Lihat ke Halaman Asli

Indria Salim

TERVERIFIKASI

Freelance Writer

Pengguna Medsos Ditangkap Bareskrim

Diperbarui: 17 Desember 2015   23:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemilik akun twitter Yulianus Paonganan (45) atau yang dikenal dengan nama Ongen @ypaonganan ini barusan ditangkap Subdirektorat Cyber Crime Bareskrim Polri dengan dugaan menuliskan kicauan-kicauan hate speech dan yang berkonten pornografi.

Detik[dot]com melansir bahwa “YP” bekerja sebagai dosen dan Pemred Majalah Maritim. Kompasianer ( baca: penulis) yang sempat melihat akun twitter di atas, berpendapat bahwa memang selayaknya dia dilaporkan – kalau bukan untuk hate speech-nya, sekurangnya adalah untuk kicauan-kicauannya yang menggunakan bahasa sarkasme berlebihan, termasuk istilah-istilah yang secara kontekstual bisa memberi pengaruh buruk terhadap pengguna twitter generasi muda.

 [caption caption="Tangkapan layar kicauan YP |Dok. Indria Salim, dari detik[dot]com"][/caption]

Dosen ini disebutkan aktif di media sosial twitter dengan jumlah followers tercatat lebih dari 26.000 . Penangkapan di rumah terduga tersebut dilakukan setelah penyidik memperoleh dua alat bukti dan izin dari pengadilan.

Atas perbuatannya, YP bisa dijerat sebagai orang yang melanggar Pasal 4 Ayat (1) Huruf a dan Huruf e Jo Pasal 29 UU Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi dengan ancaman pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp6 miliar, serta Pasal 27 Ayat (1) Jo Pasal 45 UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Pada saat tulisan ini diposting Kompasianer, akun twitter @ypaonganan masih bisa diakses oleh publik.

Sementara itu, berita terakhir mengabarkan bahwa yang bersangkutan menyesali perbuatannya dan menyatakan kalau kicauannya diunggah tanpa motif politik.

Sebagai orang tua, kita wajib melindungi remaja dan anak kita (baca: generasi muda) dari pengaruh penyalahgunaan media sosial yang tampak semakin intens dan memburuk terkait beragam motif – perdagangan (bisnis prostitusi) online, kampanye politik tidak sehat, fenomena buzzer yang menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan sepihak, pengguna media sosial yang mengabaikan etika komunikasi dan pemikiran sehat, dan sejenisnya.

Harapan penulis sebagai Kompasianer, suasana yang bisa berkembang menjadi banal seperti itu bisa diminimalisir, dan ini juga termasuk di Kompasiana. Merujuk pada pesan Presiden RI dalam kesempatan perjamuan makan siang di Istana bersama Kompasianer hampr sepekan lalu (12/XII), mari kita sebagai makhluk berbudaya meningkatkan kesadaran diri untuk turut berperan menumbuhkan kebiasaan menulis secara baik, tidak sekadar "kritis", berkomentar dengan baik, dan bermartabat.

Mari kita berkompetisi secara sehat, saling mendukung budaya menulis dan bersosial media dengan bertanggung jawab, dan bersikap dewasa.

Contoh sederhana, untuk memberikan kritik atau ungkapan protes terhadap ketidakmerataan undangan Presiden yang dilaksanakan oleh Admin Kompasiana, penulis sempat membaca ada ungkapan dari Kompasianer yang tertulis, “Seratus Kompasianer yang diundang itu sebaiknya menjadi pengemis jalanan.”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline