dengan keras dicegah untuk melanjutkan misinya membenahi negeri ini, dan alasan yang menurutku mengada-ada adalah soal perbedaan agama dan suku.