Pemerintah berencana menghapus keberadaan tenaga honorer mulai tahun depan. Hal itu tertuang dalam Surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) yang ditandatangani Tjahjo Kumolo pada 31 Mei 2022. Jadi, mulai 28 November 2023 tidak ada lagi yang namanya tenaga honorer.
Sebagai gantinya, ada yang namanya outsourcing atau tenaga alih daya. Lalu bagaimana nasib lebih dari 400.000 tenaga honorer yang ada saat ini? Pemerintah mengatakan bahwa mereka akan diangkat menjadi ASN
berstatus PNS ataupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Namun hal itu tidak serta merta, diangkat melainkan harus mengikuti seleksi dan persyaratan yang ada.
Jika gagal atau tak memenuhi persyaratan, maka akan dilakukan pengangkatan pegawai melalui sistem alih daya sesuai kebutuhan instansi tersebut. Pertanyaannya, apakah pemerintah daerah yang paling banyak mempekerjakan tenaga honorer setuju? Dari mana anggaran untuk gaji tenaga honorer yang diangkat menjadi PPPK, ASN atau nantinya berganti menjadi tenaga alih daya?
Selama ini, gaji para tenaga honorer banyak bergantung pada dana dari pusat. Contohnya, guru honorer yang digaji hanya ratusan ribu per bulan, tapi kerjanya melebihi guru ASN berstatus PNS, diambil dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Kadang kala gaji tenaga honorer sangat bergantung dari dana alokasi umum yang digelontorkan pusat.
Ketidakpastian itu pula yang membuat banyak tenaga honorer bernasih miris, mereka digaji dalam kisaran ratusan ribu atau kalaupun jutaan masih dibawah UMR. Bahkan tak jarang, gaji mereka tertunda jika anggaran dari pusat belum cair.
Sebenarnya, serba salah berbicara mengenai tenaga honorer di Indonesia karena tidak lepas dari praktik nepotisme. Untuk menjadi guru honorer di sekolah misalnya, butuh koneksi dari kepala sekolah. Bahkan tak jarang, guru honorer di sekolah masih memiliki pertalian darah dengan kepala sekolah.
Itu juga dulu yang membuat pemerintah enggan untuk serta merta mengangkat guru honorer menjadi ASN. Lah, masuknya juga banyak melalui nepotisme, belum lagi hasil uji kompetensi guru dibawah standar. Pertanyaannya, apa mau anak kita diajar oleh para guru yang tidak lulus kompetensi guru?
Begitu juga untuk tenaga honorer di pemerintah daerah, yang juga sarat dengan nepotisme. Meskipun hanya berstatus honorer, pekerjaan di kantor pemerintah memiliki posisi tawar yang tinggi bagi masyarakat di daerah. Tak peduli kecilnya gaji, yang penting gaya dulu dengan seragam coklat muda. Untuk masuknya pun harus punya koneksi orang dalam. Orang dalam memang lebih ampuh.
Profesional