Lihat ke Halaman Asli

Jangan Menangis Lagi Ibu

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Termangu menatap wajahnya… Wajah yang dulunya begitu ceria Kini begitu muram tiada gairah Air mata tiada henti membasahi wajahnya Wajah yang nampak semakin menua Iya, kini ia semakin renta Lihatlah….. Tubuh yang dulu begitu indah Kini begitu kuyuh Lemah tiada daya Luka di sekujur tubuhnya kian hari kian parah Bahkan kini mengeluarkan darah dan nanah Lihatlah…. Ia tak kuasa memendam bara dalam dada Berulang kali ia teriak, “tolong jangan siksa aku” Namun telinga – telinga itu seolah tuli Pura – pura tidak mendengar jeritan hatinya Berulang kali ia memasang wajah memelas Seolah ia ingin berkata “tolonglah aku” Namun mata – mata itu seakan buta Pura – pura tidak melihat wajahnya yang mengiba Lihatlah…. Berulang kali tubuhnya bergetar hebat Seolah ingin menumpahkan semua beban berat yang terpendam dalam dadanya Beban hidup yang selama berabad –abad lamanya ia pendam Agar anak cucunya bisa hidup dengan tenang Lihatlah….. Kini ia kembali menangis Menjerit pilu pada anak cucunya Namun sayang…. Anak cucunya hanya bisa diam dan menatap Tak tahu harus berbuat apa Bahkan kedua lengannya pun begitu kaku Tak mampu mengusap air mata di pipi Ibu pertiwi Dalam lirih ia berkata “Jangan menangis lagi ibu” Pray for Indonesia (Hold my hand there are many ways to do it right. Hold my hand turn around and see what we have left behind. Hold my hand my friend, we can save the good spirit of me and you. For another chance and let’s pray for a beautiful world, a beautiful world I share with you. Let’s Pray for Indonesia)  Padang, 28 Oktober 2010 Dari putrimu -indri-




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline