:: Renungan: Jelang Pelantikan Presiden RI ke-7 ::
Fisiknya tipis, pembawaannya culun. Culun! Ya, itu sering kudengar, bahkan sampai hari ini diucapkan dengan nada mencibir. Ada itu, dan kupercya orang yang meremehkan itu sebenarnya jauh lebih remeh daripada sikapnya itu.
“SBY mimpi apa, kok bisa membuat orang culun ini jadi presiden. Kasihan Indonesia.” Itu tulisan komentator di sebuah situs online berita mainstream.
Culun, bahkan ndeso, bermuka orang biasa. "Muka", atau "tampang", bukan "wajah" --- itu kata yang dipakai oleh sebagian orang yang cenderung menghinanya. Tentu, itu kalau kita fokus pada pencarian kelemahan dan keburukan seorang Jokowi. Apa perlu diadakan lomba pengamat dan penemu kelemahan "tampilan luar" Jokowi? Kuyakin, pesertanya nggak akan pernah puas, dan berhenti sampai di situ saja.
Namun, siapa bisa mengelak dari fakta bahwa Jokowi, bersama JK besok (20/X.2014) akan dilantik & diambil sumpahnya sebagai orang nomor satu di negeri ini. Kebijakan dan keputusan-keputusan publiknya, sikap politiknya, keprihatinan nasionalnya --- akan memengaruhi kehidupan berbangsa Indonesia dan warganya. Suka tidak suka, berdampak langsung atau tidak langsung, masa pemerintahan Jokowi-JK insya’Allah berjalan selama lima tahun ke depan.
Marilah, kita yang mengaku sebagai warga negara Indonesia, berhenti berkhayal bahwa Indonesia HARUS menjadi seperti negara A, negara B, yang ideologi dan dasar negaranya jelas berbeda dengan Pancasila, dan UUD 45.
Di dunia mana pun, di kisah apa pun, memang selalu ada perjalanan dua kelompok tokoh yang punya tujuan bertolak belakang. Istilah dunia fiksi, ada peran antagonis, dan lainnya protagonis. Ada yang seakan antagonis, ternyata ia protagonis. Nah, fiksi memang kadang menjadi cara mengungkapkan hal yang fakta, dan realita.
Jadi, biarkan semua proses dan babak baru Indonesia berjalan, dan kita bisa memilih untuk bergabung menjalankan peran yang mana. Secara politis, sebagai pemilih pileg dan pilpres, kita sebaiknya mengawal dengan kritis, dan kalau bisa memberi kritikan konstruktif.
Tak seorangpun sepenuhnya pahlawan, atau 100 persen preman dan siluman. Apalagi kalau kita ingat bahwa dalam politik, tidak ada lawan atau kawan abadi.
Mengutip judul berita di MetroTV, “Kekuatan Soft Power Jokowi” --- bahwa “Joko Widodo mendemonstrasikan kepercayaan diri politik yang luar biasa ketika menemui rival-rival politiknya secara empat mata. Dipadu dengan kerendahan hati serta filosofi Jawa yang kuat, Presiden terpilih ini mampu mencairkan kebekuan politik.” Berikut ini klik videonya: